Rewrite The Stars_09

461 175 44
                                    

((Play Mulmed))

..

Ada wajah Anastasia di dalam laptop yang kini tengah dihadapi oleh Qori. Ketika memperlihatkan sketsa yang dibuat, Qori baru menyadari jika bakat adik kelasnya itu lumayan juga. Meski iapun juga pintar menggambar, namun hasratnya lebih besar pada desain digital, itulah mengapa ia belajar mati-matian supaya bisa diterima di ITB. Ayah dan Ibunya tidak keberatan, tidak ada yang mengharuskan Qori memilih jalur seperti Sang Ayah, selama ilmu agamanya diterapkan dengan sangat baik, tidak ada yang harus dikuatirkan. Qori tumbuh dengan cukup baik dalam menjalani masa remaja, hal yang bagus jika sedari dini tahu apa keinginan di masa depan.

Lumayan juga bakatnya. Qori memperbesar sketsa milik Anastasia, lalu setelah puas mengamati satu per satu detail sketsa, ia menormalkan kembali gambar.

Senyum malu-malu Anastasia. Tiba-tiba Qori ingin mengedit video di mana ada gadis itu di sana. Tidak ada maksud apa-apa sih, dia hanya ingin menyalurkan idenya. Karena video untuk ditampilkan di acara pensi sudah sampai pada tahap finishing yang dilakukan oleh Ganesha, waktu Qori sedikit lebih banyak.

Grogi banget. Qori tersenyum saat mendengar suara Anastasia mengatakan selamat atas kelulusan dirinya. Kekikukan adik kelasnya itu tidak bisa disembunyikan.

Berkedip sekali, senyum enggan beralih dari wajah Qori ketika dalam waktu lima detik Anastasia terdiam dengan raut berpikir keras menghadap kamera. Tanpa disadari mungkin mulai saat itu, Qori mulai tertarik dengan pribadi Anastasia.

"Mas Qorik."

"Hem?" Qori menoleh ke belakang saat pintu kamarnya dibuka oleh Aisyah.

"Jamaah yuk, kata Ayah Mas Qori yang jadi imam."

Qori menatap jam dinding, sebentar lagi maghrib tiba, seperti biasa ia kebagian tugas menjadi imam di rumah ketika Ayah tidak melaksanakan shalat di masjid. "Kamu udah wudhu?"

"Belum." Aisyah yang memiliki sepasang mata jernih mengamati laptop yang masih menampakkan video Anastasia. "Itu siapa?"

"Temennya Mas."

"Cantik ya." Anak kecil adalah mahluk yang penuh kejujuran. Sepertinya Qori setuju kali ini, terbukti dengan ia mengulum senyum ketika menutup laptop, dia tidak mau Aisyah bertanya macam-macam dan melaporkan pada orang tua mereka.

"Ayo ke mushola."

"Namanya siapa?" Aisyah merasakan punggungnya didorong keluar dari kamar sang kakak.

"Maryam." Qori lebih senang menyebut Anastasia dengan nama itu, dia tahu nama panjang adik kelasnya tersebut, Anastasia Edenia Maryam. Bukan Maria, melainkan Maryam.

Aisyah berkedip takjub. "Maryam, surat ke sembilan belas dalam Al Qur'an, iya kan?"

Qori mengangguk, "gak usah nanya lagi, cepetan ke bawah."

..

Dunia seakan runtuh bagi Anastasia saat tahu orang tua yang sangat ia sayangi terbaring lemah di ruang ICU Rumah Sakit Kariadi. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain berdoa sepanjang hari demi kesadaran sang ibu. Andrean terlihat lelah karena dari pagi tidak sempat makan.

Semua bermula dari kegiatan gereja yang mereka ikuti pagi tadi. Mama sempat mengeluh pusing memang, tapi tetap memaksa untuk pergi. Anastasia yang belum memiliki SIM terpaksa mengemudikan mobil, untungnya hari libur jadi tidak ada polisi yang melakukan patroli.

Sesampainya di gereja, Mama langsung mengambil tempat duduk yang berada di urutan paling belakang. Katanya supaya mudah menuju pintu keluar kalau kenapa-kenapa. Dan ternyata kekuatiran Anastasia terbukti, Mamanya pingsan saat akan berdiri menyanyikan kidung. Spontan orang-orang yang ada di dalam ruangan langsung menoleh ke belakang saat mendengar kasak kusuk dan suara cukup kencang Andrean minta bantuan membopong sang ibu. Mereka diantar menuju UGD oleh Pak Daniel.

Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang