Rewrite The Stars_10

527 172 55
                                    

((Play Mulmed))

..

Wanita lansia itu mengusap surai Anastasia, bersama mereka melangkah menuju ruang rawat inap di mana sang menantu akan menerima perawatan setelah diperbolehkan keluar dari ruang ICU. Suaminya yang cukup mengerti dengan dunia medis terlihat sibuk berbicara dengan suster jaga.

"Besok pagi visitenya, Pak. Untuk jam belum saya pastikan dengan Dokter Ilham."

"Nanti saya hubungi sendiri saja dokternya, saya sudah ada kontaknya."

"Monggo, tapi nanti kami tetap konfirmasi kepada beliau."

Anastasia ingin menyimak apa yang dibicarakan Kakeknya dengan suster jaga, tapi perhatiannya beralih ke Mama yang sepertinya ingin berkata sesuatu.

"Gimana, Ge? Ibu bantu apa?" Dengan telaten, Nenek Anastasia mendekatkan telinga ke arah sang menantu.

Rasanya ingin menangis melihat orang tua satu-satunya terbaring lemah, tubuh bagian kiri Mama tidak bisa digerakkan. Ketika ia tahu kenyataan yang menyakitkan itu untuk pertama kalinya, hanya Nenek di Bukittinggi yang terlintas di kepala Anastasia. Mama yatim piatu sejak lima tahun yang lalu, setahu Anastasia hanya ada Budhenya Mama yang sering ia panggil Eyang Sayekti yang sampai sekarang berdomisili di Salatiga. Karena keterbatasan fisik yang sudah renta, tidak mungkin Anastasia meminta bantuan saudara sang ibu di sana. Yang mereka bisa lakukan hanya membesuk saja, untuk sehari-hari hanya Anastasia, Andrean dan Tante Lucy yang merawat Mama selama di rumah sakit. Mini market yang dimiliki Mama diurus sepenuhnya oleh Tante Lucy –adik kandung Mama, sedangkan restoran sementara tutup karena tidak ada Mama sebagai koki utama. Waktu Tante Lucypun kian sedikit untuk menunggui. Setiap pagi sampai jam sekolah Anastasia atau Andrean selesai, Tante Lucy menitipkan pada para suster, hanya satu atau dua jam karena selebihnya harus mengawasi minimarket dan restoran yang tidak ditunggui pemiliknya.

"Temanmu jadi datang, Nas?" Kakek berjalan menuju sisi ranjang. Meskipun usianya tujuh puluh tahun, namun secara fisik Kakek masih terlihat bugar.

"Belum kasih kabar lagi, Kek."

"Udah jam setengah sembilan, memang masih dibolehin besuk?"

Anastasia mengedikkan bahu, "mungkin boleh, ini kan hari Sabtu." Anastasia duduk di sisi ranjang, diusapnya punggung tangan Mama.

"Andre udah makan belum ya?" Wanita berhijab besar hingga menutup dada itu melihat jam dinding. "Kamu udah bawa baju buat besok kan, Nas?"

"Sampun, Nek. Aman kok, Kakek sama Nenek kalau mau pulang gak apa-apa tapi nunggu Tante Lucy, tadi udah jalan jemput ke sini."

Pak Burhan menatap wajah sang cucu lama. Dalam hati rasanya tidak tega melihat Anastasia sebagai Si Sulung harus sibuk wara wiri merawat Mamanya. Meski ada perbedaan prinsip diantara ia dan menantu serta cucu, bukan berarti Pak Burhan harus melepas dan membenci. Sang menantu memang cukup mandiri selepas Papa Anastasia pergi untuk selama-lamanya, bahkan sampai sekarangpun masih memilih menjadi single parent demi fokus membesarkan dua buah hati dan mengurus usaha keluarga yang dirintis. Melihat Anastasia dan Andrean tumbuh menjadi anak yang sopan, berbudi pekerti baik dan taat agama di era sekarang ini membuat Pak Burhan bersyukur. Walaupun di lubuk hatinya terdalam, beliau sangat ingin cucu perempuannya itu menjadi seorang muslimah.

Dahulu ketika Anastasia terlahir di dunia ini, Papa mengadzani disaksikan oleh Sang Kakek. Namun lambat laun karena tempat tinggal yang berjauhan serta dominasi didikan agama Mama, Anastasia secara natural berubah menjadi umat Katolik mengikuti satu-satunya orang tua yang dimiliki. Meski menyakitkan serta butuh waktu menerima kenyataan, Pak Burhan masih memiliki asa jika kesempatan melihat sang cucu menjadi muslim masih ada. Tidak ada yang tahu bagaimana Allah membolak-balikkan hati dan iman seseorang.

Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang