Passing By_13

1K 191 59
                                    

Jungkook berdiri dengan rasa percaya diri yang cukup untuk ia perlihatkan kepada banyak orang. Yerim yang masih terlihat kaget hanya berdiri di samping sang kakak yang ikut mengobrol bersama Jungkook. Meskipun terlihat tidak terjadi apa-apa, namun mati-matian Yerim berusaha menata degupan jantungnya.

Demi Tuhan, senyum Jungkook semakin terlihat manis di mata Yerim. Detik demi detik pertemuan keduanya tadi masih terekam jelas di ingatan. Dan saat pintu diketuk seseorang, Yerim melepaskan pelukannya cepat-cepat.

"Sampai kapan kita di sini?" Yerim memalingkan wajah, alih-alih menghindari tatapan Jungkook yang sesekali tertuju padanya.

"Sekarang?" Yoona mengelus puncak kepala Joo Chan.

"Kalau eonni tidak keberatan." Yerim mengangguk, kepalanya yang tadinya terus menerus menunduk akhirnya diangkat saat Yoona membuka suaranya.

"Maafkan saya menyela, Jungkook-ssi, karena hari sepertinya menjelang malam, bisakah kami undur diri?"

Yerim meraih jemari Joo Chan, diselipkannya helain rambut yang menjuntai ke belakang telinga.

"Kita masih bisa bertemu lagi, Rim?"

"Hem?"

"Kami akan pulang dua hari lagi, dia punya cukup waktu untuk mengobrol denganmu," sela Saeron sembari tersenyum manis.

"Baiklah, aku akan menghubungimu lagi nanti. Boleh kan?"

"Iya," lagi-lagi hanya anggukan yang mampu Yerim perlihatkan. Sesampainya di rumah nanti, sepertinya ia akan mencuci mulut dan otak Saeron serta Eulkyung yang mengerjainya.

--------

Satu hal yang disadari Yerim, seberapapun waktu yang mengubah mereka, secara fisik Jungkook masih pria dalam kenangannya.

Pelan-pelan senyum Yerim mengembang tatkala melihat rambut Jungkook tertiup angin dari jendela yang dibukanya. Jungkook bukan lelaki paling tampan yang pernah dilihatnya. Dia tidak memiliki penampilan luar biasa yang bisa membuat mulut menganga, atau lutut para perempuan bergetar lemas saat melihatnya. Namun satu hal yang disukai Yerim, Jungkook memiliki pesona lelaki dewasa yang mapan, yang bisa membuat wanita seperti dirinya membayangkan kemungkinan hidup bersamanya.

Di sudut mata Jungkook terdapat kerutan sedikit, di keningnya juga terlihat kerutan halus menandakan mungkin pemiliknya banyak berpikir. Bibir atasnya lebih tipis dari bibir bawah, dan dari caranya mengatupkan bibir yang masih sama seperti dulu, memberikan kesan dingin bagi keseluruhan penampilannya. Yerim penasaran bagaimana rasanya dicium Jungkook.

Mendadak, wajah Yerim langsung memerah.

"Apa yang kau pikirkan?" Seakan mengerti jika Yerim berbenak, Jungkook menoleh sebentar lalu mengacak pelan surai Yerim.

"Aku tidak sedang berpikir. Fokus, Tuan Jeon."

Jungkook tertawa geli, "Tidak banyak berubah," kepalanya mengangguk-angguk.

"Kenapa harus berubah?"

"Memang aku mengatakan harus berubah?"

Yerim mendengus kecil, "Tidak, hanya saja kau seakan mengatakan aku tidak berubah."

"Tidak ada yang mengharuskanmu berubah, yah kecuali perasaanmu terhadapku yang mungkin bisa berubah."

Kedua alis Yerim beradu, "Aku tidak membencimu, jangan berprasangka."

"Ah, tidak membenciku ya...," Jungkook lagi-lagi tersenyum. "Memang sejak kapan kau menyukaiku?"

"Hei," Yerim protes.

Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang