PENYESALAN

12.7K 696 19
                                    

ASSALAMUALAIKUM
JANGAN LUPA VOTE DAN COMENT.

SELAMAT MEMBACA.

Berta dirawat di rumah sakit selama tiga hari dan Aldo lah yang senantiasa menemaninya. Dan sekarang sudah hari keempat, yang artinya Berta sudah di perbolehkan pulang oleh dokter.

Aldo mengepak barang-barang Berta maupun barangnya di tas besar yang sempat dia ambil dari rumah. Berta duduk di bibir brangkar.

Berta mengusap perut buncitnya yang sudah mengijak hampir sembilan bulan. Berarti beberapa minggu lagi ia akan melahirkan. Berta menatap Aldo yang tengah sibuk memasukkan baju-baju ke dalam tas.

"Aldo." Mendengar panggilan halus itu membuat Aldo menghentikan aktivitasnya lalu menoleh dan menatap penuh kearah Berta.

"Kenapa ma?" Berta tersenyum, "Arfa jenguk mama nggak akhir-akhir ini?" tanyanya penuh harap.

Aldo meringis mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Berta, jawabannya tetap sama, "Arfa nggak pernah kesini ma," jawabnya seraya menunduk.

Berta tersenyum sendu. "Sampai kapan adikmu tidak mau memaafkan mama." lirihnya.

Aldo menahan penyesalan yang selama ini ia pendam. Yang selama ini sudah ia kubur dalam-dalam tapi sekarang menguak dengan cepat.

Hingga tak terasa air mata menetes begitu saja tanpa permisi. Mendengar sayup-sayup isakan tangis, Berta menatap Aldo yang kini sedang menunduk di sofa seberang dengan bahu yang bergetar.

Berta menghampiri Aldo dan duduk di sebelahnya. Ia peluk anak pertamanya itu hingga Aldo tak kuasa menahan yang selama ini ia pendam.

"Andai Aldo mengakui kesalahan Aldo bukannya menuduh Arfa. Pasti sekarang Aldo yang menderita bukannya Arfa," ucap Aldo di sela-sela tangisnya.

Berta mengusap pelan kepala Aldo. "Ssttt... Nggak boleh gitu. Itu cuman salah paham dan waktu itu papa dan mama nggak bisa tolelir kesalahan Arfa. Papa dan mama juga langsung menyimpulkan sendiri. Ini bukan salah kamu. Waktu itu kamu dan Arfa masih kecil wajar jika seperti itu," ucap Berta panjang lebar demi menenangkan perasaan Aldo.

Aldo terisak, ia tak bisa membendung tangisnya. Tanpa dirasa semua beban itu sedikit menghilang karena ia telah mengeluarkan apa yang ia pendam selama ini. Berta hanya bisa menepuk pelan bahu Aldo agar tegar dan sabar.

Setelah dirasa Aldo sudah tenang, Berta mengelus puncak kepala Aldo. "Mama boleh minta antar ke Arfa?"

Aldo mendongak menatap Berta seraya menggelengkan kepalanya. Berta menghela napas, "Mama mohon..."pintanya.

Aldo ikutan mengela napas. "Tapi nggak sekarang," balasnya masih menatap manik mata Berta yang terlihat memohon itu.

"Tapi mama pengen --" segera Aldo memotong ucapan Berta. "Seminggu lagi. Aldo janji bakalan anterin mama ke Arfa setelah semua keadaan jadi lebih baik. Aldo gak mau kejadian hari itu terulang."

"Tapi ma--"

"Mama mau ikutin ucapan Aldo atau mama nggak ketemu Arfa?"

Dan Berta hanya mengangguk pasrah, "Baiklah. Mama akan temuin adik kamu seminggu lagi."

***

"MULAI SEKARANG KAMU BUKAN JAGOAN PAPA! PAPA GAK MAU PUNYA ANAK PEMBUNUH KAYAK KAMU!"

Arfa langsung terbangun dari tidurnya. Keringat menetes dari dahi ke pelipisnya. Ia tersenyum miring. Masih saja ia memimpikan hal sialan itu.

Arfa meraih ponsel di meja sebelah ranjang. Ternyata masih jam sebelas malam. Hendak me-lock kembali ponselnya, getaran datang membuat Arfa mengecek.

Jangan Jawab. (376)

ARFA!!!!!

Arfa menghembuskan napas jengah. Sudah malam, apakah Clara tidak lelah mengganggunya? Spam chatnya bahkan membuat Arfa malas untuk mengscroll pesan sebelumnya.

Arfa mengetikkan balasan pada Clara. Dan langsung saja di baca. Hingga Arfa merasa tidak akan ada balasan lagi ia langsung me-lock ponselnya.

Lagi dan lagi. Saat Arfa hendak menaruh ponselnya di meja, getaran dirasakannya. Kali ini bukan hanya getaran saja tapi bersamaan dengan lantunan ringtone yang terdengar.

Dengan malas Arfa mengangkat telfon Clara. Belum sempat menjawab, mulut Arfa dibuat bungkam karena Clara.

"Assalamualaikum Arfa. Oiyaa Waalaikumsalam Clara!"

Di seberang sana Clara memutuskan menjawab salamnya sendiri karena ia takut salamnya di jawab oleh bentakan Arfa.

"Arfa!"

"Hmm?"

"Besok jadi kan belajarnya? Kemaren kan mendadak libur. Kalo gini terus Clara bisa nggak pinter-pinter."

"Hmm."

"Besok di rumah Arfa aja ya?"

"Hmm."

"Beliin camilan ya."

"Hmm."

"YES! ULUH ULUHHHH BAEK PISAN KAMU MAS!"

Arfa tersadar telah di bodohi oleh Clara, hendak membalas ia mendengar suara teriakan dari arah ponselnya. Bukan suara Clara melainkan suara berat. Suara lelaki.

"Araaaaa!!! Jangan teriak-teriak! Sudah malam tidur."

"Iya pah! Ara ini lagi ngelindur."

"Araaaa!!!"

"Iya pa iya! Ara otw nih!"

Arfa tersenyum mendengar perdebatan Clara dengan papanya. Hingga Arfa mendengar decakan sebal.

"Ck, Arfa!"

"Hmm."

"Besok lo ya! JANGAN LUPA CAMILANNYA."

"Hmm."

"Kalo gitu Clara tidur dulu soalnya nanti macan di rumah Clara ngamuk!"

"ARAAA PAPA DENGER YA KAMU NGATAIN PAPA!"

"IYA PAK TIO SIAP AMPUN. INI ARA TIDUR NIH BENERAN TIDUR NIH."

"Udah dulu ya Fa!"

"Oke."

"GOOD NIGHT ARFA! JANGAN SAMPE MIMPI BURUK YAAAA."

"ARAAAAAA!!!"

"IYA PAPA MASYAALLAH. INI ARA MA--"

Tut.

Telfon di matikan sepihak oleh Clara. Arfa tersenyum miris, beruntung Clara memiliki papa seperti itu. Sedangkan dia? Ah sudahlah! Ia tak mau memikirkan kejadian itu lagi.

OHOIYAAA DI MULMED ITU ALDO YA HEHE. CAKEP NGGAK? CAKEP MANA ALDO SAMA ARFA WKWK.

ARCLA (Monochrome)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang