Pernikahan Pierre dihelat dengan cara yang sederhana namun terkesan sakral. Yuke Smith tampak sangat cantik dengan gaun putih elegan membungkus tubuh rampingnya, lalu Pierre yang sengaja menumbuhkan sedikit jambang tampak enggan menanggalkan senyumnya menyambut para kolega dan sahabat serta keluarga yang berjumlah tidak lebih dari dua ratus lima puluh orang. Awan yang menutupi puncak pegunungan Vonje serta langit biru cerah berbalut udara sejuk menjadi latar ikrar nantinya, dan Yerim tidak hentinya-hentinya menganggumi konsep yang diambil pasangan sempurna ini.
"Arah jam delapan, Gezz tampan sekali!"
Yerim menengok ke belakang ketika bisikan demi bisikan tamu perempuan ia dengar. Seorang pria berkebangsaan Perancis berdiri diantara kerumunan, tawa tidak lepas dari wajahnya, berdiri tegap berpenampilan tidak terlalu rapi. Sangat mendekati tipe ideal kebanyakan wanita asing, namun sepertinya tidak bagi Yerim.
"Hei!"
Yerim melengos ketika suara Pierre membuyarkan pengamatannya. "Hem?"
"He doesn't looks like he does." Pierre menjuruskan pandangan pada lelaki yang menjadi pusat perhatian sebagian besar koleganya tersebut, lalu ia beralih menatap wajah Yerim yang dipenuhi tanda tanya.
Kening Yerim mengerut, berusaha menelaah perkataan Pierre. "Kau tidak perlu cemburu Pierre, cukup Yuke bagimu mulai saat ini."
Pierre tergelak, Yerim selalu tahu apa isi kepalanya, ia yang tidak rela kehilangan para fans wanita yang beralih pada sepupunya yang datang dari Paris. "Aku tidak cemburu padanya, tapi yang kukatakan benar."
"Tetap saja menyangkal."
Pierre mengulum senyum, jika Yerim tidak memandang lelaki Perancis ini sebagai sahabatnya, mungkin ia akan sama seperti wanita lain yang menggagumi Pierre from head to toe. "Kau tidak cemburu aku menikah?"
"Maksudmu?"
"Mungkin saja kau kehilanganku?"
Yerim mendesah pelan hingga lelaki di hadapannya mampu membaca isi pikirannya, "Jika boleh jujur, iya aku cemburu."
"Oh?"
"Pada pernikahan indah ini," Yerim tersenyum lembut. "Aku menyukainya."
Pierre bernafas panjang, lalu menepuk pelan punggung sahabatnya. "Aku tahu kau tidak akan cemburu melihat aku menjadi milik wanita lain, namun tidak ada salahnya kau perhatikan sungguh-sungguh perhelatan ini untuk kau tiru kemudian."
Yerim menatap sayu Pierre, ingin sekali ia mengangguk namun sulit. Berada di bawah bayang-bayang Jungkook hingga saat ini terkadang membuatnya mual, mengapa ia harus merasakan hal yang sama seperti dulu ia lalui ketika kehilangan Kang Joon.
"Hei, jangan melamun."
Yerim kembali tersadar, mendorong tubuh Pierre untuk menjauhinya. "Kau suami Yuke sekarang, kurangi skinship-mu untukku."
Pierre meletakkan tangan kanannya pada jemari Yerim, mengamati dari atas hingga bawah penampilan perempuan Korea yang berdiri cukup anggun di hadapannya. Gaun sepanjang lutut berwarna kuning gading dengan ornamen renda di bahu, lalu sepatu berhak lima senti dengan rambut yang digelung rapi bersemat pita berwarna senada menampakkan kecantikan khas musim panas kota Alsace. "Aku yakin dia tidak akan menurunkan kameranya jika melihatmu seperti ini."
"Hem? Siapa?"
Pierre tertawa lagi, membuang nafas panjangnya. "Hah, kalian mungkin memang berjodoh."
Yerim lagi-lagi dibuat penasaran akan kata-kata aneh Pierre akhir-akhir ini, seolah-olah seseorang menunggunya namun tidak terceritakan dengan jelas. Usaha Pierre yang selalu menghalangi dirinya bersahabat dengan pria lain padahal selama ini tidak pernah sekalipun mempergunjingkan hubungan pertemanan Yerim dengan pria manapun, termasuk dengan Lelaki Jeon yang meninggalkannya dua tahun yang lalu. "Aku tidak tertarik dengan kelakarmu, sekarang berhenti menggodaku dan jalankan pernikahan ini. Mengerti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Them - A Short Stories
Fanfiction[Tamat] Ini adalah kumpulan kisah tentang mereka yang mencinta. - Them | Mereka -