Semua bermula pada sebuah bangku yang tidak sengaja diduduki, lalu berakhir pada sebuah pertemanan yang berjalan mulus. Pada hari pertama Anastasia memasuki kelas pertamanya di awal kelas dua, ia duduk di salah satu bangku paling depan yang kosong. Beberapa murid masuk ke dalam kelas tanpa menyapanya –karena ia anak baru, mereka juga rata-rata hasil kocokan kelas para guru. Jadi dimaklumi jika kesannya sangat canggung dan tidak kenal Anastasia. Bahkan beberapa diantara teman barunya tidak melirik sama sekali, membuat perempuan itu merasa asing dan bertanya dalam hati, apakah ia bisa menjalani kehidupan seperti ini setiap harinya.
Dan, tepat pada saat itu muncullah sepasang laki-laki dan perempuan yang duduk di belakang Anastasia. Perempuan itu berpostur tinggi, rambut hitamnya sebahu terurai menutupi pipi. Ia menyapa Anastasia lalu mengatakan namanya Chika Mahesti Putri. Lalu di sebelahnya –dengan penampilan rapi dan wangi, ada Nathaniel Adrian yang mengaku sebagai anak basket.
Sejak itu, Nathan dan Chika menjadi teman mengobrol Anastasia, bahkan untuk berlajar kelompokpun, Chika selalu bersama Anastasia karena kedekatan abjad nama keduanya. Kalau Nathan terlalu jauh, maka dari itu lebih sering terpisah kalau belajar kelompok.
"Nas, gambarin aku dong pas lagi main basket."
"Buat apa?"
"Ya buat kupajanglah di kamar, tapi yang bagus, kayak di komik Slam Dunk."
Mata Anastasia menyipit melihat tingkah Nathan yang sok keren. Padahal memang iya sih, dia sering mendengar adik kelas mereka memuji postur dan paras Nathan yang di atas rata-rata. Bahkan ada yang pernah mendekati Anastasia hanya untuk mengirimkan surat pada Nathan.
"Pas drible, apa pas ngeshoot, yang mana aja deh."
"Halah, biar apa sih minta digambarin gitu?"
"Dibilang buat pajangan," Nathan mendekati Anastasia yang masih sibuk mengorat-oret buku tulis yang Nathan yakin sudah banyak sekali gambar manusia di sana. Tidak ada pergerakan, pemuda itu masih diam duduk di atas meja yang dipunggungi oleh Anastasia. Alisnya berkerut saat mencoba mengenali goresan sahabatnya. "Nggambar apa, Nas?"
"Um?" Anastasia segera menutup buku saat sadar kalau diamnya Nathan itu sedang mengamatinya. Dia kira Nathan sudah pergi. "Gak ada."
"Masak sih?" Nathan berusaha membuka buku tulis Anastasia.
"Apa sih ah," Anastasia segera memasukkan buku kesayangannya ke dalam tas, tak lama bel tanda masuk jam keempat berbunyi.
Hampir aja, Anastasia mendengus pelan. Kalau diingat lagi, sepertinya ia salah langkah tadi pagi. Kenapa perkenalan mereka secanggung itu sih?
..
"Mas Qori ya?"
"Iya."
"Mas yang jualan macem-macem itu kan?"
"Ha?"
"Saya boleh pesen?"
Yang diajak bicara hanya mengerjap, murid-murid sudah berlarian menuju kelas, malah ia dihadang di koridor menuju kelas, oleh perempuan yang tidak dikenal pula. Meski Qori tahu perempuan mungil di hadapannya itu adik kelas. "Kamu tahunya aku jualan apa?"
"Saya mau pesen rosario, bisa?"
Qori terdiam, diamatinya lekat-lekat wajah Anastasia. "Aku muslim."
Anastasia tidak mengerti, seharusnya kan tidak pandang muslim atau tidak, Qori bisa mencarikan yang dia mau, katanya bisa mengabulkan permintaan apa saja. "Saya bayar kok, harganya gak jadi masalah. Tapi bentuknya khusus, saya udah nyari ke mana-mana tapi gak ketemu."
"Bukan itu, tapi saya gak jualan rosario."
"Loh kenapa enggak? Katanya Chika bisa nyariin barang apa aja."
"Chika siapa?"
Bel tanda masuk berbunyi, membuat semua murid buru-buru memasuki kelas. Menyisakan Qori yang terdiam menatap kepergian Anastasia. Di genggamannya sudah ada uang seratus ribu rupiah dan satu lembar kertas dengan gambar mirip tasbih beserta tanda salib –pemberian gadis itu.
"Kok maksa?" Qori berdecak pelan, "kelas berapa sih?" Lalu ia berbalik badan untuk menyusul teman-teman yang telah lengkap di dalam kelas. "Mau nyari di mana coba?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Them - A Short Stories
Fiksi Penggemar[Tamat] Ini adalah kumpulan kisah tentang mereka yang mencinta. - Them | Mereka -