Jungkook mendudukkan dirinya di tepi ranjang rumah sakit, gips di tangan kanannya sudah diperbolehkan untuk dibuka. Dokter mengatakan jika ia harus melatih tangan kanannya mulai dari sekarang. Tapi tidak dengan kakinya. Dokter Pieters belum memperbolehkan dirinya turun sendiri dari ranjang, kakinya masih berbalut deker elastis untuk merapatkan tulangnya agar kembali seperti sedia kala.
Ceklek!
Jungkook menoleh ke belakang ke arah pintu kamar, ia kira akan melihat Yerim namun ternyata seorang lelaki muda yang muncul.
"Selamat pagi, Jungkook-ssi." Sapa lelaki tersebut.
"Selamat pagi." Balas Jungkook.
"Perkenalkan, saya Yoon Jihoon dari konsulat," senyum laki-laki itu sambil menundukkan sedikit kepalanya.
"Saya Jeon Jungkook." Jungkook membalas menundukkan kepalanya sambil tetap duduk di sisi ranjang.
"Hari ini saya yang akan menemani anda, mungkin hanya sampai siang, anda tidak keberatan kan?"
Jungkook mengangguk. "Di mana Kim Yerim-ssi?"
"Dia terkena flu berat, Miss Clara melarangnya menemani anda dan menyuruhnya istirahat selama dua hari."
Sudah kuduga. Jungkook mengangguk mengerti. "Silakan duduk, Jihoon-ssi. Sepertinya saya mendapatkan teman mengobrol hari ini." Jungkook tersenyum senang.
Jihoon tertawa, membuat kedua matanya semakin menyipit. "Memang selama ini anda tidak pernah mengobrol dengan Yerim?"
"Kami jarang sekali mengobrol, sepertinya dia alergi jika harus berdekatan dengan saya."
Lagi Jihoon tergelak. "Aigoo, Yerim tidak sedingin seperti yang terlihat. Ia dulu periang, setidaknya itu yang dikatakan Tuan Lee."
"Periang?"
"Yap. Saya mengenal Yerim dari dulu saat ia masih remaja, ayahnya terakhir bertugas di sini sepuluh tahun yang lalu."
"Seingat saya Yerim lulus SMA di usia kurang dari 17 tahun. Ia berhasil mengikuti kelas akselerasi, maka dari itu di usia semuda itu sudah berhasil lulus SMA dan meneruskan kuliahnya di Paris."
Jungkook menatap gesture Jihoon, mendengar dengan seksama penjelasan lelaki yang langsung akrab dengannya di awal perjumpaan. "Oh, jadi dia benar-benar wanita cerdas, pantaslah."
"Maksud anda?" Alis Jihoon bertaut.
"Selama saya di sini hanya melihat dia membaca buku terus-menerus, bukankah itu membosankan, Jihoon-ssi?"
Jihoon diam sesaat, masih mempertahankan senyum tulusnya. "Mungkin itu hanya pengalihan saja, seharusnya ia sudah menikah saat ini."
"Oh?" Bibir Jungkook membulat, keningnya mengernyit.
"Sebenarnya Yerim yang dulu saya kenal tidak seperti ini, dia gadis yang sangat penuh semangat. Kejadian dua tahun yang lalu membuat ia perlahan berubah.., sepertinya." Senyum Jihoon memudar. Ia menghela nafas melanjutkan ceritanya, "Tunangannya meninggal tepat tiga minggu sebelum pernikahan mereka."
"Menikah?"
"Yerim masih sangat muda saat itu, di usia belum genap dua puluh satu tahun, ia mempunyai segalanya. Pekerjaan, keluarga yang lengkap dan tunangan yang sangat ia cintai. Tapi sayang sekali di saat yang bersamaan ia harus mengalah pada nasib. Tunangannya diberitakan menghilang ketika sedang meliput berita, tiga hari kemudian ditemukan meninggal di sebuah gudang di perbatasan Tibet dan China."
"Tunangannya seorang wartawan?"
"Hem, wartawan internasional tepatnya. Anda pernah mendengar seorang wartawan keturunan Korea yang bekerja di BBC ditemukan meninggal akhir tahun 2009 di perbatasan Tibet?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Them - A Short Stories
Fanfiction[Tamat] Ini adalah kumpulan kisah tentang mereka yang mencinta. - Them | Mereka -