Passing By_12

966 216 50
                                    

Senyum Saeron tidak henti-hentinya diperlihatkan pada Yerim yang masih duduk di belakang kemudi sang suami yang sesekali tertawa kecil mendengar celotehannya di balik kacamata hitam yang menutupi sebagian wajah. Yoo Seungho pagi ini bagaikan sosok lelaki dandy yang membuat wanita manapun iri terhadap Saeron.

"Yerim-ssi."

"Iya?"

"Apa istriku berubah?"

Yerim tersenyum tatkala Saeron membalikkan tubuh kebelakang seakan mencari tahu jawaban apa yang hendak ia berikan. "Setiap orang pasti berubah, Seungho-ssi."

Saeron melengkungkan kedua kelopak mata, puas dengan jawaban sahabat yang menurutnya bagus itu.

"Tapi tidak dengan Saeron." Lanjut Yerim yang dihadiahi kerutan pada kening Saeron.

"Nah, kau dengar sendiri kan, sayang?" Timpal Seungho dengan senyum jahilnya.

Saeron menggigit bibir, tampak berpikir tak lama tersenyum. "Yap, aku tidak berubah. Masih sama cantiknya seperti dulu," ia tersenyum manis. "Kau sangat beruntung menikah denganku, Tuan Yoo."

Yerim tertawa kecil melihat Saeron berusaha mencubit tubuh suaminya, baginya pemandangan ini tidak jauh beda ketika ia bersama Pierre danYuke dulu.

"Bagaimana rasanya menjadi suami sahabatku ini, Seungho-ssi?"

Seungho melirik kaca spion tengah, "Saeron maksudnya?"

"Memang kau punya istri mana lagi, oppa?"Jemari Saeron terulur mencubit pipi suaminya.

"Sakit, sayang. Duh!"

"Kau ini kekanakan, Jung Saeron." Lerai Yerim.

Seungho menatap samping sebentar lalu kembali fokus pada kemudinya. "Aku sadar akan menikahi ribuan lebah ketika ingin melamar Saeron," Seungho menggantungkan kalimatnya, diliriknya sang istri yang kali ini lebih tenang meskipun kalimatnya masih saja terdengar mengolok. "Tapi aku mencintainya. Iya itu alasan yang paling tepat."

Mendengar kalimat Seungho mau tidak mau membuat Yerim tertular rona malu Saeron. Ia ingin tertawa namun di sisi lain takjub. Mengapa ada pria seperti Seungho yang sanggup mengatakan cinta di hadapan banyak orang? Jika saja itu Jungkook, hal tersebut tidak akan terwujud, kecuali di pesta pernikahan, mungkin. Hanya sebatas angan Yerim yang mengelebat begitu saja.

"Itu kalimat terindah yang pernah kudengar selama aku mengenalmu, oppa!"

Yerim mengalihkan pandangannya pada jendela samping, entah mengapa dadanya ikut berdegup senang. Lalu ia mulai berpikir jika suatu saat ia ingin seperti Saeron, benar-benar memiliki seseorang untuk mengenggam tangannya nanti di kala suka maupun duka, kelak.

------

Yerim mengamati bangunan restoran beraksen semi kayu di hadapannya. Papan nama bertuliskan La Mainson des Sorcieres terpasang pada gapura menuju halaman yang cukup asri. "Ini restoran Perancis?" Tanyanya kemudian sembari melangkah menuju bangunan lebih dalam lagi.

"Begitulah, tapi pemiliknya warga lokal loh."

"Oh, sangat mirip dengan restoran di Eropa."

"Benarkah?"

Yerim mengangguk sekali lagi, pandangannya tidak luput dari benda-benda yang mengisi ruangan. Kedua kakinya mengikuti ke mana Saeron berjalan, kemudian dilihatnya sahabatnya itu terlebih dahulu duduk pada sebuah bangku di sudut ruangan tepat menghadap teras yang dipenuhi pepohonan yang mulai melepaskan daunnya tertiup angin di awal musim gugur.

Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang