Rewrite The Stars_17

460 159 30
                                    

((Play Mulmed))

..

"Aku beli tas ransel ya, Te. Dibolehin kok sama Mama."

Tante Lucy mengangguk sekali lagi, mengiyakan ide keponakan laki-laki yang masih berusia tiga belas tahun tersebut. Tadi jam enam setelah maghrib mereka berangkat, selain janjian makan di luar dengan Nathan dan Chika, Tante Lucy menyempatkan diri belanja oleh-oleh yang akan Anastasia dan Andrean bawa untuk Sang Kakek.

Persiapannya mendadak sekali, tadi pagi Kakek menelepon Tante Lucy, karena masih ada acara di Bandung, sebagai hadiah ulang tahun ke tujuh belas, sepasang orang tua itu meminta Anastasia untuk menyusul ke Bandung. Mereka akan ke Semarang bersama-sama setelahnya.

Mendengar kata Bandung serta rencana berlibur, Andrean juga mau ikut. Singkat cerita, Anastasia dan Andrean akan berangkat menggunakan travel hari Jumat sore. Sabtunya mereka ijin tidak masuk sekolah, kebetulan try out Anastasia hanya sampai hari Jumat, jadi tidak masalah kalau hari Sabtu tidak masuk, toh keponakannya itu tidak pernah tidak masuk selama ini.

"Habis beli ransel langsung pulang ya, Dek. Mbak masih harus belajar buat besok." Anastasia meringkas bawaan, dilihatnya Andrean mengangguk seraya membetulkan tali sepatu.

"Ayo cepetan."

"Iya, Mbak. Sabar."

..

"Kok gak diangkat?" Qori bergumam pelan. Ia tadi sempatkan beli pulsa lebih banyak karena ingin mengucapkan selamat ulang tahun pada Anasatasia dengan menelepon ke nomor rumah gadis itu, tapi sepertinya nihil. Ini panggilan kelimanya, tidak juga ada jawaban.

Di sisi lain, pesan yang ia kirimkan ke Nathan juga tidak dibalas. Padahal kata Nathan, malam ini mereka merayakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan hari jadi ke tujuh belasnya Anastasia.

Ternyata keinginan Qori tidak terkabul. Jam sudah menunjukkan angka delapan lewat dua puluh malam. Kalau lebih dari jam sembilan dirinya memaksakan menelepon juga tidak sopan.

Menurunkan ponsel berjulukan sejuta umat dari telinga, ia kembali pada meja belajar yang berisi peralatan menggambar anak-anak DKV untuk membuat tugas. Tapi di antara barang-barang yang serba membuatnya pusing tersebut, ada satu kanvas yang sangat hati-hati Qori simpan dan jaga.

Hadiah untuk Anastasia, entah kapan ia bisa memberikannya. Langkah pertama saja belum berhasil. Sepertinya dirinya harus bersabar.

Ataukah ini tanda-tanda Tuhan tidak mengijinkan ia menuruti perasaannya untuk seorang Anastasia?

Mungkinkah?

-------

"Jam berapa berangkat, Nas?"

Anastasia sesegera mungkin merapikan alat tulis dan buku, jam menunjukkan angka sebelas lewat lima belas, saatnya pulang. "Jam empat travelnya jemput."

"Ke rumah?"

Anastasia mengangguk. "Kalian mau nitip tak bawain apa?"

"Jaket yang murah, kalau boleh. Aku bawain uangnya sekarang?" Nathan menawari.

"Gak usah." Anastasia menggeleng, "ntar kalau aku gak nemu yang kamu mau gimana? Gampang nanti pake uangku dulu."

"Emang kamu rencana jalan ke mana aja?"

"Belum tau, nurut Kakek."

"Mampir ke kebun teh, Nas. Aku pengen banget ke sana." Chika bertopang dagu, dilihatnya Anastasia menyempatkan duduk lagi. "Coba kalau bisa ketemuan sama Mas Qori, ada yang jadi penunjuk jalan."

Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang