Rewrite The Stars_13

524 160 43
                                    

Sebelumnya saya mengucapkan Taqaballahu Minna Wa Minkum, Taqabbal Ya Karim. Minal Aidzin wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Bathin atas segala kesalahan. Happy Ied Mubarrak everyone!!

((Play Mulmed))

..

Jam menunjukkan angka dua lebih sebelas menit saat mata Anastasia menemukan Qori yang berdiri bersandar menatapnya. Ia melepas earphone ketika bibir kakak kelasnya itu bergerak dengan tangan yang mengisyaratkan untuk tidak lagi mendengarkan lagu yang diputar di dalam ponsel.

Anastasia tidak punya maksud untuk melamun di sini, namun tadi ia memutuskan untuk berhenti sejenak menikmati hawa sejuk yang dibawa oleh mendung. Angin menyapa wajahnya, membawa pikiran Anastasia melayang pada saat-saat dulu ia menikmati bagaimana merajut cita-cita setiap menit lewat goresan pensil di atas buku gambar yang selalu ia bawa di manapun berada. Dan tempat yang ia duduki sekarang merupakan salah satu tempat favorit saat pikirannya mengelana, membubuhkan imajinasi yang termanifestasi dalam bentuk sketsa. Ia bisa bercerita banyak hal, bahkan hal-hal yang tidak bisa ia ceritakan pada sesamanya.

Kini tanpa pensil dan buku gambar, ia kembali dipertemukan dengan Qori. Pemuda yang tidak pernah ia lihat enam bulan terakhir. Hanya video saja yang membuat hatinya resah saat itu, namun seiring dengan berjalannya waktu -karena banyak yang harus gadis itu pikirkan untuk masa depannya bersama adik dan Mama, Anastasia mampu menyingkirkan sejenak angannya tentang Qori.

Tapi itu semua lenyap seketika saat kakak kelasnya itu kembali hadir.

Rambut hitamnya sedikit lebih gondrong, masih sama tidak rapinya seperti dahulu. Jaket hodie membungkus tubuh yang dalam penglihatan Anastasia semakin tinggi. Bersneakers, melipat tangan di depan dada seraya menyunggingkan senyum meski tidak banyak. Ingatkan gadis itu untuk bisa tetap bernafas normal, karena seorang Qori Al Kautsar sedang menatap lekat hingga menembus relung hatinya tanpa ampun.

"Hai."

Anastasia mengambil nafas panjang, dihembuskan perlahan sebelum ia membalas sapaan Qori. "Hai, Mas."

Waktu tidak berhenti, ia tetap berjalan mengikuti setiap ketukan bulir hujan yang turun saling berebutan menyentuh bumi. Anastasia melihat Qori beranjak dari tempat semula untuk mengikis jarak mereka.

"Kenapa belum pulang?" Qori mengambil posisi di samping kiri Anastasia. "Kebiasanmu masih sama ya?"

"Enggak." Anastasia menggeleng, "mau pulang tapi hujan..," katanya berdalih, namun tatapan matanya mampu membalas netra kecokelatan Qori yang memandangnya saat ini.

Kamu di sini bahkan sebelum hujan turun, Nas. Qori menelengkan kepala lalu beralih menatap lapangan yang kini telah basah sempurna. Gerimis membuat panas menghilang entah ke mana. Bau petrikor membuat hatinya menjadi tenang. "Mamamu gimana?"

Mengamati wajah Qori sedekat ini, hanya berdua, Anastasia sadar jika semesta sedang mempermainkan hatinya. "Mama sehat."

"Sudah banyak kemajuan?" Kini Qori kembali menatap Anastasia.

Anastasia mengangguk pelan, "lumayan...."

"Alhamdulillah."

"Iya, Alhamdulillah." Anastasia mulai terbiasa mengatakannya karena selama Nenek berada di Semarang sering mengucap demikian, apapun di setiap perilaku selalu ada kata Basmalah dan Alhamdulillah. Entah mengapa ketika Anastasia mengucapkannya, ada kelegaan yang menular dari Nenek.

"Buku gambarmu?" Qori menunjuk pada tas ransel.

Anastasia buru-buru menggeleng, "udah gak pernah nggambar."

Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang