Bagi Dew, setiap musimnya bersama anak-anak membuat hatinya senang. Meski menghadapi mereka tidak mudah, tapi ada banyak hal menarik yang ia dapatkan setiap kali mereka berkumpul. Misal, kebiasaan Nina mengusap kuku teman-temannya dengan tisu basah yang ia bawa dari rumah. Lalu Jordan yang mengedipkan mata saat malu-malu dan bernyanyi paling lantang di pelajaran seni musik. Atau Peter Junior yang tidak bisa diam selama di dalam kelas, memberikan banyak pertanyaan yang sering merepotkan Dew.
Anak-anak. Dew menyukai mereka, mulai dari rambut yang halus, keriting, kaku hingga cara memakai baju dengan warna imut. Cara makan belepotan yang lama-lama rapi saat mereka mendengar arahannya. Serta yang utama, raut berbeda-beda saat memasuki gerbang sekolah. Ada yang senang, ada yang takut, ada yang datar biasa saja, malah ada yang berbalik minta pulang ke rumah. Di situ peran para guru, membujuk sampai berhasil. Kadang Dew menjemput sendiri murid-murid kelasnya yang berjumlah tidak lebih dari sebelas anak kecil yang berusia lima tahun di pintu gerbang.
Terlahir menjadi si bungsu, membuat jiwa Dew kadang seperti anak-anak. Tapi jangan salah, pemikirannya cukup dewasa. Yah, anggap saja begitu, minus kebiasaannya mengikuti bayangan Pemuda Jeon.
"Miss Kim."
"Iya?"
"Hari ini Miss Sally tidak bisa menjemputku."
Dew berpaling dari buku cerita yang ia tata. Murid lain sudah terlebih dahulu pulang, tersisa dirinya dan Mika, kesayangan Ibu Panti Mc. Bride.
"Miss ingat, nanti pulang kuantar. Oke?"
Mika mengangguk, membalikkan tubuh, ia menghampiri bangku tempat duduknya lalu mengambil ransel. "Miss, bolehkah nanti pulang kita membeli es krim?"
Dew menghampiri Mika, diusapnya puncak kepala anak laki-laki berpipi gembil itu. "Tapi Ibu Panti tidak memberi ijin Miss mengajakmu beli es krim."
"Hanya sekali ini saja, boleh ya?"
Dasar tidak tegaan, mungkin beli satu cup tidak akan membuat sakit. Begitu pikir Dew. Kemudian keduanya berjalan meninggalkan kelas. Tidak lupa Dew mampir sebentar ke ruang guru untuk berpamit mengantar Mika.
"Sampai jumpa besok, Mika!"
..
Jeon menatap layar televisi. Berita lokal dua hari ini mengabarkan kedatangan tamu agung dari Skotlandia. Putri Charlotte nama yang sering disebut. Walikota Lexington akan menyambut perempuan muda berusia dua puluh empat tahun itu nanti bertepatan dengan pesta panen yang jatuh empat hari lagi.
"Putri Charlotte cantik ya?"
Dante mendengar teman-temannya memuji betapa anggun sang putri. Yang ada di dalam pikiran pemuda itu justru sebaliknya, perempuan itu biasa saja. Bukan hal aneh jika perempuan terhormat dan terawat akan berpenampilan menarik. Beda jika kasusnya hanya warga biasa yang tidak terkenal. Ketika mengenakan gaun seperti putri, pasti akan terlihat menawan. Tapi selama ia hidup, Dante belum pernah menjatuhkan rahangnya saat menatap perempuan. Belum pernah sekalipun.
"Dante, kau ikut juga kan?"
"Ke mana?"
"Auditorium Kota, Walikota akan memberi kesempatan Raja Philips untuk berpidato."
"Untuk apa melihat beliau? Repot sekali."
Willow cemberut, "yang kumaksud Putri Charlotte. Dia pasti ada di sana juga kan? Memang kau tidak tertarik?"
Jeon Muda menggeleng. "Tidak ada yang spesial. Pasar malam lebih menarik."
"Astaga. Lihat Si Bodoh Jeon ini. Pantas tidak ada yang mau mendekatimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Them - A Short Stories
Fanfiction[Tamat] Ini adalah kumpulan kisah tentang mereka yang mencinta. - Them | Mereka -