KEBENARAN YANG TERPENDAM

11.5K 567 1
                                    

HALO! Jangan lupa dukung Fia dengan vote dan follow akun ini 🤗

Yuk berinteraksi sama Fia di kolom komentar, xixi. Jangan lupa juga untuk share cerita ini ke teman-teman kalian 🙌

Follow instagram @rubanabe dan share pengalaman kalian baca cerita ini 😚😍

Jangan lupa tag @rubanabe.
Selamat Membaca! Sampai jumpa!

🐣🐣🐣

Arfa duduk di tepian kolam renang, cowok itu terlihat sedang banyak pikiran. Akhir-akhir ini ingatan masa kecilnya tidak terlalu menakutkan. Dia senang bisa mengatasi ketakutan itu, apalagi Arfa baru sadar bahwa kesalahpahamanlah yang menyebabkan kekacauan di hidupnya.

Semua yang Arfa takut dan benci terkuak tidak lama sebelum ia memutuskan mendinginkan kepala dengan benerang. Entah bagaimana bisa terjadi, Arfa menemukan kotak kayu tua ketika membereskan gudang tadi. Karena penasaran dia membukanya dan mulai melihat isi dari kotak tua tersebut.

Tidak ada yang istimewa dari isi kotak tua itu. Hanya ada buku usang yang beberapa halaman sudah terlihat rusak dan melapuk.

Di halaman pertama terdapat foto kakek dan neneknya. Foto masa muda mereka sangat menggemaskan. Dibawah foto tersebut tertulis 'my dear'.

Lalu Arfa membuka lembar kedua dimana terdapat foto kecilnya, duduk diantara kakek dan nenek. Dibawah foto itu tertulis 'cucu kesayangan' membuat Arfa tersenyum dan merasa rindu kepada keduanya.

Arfa terus membuka lembar-lembar berikutnya dan tersenyum. Ternyata buku usang tersebut adalah jurnal kakek neneknya. Kenapa baru muncul setelah sekian lama, pikir Arfa.

Tepat di lembar selanjutnya, senyum Arfa memudar. Cowok itu bahkan mengeratkan jemarinya di lembaran tersebut.

Hari ini mungkin akan menjadi hari yang membahagiakan untukku dan untuk Hendru, suamiku. Namun, mungkin ini akan menjadi hal buruk untuk cucuku, Arfa.

Aku senang karena akan menghabiskan masa tua ini bersama cucuku. Hendru mungkin juga sangat senang karena kami berdua kedatangan Arfa yang membuat kami kembali pada masa muda dimana kami merawat anak-anak kami.

Saat itu aku dan Hendru tengah mencari bahan makanan untuk memasak di rumah karena keluarga Berta dan Yuda, serta keluarga Adinda hendak berkunjung ke rumah.

Tapi melihat sosok anak kecil yang terkapar di jalan membuatku harus menghentikan laju mobil yang di kendarai oleh suamiku. Aku mendekat dan semakin dekat, saat itu pula aku dan Hendru terkejut karena bocah laki-laki itu adalah Arfa, cucuku.

Aku dan Hendru membawanya ke rumah, ku baringkan dia dan kurawat dia selama tiga hari. Karena cucuku sakit, tidurnya pun tidak nyenyak, ia sering mengigau bahwa dia tidak pernah mencelakai seseorang.

Aku baru ingat dimana tiga hari yang lalu keluarga Arfa akan berkunjung ke rumah, maka dari itu aku langsung menelfon Berta.

Kudengar Berta menangis dan meraung-raung nama Arfa. Yuda lah yang menjawab telfon ku. Ia mengatakan Berta terpukul karena mengusir Arfa. Kukatakan bahwa Arfa berada dirumahku bersama Hendru hingga akhirnya Berta dan Yuda datang ke rumah.

Namun, sepertinya cucuku belum bisa bertemu keduanya karena masih sakit. Kukatakan pada keduanya kejadian dimana aku menemukan Arfa yang terkapar di jalan.

Betapa menyesalnya Berta dan Yuda saat mendengarkan ceritaku, mereka pun bercerita pula padaku kejadian dimana mereka menemukan Arfa di sebelah gadis kecil yang sudah penuh darah.

Ketika itu mereka langsung menyimpulkan bahwa Arfa lah yang membuat gadis kecil itu terkulai penuh darah.

Keduanya pun mengaku meninggalkan Arfa di jalan yang jauh dari pemukiman warga saat itu karena mereka tengah piknik bersama. Mereka bilang mereka dikuasai oleh emosi sehingga tidak mampu berpikir jernih. Alhasil mereka menyalahkan Arfa atas perbuatan yang tidak pernah Arfa lakukan.

Arfa semakin jeli membaca setiap tulisan tangan neneknya. Ia buka lembaran selanjutnya yang membuat air mata jatuh tanpa permisi hingga menetes membasahi lembaran tersebut.

Tiba-tiba Aldo mengaku hanya bercanda dengan mengatakan bahwa itu ulah Arfa, dan datanglah seorang lelaki paruh baya yang mengakui perbuatannya menabrak seorang gadis kecil yang kini terbaring kritis di rumah sakit. Berta merasa sangat terpukul akan hal itu, bahkan Yuda kalut mencari Arfa.

Yuda tidak mendapatkan keberadaan Arfa. Walaupun polisi sudah membantunya mencari. Berta juga sakit, seolah merasakan seluruh penyesalan dalam hidupnya karena meninggalkan Arfa. Dia merasa gagal menjadi orangtua.

Dan saat tau bahwa Arfa bersamaku keduanya merasa lega dan hendak menjemput cucuku. Di luar dugaanku, Arfa keluar dari kamar seraya membawa sebuah vas bunga dengan mata merah. Dia terlihat seperti bukan cucuku.

Cucuku berkata tak ingin bertemu Berta dan Yuda, bahkan saat Yuda mendekat, cucuku langsung melemparkan vas bunga tersebut dan mengambil pecahannya lalu menodong Yuda agar tidak mendekat kembali.

Aku dan Hendru mencoba menenangkannya dan beruntung Arfa bisa tenang. Satu hal yang membuatku dan Hendru tercengang bahwa Arfa sudah tak menganggap kedua orangtuanya. Itu hal yang sangat menyakitkan, bahkan aku dapat merasakannya.

Cucuku mengatakan bahwa keluarganya sudah tiada, dan ia tak ingin tinggal dengan orang asing lalu memilih tinggal berdua dengan kami.

Aku memaklumi cucuku dan memberinya waktu agar berdamai dengan kedua orangtuanya. Tapi sepertinya cucuku tak mau lagi membahasnya, tiap kali aku menasehatinya maka yang akan terjadi adalah perdebatan. Aku tidak mampu berdebat dengannya lebih lama, itu akan lebih menyakiti Arfa. Dia hanya punya aku dan Hendru. Lantas bagaimana jika kami tidak berusaha untuk memahami dan mengenalnya?

Kami dilanda kebingungan bukan kepalang.

Aku tak punya waktu menjelaskan semuanya pada Arfa. Hingga aku hanya bisa menyampaikan beberapa surat Aldo, cucuku satu-satunya yang menyamarkan diri sebagai sahabat penanya. Memberikan Arfa sebuah semangat agar tidak mengurung diri.

Aku berikan Arfa semua barang-barang yang di berikan Berta serta Yuda untuk Arfa yang diam-diam keduanya berkunjung tanpa sepengetahuan cucuku. Keduanya meminta untuk tidak memberitahu cucuku bahwa barang-barang itu dari mereka.

Arfa yang dulu kami kenal hiperaktif berubah menjadi sosok pendiam, pelit senyum, dan acuh. Namun, ketika bersama kami dia menampakkan perhatian lebih. Meskipun senyumnya terus meredup.

Aku ingin mengatakan pada cucuku, Arfa. Bahwa semuanya akan baik-baik saja jika kamu mau menerima kenyataan nak, lihatlah disisi yang lain.

Jangan simpulkan apa yang hanya kamu lihat saja. Maafkan nenek dan kakek karena tidak bisa menuntunmu pada kenyataan bahwa keluargamu menyesal dan begitu merindukan kehadiranmu.

Karena kami berdua juga tak ingin kehilanganmu, kami berdua sudah nyaman dengan kehadiranmu di masa tua kami. Cucuku, kamu telah mengisi hari tua kami dengan begitu menyenangkan membuat kami merasakan kebahagiaan untuk kedua kalinya.

Maafkan kakek dan nenek karena menahanmu merasakan kasih sayang keluargamu.

Arfa menutup lembaran itu, rasanya ia tak kuasa membaca kalimat selanjutnya. Ia tak mau berpikir bahwa kakek dan neneknya lah yang menahannya dari keluarganya.

Itu bukan salah mereka berdua, itu semua terjadi karena kesalahanpahaman. Ya! Karena kesalahpahaman.

ARCLA (Monochrome)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang