Rewrite The Stars_06

596 169 40
                                    

((Play Mulmed))

..

Kunjungan Minggu pagi ini ke panti jompo. Nathan tidak ikut karena ia memiliki acara lain dengan teman skateboard, Anastasia yang dasarnya tidak memiliki cukup banyak teman di luar sekolah akhirnya hanya bisa mendengus kecil ketika Mama melajukan mobil mereka ke tempat tujuan. Ada beberapa mobil yang berisi jemaat Gereja, barang-barang yang akan disumbangkan juga telah dijadikan satu di dalam mobil Mama dan mobil teman Mama.

"Mbak Anas, besok aku pinjem kameranya ya."

Wajah Anastasia yang mulanya mengarah pada jendela kini menoleh ke depan. "Buat apa?"

Andrean sedikit menoleh ke belakang pada Si Kakak, "aku dapet tugas moto kegiatan."

"Kegiatan apa?"

"Tugas kelompok, pelajaran seni. Aku kebagian tugas jadi yang motret."

"Seni gimana?"

"Disuruh bikin mini drama, gak lama sih durasi sepuluh menit maksimal."

"Kok gak pake handycam aja? Kan bikin video."

Andrean yang duduk di bangku kelas dua Sekolah Menengah Pertama menggeleng, "yang ngrekam ada sendiri, aku sesi dokumentasi. Itu udah mending loh, Mbak. Daripada aku disuruh akting."

Anastasia mendadak tertawa geli membayangkan Andrean yang jangkung untuk ukuran anak SMP itu beradu akting dengan lawan jenis. Bukannya menghayati, pasti jatuhnya kaku. Anastasia sudah hapal betul perangai sang adik yang kutu buku, lebih memilih untuk berdiam diri dengan benda berlembar tersebut dibandingkan berinteraksi dengan teman perempuan.

Seingat Anastasia, teman perempuan – yang setidaknya, pernah mampir ke rumah itu bernama Marwah. Andrean sudah berteman dengan Marwah sedari Sekolah Dasar, bahkan anak tetangga kompleks itu kini telah mengenakan hijab. Hanya Marwah rupanya yang bisa tahan dengan keantengan Andrean, Anastasia tidak tahu apa adiknya itu memiliki teman yang lumayan dekat seperti Marwah di sekolahnya.

"Boleh ya, Mbak."

Mama melirik lewat kaca spion, beliau yang membelikan kamera DSLR itu untuk Anastasia sebagai hadiah ulang tahun ke lima belas tahun lalu. "Dibolehin gak, Mbak?"

"Tapi pegangnya yang bener ya, gak boleh mbleret, gak boleh jatuh, gak boleh rusak."

"Iya."

"Jangan dipegangin orang lain."

"Enggak, kan aku yang kebagian tugas motretin."

Mata Ananstasia kembali tertuju pada kaca jendela mobil, rupanya mereka akan memasuki halaman parkir panti jompo. "Jangan....," rupanya kalimatnya belum selesai untuk Si Adik.

"Ikhlas gak sih minjemin? Syaratnya banyak banget, Mbak." Andrean rasanya mau protes saja.

"Adekmu pasti hati-hati, Nas." Mama angkat bicara lagi.

Mulut Anastasia akhirnya berkata iya setelah Mama mengingatkan jangan pelit minjamkan barang ke saudara kandungnya. Padahal ia hanya mau mengatakan jangan lama-lama di panti jompo, bukan mau bahas kamera lagi.

Tapi sudahlah, "Iya, Ma. Adek harus jagain kameranya bener-bener."

"Iyaa, ntar aku jadi satpamnya kamera deh."

"Halah lebai!" Anastasia mencebik.

"Udah sampai, semua turun." Mama melepas seatbelt diikuti Andrean. Sedangkan Anastasia langsung membuka pintu mobil seraya menatap ke gedung yang mirip panti asuhan. Terlihat bersih meskipun bangunan utamanya terlihat tua, seperti para penghuninya yang lansia. Kaki Anastasia melangkah ke belakang mobil, ia membawa beberapa bungkusan ke dalam teras Yayasan. Sudah ada beberapa orang yang menyambut, sepertinya pemilik utamanya muslim. Terlihat memakai hijab dengan senyuman selamat datang.

Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang