Selesai tampil di panggung membuat Clara dapat bernapas lega. Hanis, Vivi, Lilis dan Ajeng menghampiri Clara yang berjongkok di pojok belakang panggung dengan bangga. Mereka berempat memeluk Clara, hingga Clara terduduk di lantai sangking tak menduga pelukan keempatnya.
Vivi menyedot ingusnya. "Raaaa... Makasih udah bantuin kita ya." ungkapnya.
Clara tersenyum. "Iyaa sama-sama."
Lilis mengurai pelukannya terlebih dahulu. "Sumpah, Ra! Lo keren banget! Parah!"
Hanis, Vivi dan Ajeng pun ikut menguraikan pelukan dam memuji Clara.
"Iya, Ra! Lo keren banget, cakep!"
"Tau nih, kenapa nggak ikutan ekskul musik aja, sih. Kan gue gak perlu bingung kemaren, buat cari anak yang wakilin lomba, harusnya lo itu kasi tau gue kalo lo punya bakat di musik." ujar Ajeng penuh gejolak.
"Yaudah abis ini, kamu ikut ekskul musik aja, sama Ajeng." usul Hanis diangguki mantap oleh Ajeng.
Clara tersenyum lalu menggeleng. "Aku nggak bisa, soalnya aku bakalan pi--"
Fino datang bersama Tara dengan tergesa-gesa. "Ra!" panggil Tara.
Merasa percakapan yang akan terjadi diantara mereka penting Hanis, Vivi, Lilis dan Ajeng pamit untuk memberikan Clara waktu. Setelah mereka berempat menjauh Tara langsung menguncang bahu Clara.
"Ra! Lo yakin mau pindah ke Jerman?!"
Belum sempat menjawab pertanyaan Tara, sebuah pertanyaan menyerobot.
Fino menggeser tubuh Tara dengan kasar. "Ra! Jangan dong, masa lo tega sama gue."Sela, Hasan dan Gea datang. "Ra! Kata om Tio, abis ini lo berangkat ke Jerman?" tanya Gea takut bahwa itu benar.
Clara tersenyum, senyum perpisahan membuat ketiga temannya, -minus Hasan yang hanya berdiri di samping Clara-langsung memeluknya.
"Ara cuman pindah aja, kita tetep jadi temen kok. Nanti, sewaktu-waktu kalian ada libur, kalian bisa ke Jerman. Ketemu Ara, disana."
Ketiganya langsung mengurai pelukan. Menatap Clara dengan gurat kecewa, takut kehilangan dan kerinduan.
"Lo kira, Jerman itu kayak Jakarta-Surabaya?!" pertanyaan ketus itu keluar dari mulut Hasan.
Clara menoleh, menatap Hasan. "Kalo kalian gak bisa, Ara nanti yang kesini. Berkunjung, kita juga bisa videocall." katanya berharap mereka tidak bersedih.
"Gak bisa! Raa!!! Jangan pindah dong." mohon Sela.
Tara berdecak. "Hey! Bocah alay! Kayak mau pisah cerai aja deh, lebay." sindirnya.
Fino lantas mengeplak kepala Tara gemas. "Emang lo seneng, Ara bakalan pindah bang!"
Tara menepuk dadanya bangga. "Jelas! Kalo Ara ke Jerman, berati gue juga."
Keempatnya tak. Tau harus berkata apalagi karena Tio datang di tengah mereka."Tenang aja, nanti kalo lulus sekolah disana, om bakalan bilang sama kakeknya Tara, biar Ara nanti kuliah disini." itu sama sekali tidak mempan meredakan kerelaan.
"Om, gabisa yaa, lanjutin disini aja? Nanggung om, abis ini kelas tiga trus lulus." tawar Fino.
Tio mengendikkan dagunya kearah Clara. "Tanya yang minta pindah lah."
Dan semuanya, keempatnya berusaha meminta Clara membatalkan rencana untuk ke Jerman.Hingga sebuah suara menginterupsi mereka, suara seorang lelaki yang membuat hati Clara remuk tak berbentuk.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
ARCLA (Monochrome)
Fiksi RemajaAKAN DI REVISI BERTAHAP JADI HARAP MAKLUM ATAS BEBERAPA TYPO ATAUPUN KATA YANG KURANG TEPAT. MAKLUM CERITA PERDANA YANG MASIH BANYAK KEKURANGAN 🙃 ❌ WARNING! CERITA INI BANYAK PARTNYA TAPI NGGAK PANJANG-PANJANG KOK! RESIKO BACA CERITA INI KALIAN BAK...