Bintang Kejora [5]

951 227 45
                                    

Senja menyapa, Lintang menikmati angin yang menerpa wajah. Masih menjaga tubuh Sa Biru yang berada diantara tubuhnya dan punggung Omar, Lintang sempat tersenyum ketika pandangannya sempat tengadah ke awan-awan.

Dia menyukainya, saat-saat di mana angin memainkan surainya, di saat cahaya oranye di ufuk barat mulai tampak semakin lebar. Sudah mirip syuting video klip saja. Astaga!

"Tan."

"Apa?"

"Tumben gak ada suaranya dari tadi."

Lintang cemberut setelah tadi pasang wajah bahagia mirip bintang iklan shampo. "Basi ah ngomongnya."

Omar tersenyum hingga Lintang bisa melihatnya lewat spion. Gak usah senyum-senyum kenapa? Membuat gadis itu buang muka.

"Om!"

"Iya?"

"Besok renang yuk!"

"Renang? Genta emang bisa renang?"

Si Bocah Laki-laki mengangguk, "renang aku digendong Papa."

"Kok digendong?"

"Kata Papa biar gak kemasukan air mulutku, Om."

Tanpa disadari, Lintang menyimak obrolan Om dan keponakan. Laju motor di angka 30km/jam, lambat sambil menikmati suasana sore. Lintang rasa tidak apa memutari komplek lain yang masih dalam masa pembangunan oleh perusahaan developer.

"Om!"

"Hem?"

"Mau ya renang."

"Nanti kalau diijinin Papamu."

"Kalau enggak main kran aja!"

"Maunya main air kamu, Gen."

Genta mengangguk seraya tertawa lepas. "Aku suka maen aiiir!"

Anak-anak emang sukanya keceh. Untung Sa Biru tidak dengar tadi. "Om." Kini ganti Lintang bersuara.

"Iya?"

"Dek Sa ngantuk, bisa lebih cepet balik rumah?"

Omar mengerti, segera ia lajukan lebih cepat menuju komplek rumah milik Sang Kakak. "Pegangin Dek Sa, Tan."

"Udah."

Omar merasakan sisi kanan dan kiri tubuh terasa lebih berat. Rupanya jemari Lintang memegang kaosnya. Gadis itu masih memikirkan keselamatan juga ternyata.

"Tan."

"Iya?"

"Ntar malam ngapain?"

Lintang menunduk membenarkan letak duduk Sa Biru. "Ngapain nanya-nanya?"

"Emang gak boleh?"

"Enggak."

"Kenapa?"

"Om sksd banget."

Omar malah tertawa, Lintang selalu punya jawaban jutek yang jatuhnya membuat Omar geli. Dia udah mirip om-om yang ngecengin anak SMP saja rasanya. "Kamu yang kegeeran kali."

"Enggaklah, Om tu sukanya nanya gak jelas."

"Emang bagian mana ngomongku yang gak jelas?"

Lintang mengedikan bahu, "tauk ah."

Omar tersenyum lagi sampai giginya kering. "Kamu lucu, Tan."

"Sama Sule lucuan siapa, Om?"

"Lucuan kamulah."

Ye, malah dijawab. Lintang ngedumel dalam hati. "Om gak lucu loh! Garing."

"Ya emang gak lucu, orang ganteng banyak gak lucunya sih."

Ya Salam! Lintang dalam hati ngelus dada. "Pedenyaaa!"

"Om Omar ganteng gak, Genta?"

"Ganteng!"

Eh? Mata Lintang membulat, "yang udah dibeliin es krim ya bilang gantenglah."

"Anak kecil itu jujur, Tan." Omar menghentikan motor tatkala sampai di depan pagar rumah Dhamar. "Ati-ati turunnya, kaki dulu."

"Maunya kepala dulu yang turun, Om. Tapi susah."

"Lah sejak kapan kamu jadi pemain sirkus, Tan?"

Ish! Ni orang ngeselin sumpah! Lintang segera menggendong Sa Biru, dua tangan batita itu mengalung di leher Lintang. "Om tu ya nyebelin banget."

"Ngambek?"

Lintang menggeleng.

"Ntar manisnya berkurang loh."

Lintang berdecak, "gak mempan dirayu aku tuh."

"Menurutmu itu ngrayu?" Kini dua mata Omar menatap gemas Lintang. Kenapa jadi menyenangkan sih menggoda Lintang?

"Ga usah lempar kode deh, aku lagi tutup hati buat para lelaki."

"Ha?" Omar kaget, "emang dari kemarin kebuka?"

"Iih! Om kok tambah nyebelin sih!" Lintang mendorong lengan Omar, untung laki-laki itu cukup kuat menahan keseimbangan motor.

"Kalau patah hati jangan kelamaan, masih banyak cem-ceman di luar sana."

"Bahasanya ya ampun!"

Omar tertawa lagi, memperlihatkan deretan giginya yang rapi. "Udah mau maghrib, nanti Dek Sa dibangunin."

Lintang mengusap surai belakang keponakannya. "Pulang sana!"

"Malah ngusir." Omar berdecak pelan. "Salim dulu sama Tante Lintang."

Bocah laki-laki yang sibuk dengan lolipop mengulurkan tangan ke Lintang. Salimnya ditempelkan di bibirnya yang basah.

"Aku masuk ya. Dah Kak Genta!"

"Dah Tanteee!"

Omnya gak dipamitin. Omar mengulas senyum. "Lintang." Panggilnya tiba-tiba menyebut nama.

"Iya? Lintang mau tidak mau berbalik dengan Sa Biru dalam dekapan saat namanya terucap.

"Habis ini kita jalan."

"Ha?" Lintang mengerjap, "kok?"

"Jamaah di masjid, nanti kujemput."

"Kenapa?"

"Banyakin numpuk pahala. Lumayan biar pikiranmu gak ngambek mulu."

"Mulai deh!"

Omar tertawa lagi. "Masuk rumah, nanti berangkat bareng. Assalamu'alaikum!"

Belum sempat Lintang mengiyakan, Omar sudah memutar motor menjauh dari rumah Dhamar. Menyisakan Lintang yang keheranan.

Masih ada ya cowok ngajak shalat jamaahnya di masjid? Kenapa Lintang merasa de ja vu? Seperti saat ia kecil dulu dipaksa Dhamar tarawihan di masjid.

"Lintang."

"Iya, Mbak?"

"Ngapain di luar?"

Mengerjap pelan, sudut bibir Lintang tertarik ke atas. Aku mikir apa sih ah!



Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang