Bintang Kejora [9]

1.3K 259 144
                                    

Komen dan vote di atas 60, saya posting epilog.

((Play Mulmed))

..

Sabtu menuju Minggu dinihari, jarum jam seakan terlalu cepat berjalan. Gadis itu masih duduk menatap ponsel setelah sepuluh menit yang lalu ia selesai diberi wejangan super dari Ibu dan kakak iparnya. Awalnya sih Lintang hanya ingin curhat terselubung dengan Airin, bertanya bagaimana kabar Dek Sa, apa Genta masih sering main? Lalu sedikit menyinggung tentang Keluarga Adiatma. Dan viola! Ternyata ceritanya mirip dengan apa yang diceritakan oleh Omar.

Airin itu tipikal perempuan peka ketika sang adik bertanya bagaimana pendapatnya kalau ada laki-laki tiba-tiba datang terus ngajak serius jalan. Jalan di sini maksudnya bukan jalan kaki, tapi lebih dari itu. Lintang sampai susah bernafas tatkala Omar menatapnya dengan senyum tulus senja tadi. Argh! Kenapa selalu senja bersama Omar sih yang membuat Lintang kepikiran? Dulu ngajakin malam mingguan di masjid, tadi barusan mengajak serius jalin hubungan, bukan sekedar pacaran, tapi maunya ke jenjang yang serius mengingat Omar tidak lagi mau main-main soal pilihan hidup. Kan Lintang jadi bingung bagaimana harus menyikapi.

Mau nolak, bohong kalau dia tidak tertarik dengan Omar.

Mau mengiyakan, tengsin! Masih mode ngambek kok tiba-tiba iya aja ditembak.

Lintang galau!

Lalu setelah Airin memaksa Lintang untuk mengaku, Bundanya Dek Sa itu menjerit histeris saking senangnya, sampai-sampai Lintang menjauhkan ponsel akibat gaduhnya Airin di seberang sambungan.

Lanjut, akhirnya Airin menyarankan Lintang untuk berkonsultasi kepada Ibu. Ini bukan perkara sepele kalau Omar yang mengajak Lintang ke jenjang yang lebih dari sekedar teman. Mereka sudah mengharapkan suatu saat Lintang mendapatkan pasangan yang baik, berhubung mungkin di antara laki-laki yang pernah dekat dengan Lintang hanya Omar saja yang berani meminta Lintang lewat Dhamar untuk bertemu dengan Sang Ibu, pastilah istimewa di mata orang tua dan keluarga.

Di jaman seperti sekarang ini, seorang Lintang mahasiswa perantauan yang bukan siapa-siapa tiba-tiba disukai laki-laki semacam Omar kan cukup langka. Bayangkan, dengan kemapanan dan ketampanan Omar, dia bisa saja memilih yang lebih cantik, lebih langsing, lebih tinggi, lebih keren dari Lintang yang belum berkontribusi apapun terhadap negara. Tapi Omar tidak terlalu peduli dengan wajah ala kadarnya Lintang yang hampir tidak pernah tampil feminin.

Ibu saja sampai tidak percaya kalau Lintangnya yang sering ngeluh patah hati justru disukai Omar yang.., sudahlah tidak perlu dibahas segala kebaikan pemuda tersebut.

Singkat cerita, Lintang dengan hati dag dig dug menelepon sang ibu yang sudah tidur. Beruntungnya panggilannya diangkat setelah ketiga kalinya. Padahal Lintang sempat mau mundur, tapi Tuhan berkehendak lain.

Kasih alasan Bunda, kenapa kamu mau nolak permintaan Omar?

Lintang tidak punya jawaban yang meyakinkan. Kalau soal Pradipta, Lintang sudah ikhlas toh pemuda itu pacaran dengan teman satu angkatannya. Karena status baru, pastilah Dipta sering nongol di kampus Lintang. Ternyata laki-laki itu bermodus ketika bersahabat dalam tanda kutip dengan Lintang untuk mengincar perempuan lain. Sakit sekali rasanya.

Kalau alasan naksir cowok lain, Lintang tidak punya kandidat lagi. Dulu sih ada, ngefans dengan dosen tamu yang muda –mungkin seumuran Omar, tapi sayangnya kehilangan jejak, alias si dosen sekolah S3 di luar negeri. Bagai pungguk merindukan bulan kan?

Kalau alasan tidak menyukai sikap Omar, tidak mungkin. Disadari atau tidak, Omar selalu membuat Lintang nyaman untuk menajdi dirinya sendiri. Meninggalkan kesan jaim sejak mereka pertama kali bertemu.

Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang