Eve For Adam [ 10 ]

1.2K 249 61
                                    

"Noona-ku baru saja berpisah dengan kekasihnya enam bulan yang lalu."

"Apa hanya karena itu?"

Dahi Sangmoon mengernyit, matanya menatap heran dosen muda yang masih saja menolak permintaannya tempo hari. Jika saja ia mahasiswa pendendam, sudah barang tentu ia malas menjawab pertanyaan demi pertanyaan lelaki dewasa di hadapannya saat ini.

"Kangsanim, mengapa anda sangat tertarik dengan cerita keluarga saya?"

Jungkook menarik mundur tubuhnya, sejenak kemudian ia berdehem sembari menyilangkan kedua kakinya. "Haruskah aku mengatakannya padamu?"

Sangmoon semakin dipenuhi tanda tanya, "mengatakan apa?"

"Aku sedang mempertimbangkan masa depanku. Dan kurasa kau bisa membantuku kali ini."

Bibir Sangmoon membulat. Ia bisa menebak isi kepala dosennya, namun bagaimanapun Sangmoon tetaplah lelaki cerdas yang tahu mana porsi yang layak untuk diceritakan dan mana yang tidak. "Memang masa depan seperti apa?" Seolah-olah terlihat bodoh, Sangmoon masih berharap akan ada feedback setelahnya. Ujian susulan untuk dirinya, mungkin.

Jungkook tiba-tiba merasa geli sendiri, entah mengapa ia seperti bertindak bodoh. Mengorek kehidupan seseorang yang dulu pernah menjadi kawan kecilnya, lalu menghilang tiba-tiba dan sekarang dipertemukan kembali. Cukup tiga bulan baginya kembali berinteraksi dengan Yerim, dan sepertinya sesuatu di balik senyum Nona Eve inilah yang membuatnya penasaran setengah mati.

"Kangsanim menyukai kakak saya?"

-------

Yerim mengamati gelang yang menggantung di pergelangan tangan. Tiga minggu sudah ia tidak bertemu muka dengan Jungkook. Lelaki Jeon itu seakan-akan lenyap begitu saja selepas Tuan Abram kembali ke Toronto. Sangmoon sengaja tidak menceritakan apapun perihal pertemuannya dengan Jungkook di klinik Dokter Sam. Menuruti perjanjian antara dirinya dengan dosen yang memberinya previlage, sebuah tugas analisa kasus pengganti ujian susulan.

"Rim."

Yerim menegakkan pandangannya tatkala Janice dengan senyum menawan memasuki Daisy Classy bersamaan dengan bunyi lonceng.

"Miss?"

"Hem, aku datang."

"Bukankah siang ini jadual kontrolmu?"

Janice mengibaskan jemarinya, cara berjalannya seperti seorang nenek penderita sakit punggung. "Dokter Choi mengambil cuti dadakan. Lusa baru aku bisa memeriksakan punggungku ini."

"Bagaimana sekarang? Apa masih sangat sakit?"

Janice tersenyum kecil, lagi-lagi mendengar kalimat kuatir Yerim membuat dirinya tenang. "Sudah berkurang.."

"Syukurlah." Yerim menepuk punggung tangan Janice.

"Ada pelanggan." Arah mata Janice menunjuk pada satu arah, lalu Yerim ikut menolehkan kepalanya.

"Saya ke sana," Yerim membalikkan tubuhnya, mejauh dari sisi Janice lalu dengan sumringah menyambut pesanan pelanggan kedai mereka.

Kedua mata Janice masih enggan berpaling dari wajah Yerim yang tersenyum. Senyum yang selalu ia tampilkan pada siapapun. Ingatannya beralih pada kejadian tiga hari yang lalu.

..

"Nyonya Janice."

"Hem?"

"Mengapa Yerim selalu tampak ramah dengan orang lain selain diriku?"

Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang