Siang itu Anastasia tampak bersandar pada pintu kelas ketika Nathan bersiap untuk bermain basket di lapangan sekolah.
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Semarang. Bangunan tua yang terawat dengan baik itu menjadi saksi murid-murid basket berprestasi berlatih menghadapi turnamen antar sekolah tingkat provinsi.
"Kamu mau di sini aja, Nas?" Kata Nathan seraya mengamati teman sekelasnya lekat-lekat.
"Gak ah, bikin tambah item kayak kamu."
"Halah ngece." Nathan menunduk untuk membetulkan tali sepatu yang kendur.
Anastasia mengangkat pantat hingga duduk di atas meja paling depan. "Tuh Angga udah manggil."
Nathan segera bergegas meninggalkan kelas ketika suara Angga menggema di lorong kelas. Mata Anastasia mengikuti pemuda itu hingga akhirnya berhenti pada satu sosok yang berjalan menuju lorong deretan kelas tiga.
"Namanya siapa ya?" Anastasia bergumam kecil. Chika pernah memberitahunya kalau mau pesan barang apa saja bisa lewat kakak satu tingkat di atas mereka.
Omong-omong bulan Februari ini jelang para kakak kelas menuju ujian akhir menuju kelulusan. Ini tahun 2008, Anastasia rasanya tidak sabar segera menyusul lulus dari sekolah tahun depan, dia mengincar beasiswa di Jepang, gadis itu sangat suka menggambar. Obsesi terbesarnya menjadi seorang animator, bahkan yang lebih gila, dia ingin suatu saat mengunjungi studio Ghibli.
Kembali lagi ke sosok kakak kelas. Karena penasaran, Anastasia menurunkan dua kaki lantas berjalan cepat mengikuti seniornya yang tanpa diduga malah berhenti ketika melihat seekor kucing.
Mau ngapain? Batin gadis itu. Lalu dua matanya membulat saat kakak kelasnya itu mengambil sang kucing lalu memilih duduk di sisi koridor menghadap lapangan tengah yang cukup luas.
"Rik!"
Ada perempuan menyapa, lalu keduanya berbicara sebentar. Berhubung sedang menjadi stalker, Anastasia memilih untuk melipir di balik pilar. Menimbang, perlu tidak ya dia mengecek? Kadar keingintahuannya tinggi sekali karena Chika yang terlalu mengaggungkan senior yang Anastasia lupa namanya.
"Duluan ya! Cepetan pulang, mendung loh!"
"Mendung gak berarti hujan, Fa."
"Terserah deh, aku pulang."
Senior itu membalas lambaian tangan. Tanpa disadari, pandangannya berakhir pada Anastasia yang ketahuan berkedip melihatnya.
Untuk sesaat mata mereka bertemu, hingga pemuda itu akhirnya mengalah dengan menunduk. Anastasia tiba-tiba membatu, tidak tahu harus bagaimana.
"Qori! Dicariin Pak Husni. Ditunggu di masjid, cepetan."
Anastasia dengar, sangat jelas. Panggilannya Kori? Nama yang aneh. Ia buru-buru mengalihkan pandangan saat seniornya sempat menatap lagi, kemudian menghilang saat Anastasia menoleh ke arah semula.
"Woi! Nglamun!"
Anastasia kaget saat menerima tepukan dari biang kerok rasa penasarannya. "Kaget, Chik!"
"Ngapain sih? Tadi tak cari di kelas, eh malah di sini."
Anastasia berdecak kecil, "pulang yuk, mau hujan."
"Eh bentar aku nyari Mas Qori dulu."
"Kori?"
Chika mengangguk, "liat gak?"
"Namanya aneh, yang tukang jualan macem-macem itu kan?"
Chika mengangguk. "Qori, Nas. Namanya pakai huruf Qi, QORI. Qori Al Kautsar lengkapnya."
"Oh...," Anastasia manggut-manggut.
"Artinya pembaca di dalam agama Islam, tapi pembaca Al Qur'an, kebetulan masih ketua Rohis, belum ada yang gantiin." Chika menjelaskan pada sang sahabat yang tidak punya pengetahuan soal Islam.
"Mirip namaku, Eden tapi harusnya dibaca Iden ya."
"Yap, Anastasia Eden. Namamu udah kayak orang bule aja."
Anastasia tertawa, "lha namamu artinya apa, Chik?"
Anastasia merangkul lengan Chika yang lebih tinggi darinya. Mereka kembali ke kelas untuk mengambil tas, mungkin lain kali saja Anastasia menyapa Qori. Dia bahkan lupa cerita kalau baru saja menguntit senior yang dimaksud Chika.
Sudahlah, gak usah bilang Chika. Ntar malah gak pulang-pulang, nyarinya besok aja.
Omong-omong, Anastasia ingin pesan sesuatu, kira-kira seniornya itu bisa mencarikan tidak ya?
Ann.
Tiap part kurang dari 1000 words. Konten islami, mohon pengertiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Them - A Short Stories
Fanfiction[Tamat] Ini adalah kumpulan kisah tentang mereka yang mencinta. - Them | Mereka -