"Pernah dirias jam segini gak, Mbak?" Waktu menunjukkan pukul sebelas malam ketika Arumi sibuk mempercantik kliennya yang akan menjadi pengantin tiga minggu lagi.
"Baru kali ini dirias malem banget, ntar kalau ngantuk gimana dong?"
"Tenang, riasan saya tahan guncangan, tahan air, tahan badai."
Sembari mengepak baju ke dalam koper kecil, Rei melirik sebentar penampilan calon pengantin wanita yang terlihat lebih muda ketika dipolesi make up kekinian.
"Cantik banget kayak boneka loh!" Puji Arumi.
"Masak sih? Kan jadi malu saya," si calon pengantin tersipu.
Rei tersenyum mendengar respon dari kliennya Arumi. Omong-omong, dia sedang membantu sepupunya itu bekerja. Tugasnya sederhana, menjadi tim stylis yang akan membantu mengenakan baju klien dan membetulkan sesuai keinginan fotografer saat di puncak nanti. Dan itu lima jam dari sekarang.
"Di sini aja dinginnya kayak gini, gimana di atas coba?" Obrolan berlanjut.
Rei menatap jendela kamar tempat mereka menginap, di luar sana masih ada beberapa personil pria sedang menyiapkan peralatan yang akan dibawa ke atas. Merapatkan jaket, ia berjalan menuju pintu dan membukanya perlahan.
"Loh belum tidur, Rei?" sapa salah satunya.
"Dingin banget, Bang. Hidungku bumpet," Rei sudah bersin berkali-kali sejak menginjakkan kaki di villa tempat mereka bermalam.
"Ada jahe anget tuh, Rindang yang bikin."
"Mana?" bahkan ketika telapak kaki berbalut kaos kaki tebal menyentuh ubin luar, dinginnya masih terasa.
"Dang, jahemu masih ada?"
Rindang menoleh ke sumber suara, "ada tapi udah gak panas." Pria itu melihat Rei berjalan ke arahnya, "mau apa?"
"Jahe," Rei melihat ujung hidung Rindang mirip seperti miliknya, kemerahan.
"Udah dingin," fokus Rindang kembali ke tripod.
"Kupanasin lagi, ini ya?" Rei menunjuk teko berisi setengah cairan yang beraroma jahe.
"Kompornya di sana," Rindang menunjuk ke arah dapur, "bisa pake kompor?"
Rei mengangguk, "di sana ya?" ia sedikit ragu karena lorong menuju dapur lumayan sepi. Beberapa detik gadis itu menimbang tanpa sadar kalau Rindang juga paham isi pikirannya.
"Sini, biar aku aja," dari arah belakang, Rindang mengambil teko dari jemari Rei.
"Aku aja gak apa-apa, Kak. Kan yang pengen aku," Rei menyusul langkah Rindang. Setelah berjam-jam bersama dalam satu mobil, baru kali ini Rindang dan Rei kembali berbicara. Sepertinya Rindang sangat cocok dengan Bromo, sama-sama dingin.
Rindang meletakkan teko di atas tungku, lalu dinyalakannya kompor. Kedua telapak tangan diusapkan di depan kompor, lumayan apinya bisa sedikit menghangatkan.
"Kak Rindang."
"Hm?"
"Kakak gak suka aku ikut?"
"Enggak."
"Enggak gak suka, apa enggak gak apa-apa?"
Rindang tidak menjawab, dia masih menganggap Rei seperti anak kecil yang merepotkan jika diajak pergi, apalagi dengan kondisi medan dan cuaca seperti di Bromo. Walaupun faktanya, sedari mereka berangkat dari Bandung dan sampai di sini, tidak sekalipun ia mendengar Rei mengeluh.
Paham jika Rindang sedang malas mengobrol, Rei memilih untuk jongkok di sudut ruangan seperti anak kecil dikenai hukuman. Dilihatnya api kompor berwarna biru mulai membuat isi teko menguap. Mereka menghabiskan waktu berdua tanpa bercakap, sebagai pribadi ekstrovert, Rei sedang berperang dengan isi pikirannya sendiri untuk tidak menanyakan apapun ke Rindang.
![](https://img.wattpad.com/cover/135947736-288-k22578.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Them - A Short Stories
Fanfiction[Tamat] Ini adalah kumpulan kisah tentang mereka yang mencinta. - Them | Mereka -