Bertemu dengan sahabat Ayah membuat wajah Qori menjadi lebih ceria. Dia memang tidak terlalu memikirkan soal rosario, tapi jujur ia terbebani dengan uang seratus ribu milik adik kelasnya.
"Anastasia di kelas ini gak?" Itu pertanyaan Qori pada satu kelas di samping kelas gadis tersebut. Dia akhirnya tahu nama Anastasi karena bertanya pada Tifa saat adik kelasnya itu berlari menuju pintu gerbang sekolah demi mengejar angkot kemarin sore.
"Anas? Di kelas sebelah, Mas."
"Oh, oke. Makasih." Qori memundurkan langkah, lalu ia bergegas menuju kelas sebelahnya yang cukup ramai. Celingukan dari depan pintu kelas, ia mengedarkan pandangan mencari sosok mungil yang dimaksud. Kok gak ada?
"Nyari siapa, Mas?" Nathan yang kebetulan mau masuk kelas terhalang sosok Qori.
"Nyari Anastasia."
"Anas? Dia gak masuk hari ini, sakit."
"Oh gitu."
Nathan manggut-manggut, sedikir heran ada kakak kelas nyasar mencari sahabatnya. Ketua Rohis pula. "Mas mau apa nyari dia?"
Qori menggeleng, "gak apa-apa, besok aja aku cari lagi."
"Oh," Nathan melirik kotak yang berada di dalam genggaman Qori. Mau ngasih itu? Batinnya.
"Ya udah kalau gitu, makasih ya. Semoga menang besok sparingnya."
Mata Nathan tiba-tiba berbinar, "Mas tahu aku?"
Qori mengangguk seraya pergi melambaikan tangan.
"Mas Qori nanti sore nonton gak?" Teriak Nathan.
Qori menoleh ke belakang, "Insha Allah!"
"Oke!!"
-------
Teduhnya sore, semilir angin, awan berarak karena angin yang menghiasi langit, semua terlihat menarik di penglihatan Anastasia. Menyaksikan Nathan dan teman satu tim bertanding ternyata menyenangkan juga. Meski tubuh Anastasia belum pulih benar, ia merasa cukup sehat untuk menghabiskan hari Jumat bersama Nathan dan Chika.
"Nas!"
Chika menoleh ke belakang, dilihatnya Rukma berteriak.
"Anastasia, ada yang nyari!" Panggil pemuda itu sekali lagi, tapi yang dipanggil sedang tersumpal telinganya dengan earphone.
Chika kembali ke posisi semula, diturunkan kaki untuk menghampiri Anastasia. Ditepuknya bahu si mungil. "Nas," ia melepas earphone yang menghambat pendengaran Anastasia dari dunia luar.
"Apa, Chik?"
"Tuh, dipanggil Rukma."
..
"Ini, pesananmu."
Anastasia tertegun saat sebuah kotak berisi benda yang ia inginkan akhirnya berpindah ke tangannya. Ketika dibuka, ia terkejut melihat rosario dari bahan kayu cendana dengan salib kecil menghiasi –terlihat klasik dan berbau harum, diberikan oleh Qori, Kakak kelas yang hampir ia lupakan karena terlalu lama mengantarkan pesanan.
"Aku kira gak jadi beliin."
Qori menatap lekat wajah ceria Anastasia. "Aku memang gak beliin, ini uangnya." Qori segera mengeluarkan satu lembar uang seratus ribu dari dalam kantong kemeja seragam, lalu disodorkan pada adik kelasnya tersebut.
"Gratis? Aku bayar gak apa-apa kok."
Qori meletakkan uang seratus ribu ke dalam kotak rosario. "Itu hadiah dari temannya Ayahku."
"Temannya Papanya Mas Qori? Kok bisa?"
Qori tersenyum samar, "Namanya Romo Sudi, beliau yang kasih rosarionya, pesannya dijaga baik-baik, limited edition. Belinya pas di Vatikan."
"Woaah!" Anastasia berdecak kagum, "serius buat aku?"
Qori mengangguk, "jangan sampai ilang."
"Siap, Komandan!" Anastasia meletakkan telapak tangan di pelipis. "Eh, tapi aku kasih apa sama Mas Qori?"
"Gak usah." Wajah Qori kembali seperti semula, lempeng. "Udah ya, aku mau ke masjid."
"Ngapain?"
"Asharan, mau ikut?"
Anastasia menggeleng, mau apa dia ke masjid? Kan dia tidak sholat. "Mas!" Panggilnya saat Qori berjalan meninggalkannya.
"Mas Qori, makasih yaaa!"
Qori tidak menoleh, pemuda itu hanya melambaikan tangan saja. Tanpa ia melihat, Anastasia berjingkat kecil seraya memeluk rosario pemberian Romo teman Ayah Qori untuk ia berikan pada sang ibu sebagai hadiah ulang tahun esok lusa. Ia sudah mencari bentuk yang diinginkan sang ibu ke mana-mana, namun akhirnya malah pemuda muslim yang membawakannya. Ia tidak salah pilih orang untuk dimintai tolong.
Ah! Mas Qori malaikat penolongku!
KAMU SEDANG MEMBACA
Them - A Short Stories
Hayran Kurgu[Tamat] Ini adalah kumpulan kisah tentang mereka yang mencinta. - Them | Mereka -