Eve For Adam [ 7 ]

1.4K 307 41
                                    

Apa alasanmu mengambil kuliah psikologi?

Sangmoon mengetukkan bolpoin pada dinding yang ia sandari, sebuah pertanyaan selalu dilontarkan para pengajarnya ketika menyambut ia dan teman-temannya di awal perkuliahan semester awal, dulu. Dan hari ini ia berpikir keras bagaimana menyampaikan kepada sang dosen mengapa ia harus meninggalkan kampus dan urung mengikuti ujian mata kuliah psikologi klinis. Mata kuliah yang menjadi alasan mengapa ia mengambil perkuliahan jurusan ini.

"Sangmoon-ah, dia datang."

"Kau dengan siapa?"

"Sendiri."

Sangmoon terkesiap, dengan langkah sigap ia berjalan keluar dari ruang kelas, kemampuan telepati dengan Sunmi cukup mengkuatirkannya. Pikirannya berbenak siapakah orang yang berada dalam mimpi saudarinya akhir-akhir ini.

Kakinya berjalan cepat menyusuri lorong ruang demi ruang gedung perkuliahan, lalu ia berhenti tatkala melihat dosen yang akan memberikan ujian padanya tengah berdiri di depan ruang dosen dengan ponsel masih menempel di telinga kirinya.

Ijin tidak ya? Pemuda itu berada dalam kebimbangan. Ini kali kedua ia mengikuti perkuliahan dengan dosen yang sama. Dosen yang modern sekaligus berbalut ketegasan yang cukup disegani para mahasiswa. Sangat jauh dari kesan dosen muda yang seharusnya bersahabat dengan para mahasiswa mengingat usia mereka tidak beda jauh.

Sangmoon mengerjap, kakinya kembali melangkah mendekati tubuh sang dosen. Dengan segenap keberanian, ia membuka suara.

-------

Yerim telah duduk bersama Sunmi di ruang tunggu praktek Dokter Sam. Di sebelahnya tampak Sunmi memainkan cube balok yang dibawanya dari rumah. Hari ini ia mendapatkan ijin untuk tidak masuk sekolah. Di hari-hari menjelang ujian kelulusan sekolah, Yerim memutuskan untuk membawa Sunmi ke Dokter Sam. Aslinya Sunmi bukan siswa bodoh, hanya saja Sangmoon lebih beruntung mendapatkan percepetan kelas di usia remaja, itulah mengapa ia menjadi dua tingkat lebih dahulu di atas Sunmi.

"Noona, Mimi." Sangmoon dengan senyum cerah mendekati Sunmi dan Yerim. Tas ransel ia letakkan di bawah kursi, sejenak mengacak poni Sunmi.

"Kau sudah makan?" Sangmoon mengambil cube balok dari jemari lentik Sunmi, lalu dibalasnya dengan anggukan dan senyum kecil.

"Ah piano itu masih di sana." Sangmoon menatap piano hitam di sudut ruang tunggu. Karena terbiasa berkunjung ke tempat Dokter Sam dahulu saat terapi Sunmi, Sangmoon terbiasa meminta ijin suster Miriam untuk memberikan kesempatan Sunmi memainkannya.

"Mau bermain piano?"

Sunmi mengangguk berkali-kali , kedua matanya berbinar tiba-tiba.

"Okay, aku akan minta pada suster Miriam."

Yerim mengamati gerak-gerik kedua adiknya yang berjalan mendekati piano. Sunmi telah bersiap di tempat duduk beserta Sangmoon di sebelahnya. Suster Miriam tersenyum tatkala jemari Sunmi mulai menyentuh tuts, menggerakan jemarinya perlahan hingga suara musik terdengar mengisi sepinya ruang tunggu. Chopin Nocturne Op. 9 No. 2 mengalun lembut.

-------

"Jeon Kangsanim, maaf menganggu waktunya."

Jungkook mengerjap ketika seorang mahasiswa telah berada di hadapannya, terlihat gugup.

"Bisakah anda mengabulkan permintaan saya?"

"Seharusnya aku bisa mengabulkan keinginanmu jika daftar absensimu tidak melebihi lima puluh persen dari ketentuan."

Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang