Rewrite The Stars_15

502 155 19
                                    

((Play Mulmed))

..

Sepeninggal Qori, hidup Anastasia tidak lagi berwarna seperti saat itu. Meski dirinya tidak berani berharap lebih, tapi kehadiran kakak kelasnya di liburan Natal tahun kemarin cukup membekas di dalam ingatan Anastasia.

Kira-kira yang dikatakan Qori benar atau tidak? Apa Anastasia akan mendapatkan kado istimewa di usianya ketujuh belas? Kalau dihitung-hitung, tanggal lima Maret itu empat hari lagi dari hari ini.

Ingin berharap tapi takut kecewa, Anastasia bukan siapa-siapa bagi Qori. Kalau tidak berharap, hati rasanya tidak rela kalau kado ulang tahunnya biasa saja. Ah, seandainya Tuhan mengijinkan Mama kembali seperti sedia kala, mungkin Anastasia akan senang hati merayakan usia emas anak remaja pada masanya tersebut. Namun penyesalan itu berusaha dibuang jauh, gadis itu tidak mau menampakkan kesedihan. Sikap euphoria tidak pernah diajarkan Mama, kesederhanaan dalam ajaran Tuhanlah yang selalu ditanamkan di setiap hela nafasnya.

"Itu Mas Nathan, Mbak."

Andrean menyenggol lengan sang kakak, ditatapnya Nathan yang berjalan dengan wajah menunduk. Anastasia mengangkat tangan kanan supaya Nathan mengambil duduk di sampingnya, namun sepertinya sahabatnya itu tidak tahu.

"Nathan!" Anastasia berdiri, acara ibadah segera dimulai. Pemuda itu mengangkat wajah, lalu mereka saling pandang. Bukannya menuruti keinginan Anastasia, Nathan justru duduk di deretan kursi paling belakang.

"Sini, masih kosong." Anastasia memberi isyarat dengan tangan karena malu kalau harus berteriak lagi.

Nathan menggeleng, dia mengibaskan tangan tanda menolak ajakan Anastasia.

Wajahnya kenapa? Anastasia yang memakai kacamata minus masih bisa melihat jelas ceruk wajah yang tertekuk, tidak seperti Nathan yang biasanya ceria. Gadis itu memutuskan untuk kembali duduk setelah tidak ada lagi respon dari Nathan. Sahabatnya itu menunduk pada al kitab yang dibawa.

"Kosong, Nak?"

Anastasia segera mengangguk saat sepasang lansia meminta tempat duduk di sampingnya. "Iya, silakan, Eyang."

"Terima kasih."

Anastasia membetulkan posisi duduk, ia merasakan Andrean menjawil lengannya.

"Mas Nathan di mana?"

"Belakang, gak mau duduk sini." Anastasia sempat menengok lagi ke belakang, memastikan kalau Nathan masih berada di sana. Papa sama Mamanya gak keliatan, dia datang sendiri? Batin Anastasia.

..

Nathan menghilang. Anastasia tidak menemukan sahabatnya itu ketika jemaat selesai melakukan ibadat. Anastasia dan Andrean menunggu ruangan lega untuk bisa mendorong kursi roda Mama. Tante Lucy terlihat mengobrol dengan Om Daniel, sedangkan Andrean sibuk dengan game di dalam ponselnya.

"Mama laper gak?"

"Iya." Mama mengangguk.

"Mama mau makan apa?" Anastasia duduk di samping sang ibu, namun pandangannya beredar ke segala penjuru halaman gereja.

"Na ––than?" Mama sepertinya sadar kalau tidak melihat pemuda tersebut.

"Gak tau, tadi duduk di belakang, sekarang malah ilang...," Anastasia menghela nafas panjang. Apa benar kekuatiran yang sempat dikatakan Chika? Apa Nathan ada masalah di rumah? Kalau iya, apa masalahnya?

-------

Try out pertama.

Anastasia telah duduk di bangku dengan seperangkat alat tulis. Nathan dan Chika tidak duduk bersama, Nathan memilih duduk di samping Edo yang memang tidak memiliki teman sebangku karena bangku ditambah satu lagi. Karena penasaran atas sikap Nathan yang sangat anteng –ini seperti bukan Nathan, Anastasia memutar tubuh ke bangku belakang.

Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang