Anastasia Edenia Maryam, Mama dan Papa memberinya nama tersebut karena ia berharap sang putri akan secantik rupa dan budinya seperti bidadari di surga kelak. Sulung dari dua bersaudara itu tumbuh di lingkungan yang religius. Dahulu ketika Mama dan Papanya menikah di luar negeri, mereka telah membuat kesepakatan.
Anak perempuan mengikuti Papa, anak laki-laki mengikuti Mama. Namun kesepakatan itu tidak berlanjut karena hubungan Mama dan Papa diputuskan oleh takdir. Papa meninggal di saat usia Anastasia enam tahun, lalu semua asuhan di bawah kendali Mama yang sangat religius. Kegiatan Minggu sore selalu dihabiskan gadis itu di gereja bersama jemaat lain. Sang adik bahkan lebih religius dibandingkan Anastasia, itulah mengapa Mama selalu cerewet setiap hari Minggu tiba.
Kalau biasanya cerewet pada anak laki-laki, ini kebalikannya.
Beranjak remaja, Anastasia tumbuh semakin baik. Didikan agama mulai ia resapi, bahkan tidak pernah absen mengikuti kegiatan retret yang diadakan gereja ataupun sekolahnya. Biasanya kegiatan ini ia ikuti bersama Nathan tanpa Chika. Bersyukurnya Anastasia memiliki Nathan, dia tidak perlu berbaur terus-menerus dengan teman serombongan ketika mereka berkunjung ke Goa Maria.
"Langsung pulang, Nas?"
Anastasia mengangguk cepat, "Mama minta dianter periksa sore ini."
"Loh sakit apa?"
"Kontrol biasa." Anastasia menggantungkan ransel pada bahu kanan, segera tas berpindah pada dua bahu saat berjalan keluar menuju pintu gerbang. "Angkot!"
Chika dan Anastasia segera berlari saat melihat angkutan umum yang biasa membawa mereka pulang berhenti di depan gerbang sekolah. Di luar sana berjejer tukang jualan jajanan dan minuman, aslinya Anastasia haus tapi ia memilih untuk cepat meninggalkan sekolah. Daripada mendengar Mama ngomel, dia lebih pilih kehausan dan kelaparan.
"Udah naik semua?"
"Udah, Pak." Chika dan Anastasia meletakkan tas ransel di pangkuan.
"Eh, itu Mas Qori." Tunjuk Chika pada seseorang yang berhenti di Taman KB ketika angkot melewatinya.
Mata Anastasia membulat tatkala melihat Qori melepas helm dan berbicara dengan kakak kelas yang lain. Tiba-tiba ia ingat pesanannya dua hari yang lalu. Kok belum ada kabar?
"Liatin Mas Qori?" Chika menyenggol lengan Anastasia ketika angkot semakin menjauh tapi tatapan sahabatnya masih saja ke belakang.
Anastasia menggeleng. "Gak liat apa-apa."
"Masak sih?"
"Emang menurutmu aku ngapain tadi?"
"Ngeliatin Mas Qori," Chika menegakkan posisi duduk, "kamu naksir, Nas?"
"Naksir siapa?"
"Mas Qori."
"Hush, ngomong sembarangan!"
"Ya kali, tapi kalian kan beda."
Anastasia mendapatkan pandangan teguran dari Chika. Mereka pernah membahas ini, bagaimana perbedaan itu boleh untuk ditoransi tapi tidak ketika dalam hubungan percintaan. Baik Chika, Anastasia, dan Nathan berprinsip untuk mencari pasangan yang seiman -suatu saat nanti. Meski masih remaja, Chika sudah dibekali bahwa agama adalah pondasi kuat sebuah hubungan antar manusia dalam merajut cita dan cinta masa depan.
"Iya deh yang naksir Mas Qori."
"Siapa?"
"Kamu." Anastasia menekankan kata kamu dengan sangat tegas sampai membuat Chika terbahak.
"Ngimpi ah."
"Kenapa ngimpi? Kan dia anak Rohis, cakep lagi."
"Menurutmu cakep?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Them - A Short Stories
Fanfiction[Tamat] Ini adalah kumpulan kisah tentang mereka yang mencinta. - Them | Mereka -