Rewrite The Stars_12

489 160 28
                                    

((Play Mulmed))

..

Natal tahun ini merupakan Natal yang paling Anastasia syukuri. Mama mampu menggerakkan tubuh bagian kiri, meski masih memakai kursi roda akibat serangan stroke enam bulan yang lalu, kegigihan orang tua yang sangat disayangi Anastasia dan Andrean itu patut diacungi jempol.

"Selamat Natal, Mamaku sayang!" Anastasia memeluk erat tubuh Mama diikuti sang adik. Bersama Tante Lucy, mereka memanjatkan doa di pagi hari tepat di tanggal dua puluh lima bulan Desember 2008 setelah semalam menjalani Misa di Gereja.

Anastasia menangis semalam, tahun depan ia akan menjalani ujian akhir nasional. Itu artinya, langkahnya kian dekat untuk mewujudkan cita-citanya sebagai animator. Namun kenyataan yang sekarang ia hadapi, kondisi Mama tidak mungkin ditinggalkan begitu saja. Andrean masih kelas dua SMP, masih butuh banyak bimbingan dan nasehat. Sebagai anak Sulung yang menjadi panutan adik, Anastasia seharusnya tetap di sisi Mama.

Menatap layar laptop, ia ingin mendaftar beasiswa yang ditawarkan di Amerika, namun rasanya berat untuk mengetikkan biodata. Anastasia mengalami dilema, ia ingin mewujudkan keinginannya, namun tidak boleh egois di saat yang bersamaan. Kata Tante Lucy, kalau dirinya mengambil kuliah di Semarang, akan lebih mudah mengelola minimarket dan restoran Mama. Bagaimanapun roda ekonomi keluarga akan menjadi tanggung jawab Anastasia nantinya.

Akhirnya setelah berusaha berpikir jernih, Anastasia mengakhiri impiannya malam itu sebelum berangkat menuju Gereja. Dalam benaknya, Tuhan Maha Baik, Maha Tahu apa yang dibutuhkan umat-Nya.

"Mama mau makan apa? Anas suapin."

Tangan kanan Mama meraih pipi sang putri, dielusnya hingga tidak terasa meneteskan air mata.

"Mama kuat, Anas juga kuat. Ya, Ma?" Anastasia mengelus punggung tangan Mama. Ia kemudian tersenyum sembari mencium setiap jengkal telapak tangan Mama yang ia genggam.

"Ma, sa ––yang, A ––nas," ucap Mama dengan terbata.

"Iya, Anas tahu." Anastasia memperlihatkan senyum, diseka air mata yang mengotori sudut mata sang ibu. "Mama harus sehat, buat Anas sama adek."

..

"Kenapa malah ke sini?"

Nathan mengacuhkan perkataan Chika ketika sahabatnya itu protes. Seharusnya Nathan berada bersama keluarganya saat ini untuk merayakan Natal, bukannya berkunjung ke rumah Chika dengan membawa cokelat, banyak pula. Niat terselubungnya jangan-jangan ingin membuat tubuh Chika menggelembung.

"Nathan?"

"Keluar yuk." Nathan dengan gaya selengekan berbicara tanpa menatap lawan bicara. Pohon belimbing di halaman depan sepertinya lebih menarik daripada melihat wajah cemberut Chika.

"Keluar? Ngapain?"

Nathan memutari tubuh Chika, lalu berhenti di hadapan gadis itu. "Aku lagi bosen belajar. Pengen pacaran aja."

"Libur gini mana ada kamu mau belajar? Lagian ngapain mau pacaran malah ke sini?" Chika bersedekap, ditatapnya deretan rapi gigi Nathan.

"Kita udah lama gak keluar bareng, Chik."

"Kamu harusnya ke rumah Anas, bukan ke rumahku."

"Gak ada keharusan aku ke sana."

"Ya harus dong, kalian kan sedang merayakan hari besar. Aku juga biasanya gitu kalau lebaran, mengunjungi sodara."

"Udah ketemu tadi malam di gereja, masak ketemu lagi. Bosen."

"Gak boleh gitu..," belum selesai Chika berkata, tangan Nathan terangkat.

Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang