((Play Mulmed))
..
Pertengahan Maret, semua siswa kelas tiga telah melaksanakan try out kedua menjelang ujian nasional pada Bulan April. Para kakak kelas Anastasia mulai jarang muncul di kegiatan ekskul. Bagi para adik kelas, ujian yang akan dihadapi kakak kelas merupakan berkah tersendiri, seperti Anastasia. Kantin dan lapangan lebih cepat sepi di jam pulang sekolah. Dia bisa dengan leluasa menguasi koridor karena kelas tiga lebih memilih untuk les atau langsung pulang untuk memperbanyak jam belajar. Kalau dilihat sih, wajah para pejuang ujian nasional itu tampak serius, yang biasanya slengekan masih ada juga, tapi jumlahnya berkurang. Para Guru sepertinya benar-benar memejarakan para siswanya dengan kisi-kisi soal setiap harinya.
Anastasia juga akan mengalami itu, dia harus mempersiapkan seperti mereka suatu hari nanti. Waktunya sekarang masih banyak untuk menggambar, nanti kalau sudah kelas tiga pasti akan berkurang, banyak. Maka dari itu ia puas-puaskan untuk memenuhi buku tulis dan buku gambar di rumah dengan oretannya. Bahkan ia berencana untuk membeli buku tutorial menggambar di dalam komputer.
"Nat."
"Hem?"
"Pulang nebeng ya."
Nathan mengangkat wajah tatkala tubuh Anastasia telah menghadap kepadanya. "Tumben."
Perempuan berkuncir kuda itu mengangguk, "lagi males naik angkot."
"Kenapa? Gara-gara Chika gak masuk?"
Anastasia meringis, "kalau ikhlas sih, kalau enggak juga gak apa-apa."
Nathan tampak berpikir, alisnya bertaut. "Aku ada kumpul sama tim basket, Pak Handoyo minta briefing sebentar pulang sekolah."
"Oh gitu...," Anastasia manggut-manggut.
"Kayaknya sih gak lama, lha mau nunggu gak?"
"Boleh. Kamu bawa helm berapa?"
"Nanti pinjem aja helm serep Pak Tukimin."
"Oke! Makasih ya." Anastasia kembali memutar badan menghadap depan, pelajaran Matematika sebentar lagi dimulai di jam pertama.
Priit!
Mendengar bunyi peluit, Anastasia menghamburkan pandangan melewati pintu kelas hingga tembus ke arah lapangan. Ada ujian olah raga para kakak kelas. IPA 3 ya? Ia bergumam dalam hati, dilihatnya satu per satu kakak kelas berjajar mengenakan seragam olah raga.
Tanpa disadari, mata Anastasia tertuju pada satu sosok yang berdiri dengan raut wajah serius -Anastasia bisa melihatnya jelas berkat kacamata minus satu setengah yang ia pakai. Mas Qori..., Anastasia bertopang dagu, diamatinya setiap jengkal pergerakan pemuda yang telah memberinya rosario tersebut. Mama senang bukan main diberi hadiah benda cantik tersebut.
"Bu Dana datang," celetuk Rukma yang mengintip lewat jendela.
Sadar kalau pelajaran sebentar lagi akan dimulai, Anastasia menyudahi sesi mengamati dari kejauhan. Ah, sepertinya dia belum membalas jasa kakak kelasnya tersebut. Lalu perempuan itu mulai berpikir, apa yang bisa ia berikan untuk Qori, sebelum pemuda itu meninggalkan sekolah ini.
------
Menunggu Nathan, Anastasia seperti biasa menikmati kesendiriannya di koridor menghadap lapangan. Di pangkuannya sudah ada buku gambar, seperti biasa dia akan membuat goresan-goresan yang akan membentuk sebuah pola. Entah itu pemandangan, orang, atau benda apapun yang ia tangkap lewat indera penglihatannya.
Dua telinganya tertutup earphone, wajahnya tertuju lurus ke depan meski lebih banyak menunduk karena fokusnya pada buku gambar. Tanpa disadari, Qori yang baru saja selesai meninggalkan kelas berjalan ke arahnya.
Pemuda itu melihat Anastasia, dia tidak berniat untuk menyapa. Qori bukan sosok yang memberi perhatian khusus pada adik kelas yang ia kenal. Untuknya, Anastasia masih menjadi pelanggan tidak tetap karena perempuan itu tidak pernah lagi memesan sesuatu padanya.
Berjalan dengan langkah santai, ransel telah berada di dua bahu, Qori memasang earphone pada dua telinga, sama persis seperti yang Anastasia lakukan. Ketika melewati adik kelasnya tersebut, Qori sempat melirik buku yang ada di pangkuan Anastasia. Nggambar ternyata. Pemuda itu berkedip pelan seraya memelankan langkah, lalu setelah tahu apa yang dikerjakan adik kelasnya tersebut, pandangannya kembali lurus ke depan. Tanpa pemuda itu sadari, pergerakannya dirasakan oleh Anastasia.
Perempuan itu mengangkat wajah, ketika ia menoleh ke samping kanan, hanya ada punggung Qori yang tersisa. Pemuda itu berjalan meninggalkan koridor, menyisakan Anastasia yang terdiam menatap kepergiannya.
..
"Akhir-akhir ini kamu kayaknya sering merhatiin Mas Qori."
"Masak sih?"
"Iya, aku ngeh kok kamu sering liatin dia kalau lewat di depan kelas. Kamu naksir?"
"Ngarang, aku gak gitu ya!"
Chika tertawa kecil, "lagian kalau naksir juga percuma."
"Hum..," Anastasia bergumam kecil. "Bentar lagi juga lulus."
Chika mengamati wajah Anastasia yang terlihat pasrah. "Nas."
"Iya?"
"Semangat! Aku gak masalah kok kamu temenan sama Mas Qori, anaknya anteng gitu, gak neko-neko."
"Halah ngomong apa sih?"
"Lha kalau temenan kan gak apa-apa, atau kamu pengen dia jadi...."
"Hush! Apaan sih ah."
Chika tergelak, "wajahmu, Nas!"
------
"Ini."
Alis Qori bertaut saat adik kelas yang pernah memesan rosario itu telah berdiri di hadapannya dengan membawa minuman teh dingin. Tidak hanya itu, ada roti juga di dalam tas plastik berlogo minimarket. "Apa ini?"
"Buat Mas."
"Kok?"
Anastasia memperlihatkan senyuman tulus. "Nanti ada jam pelajaran tambahan kan? Buat ngganjal perut."
Qori menatap plastik dan wajah Anastasia bergantian, "ngapain repot gini?"
Anastasia menggeleng. "Cepetan diambil, aku mau pulang. Keburu angkotku dateng." Anastasia melirik ke arah pintu gerbang.
"Kamu mau pulang sekarang?"
Anastasia mengangguk, "sukses ya, Mas Qori!" Berhasil memaksa si kakak kelas untuk menerima bekal jajan siang pemberiannya, Anastasia segera berlari menuju Chika yang telah menunggunya dengan senyum menggoda.
Qori mengamati dari kejauhan, tak lama ia sadar belum mengucapkan terima kasih. "Lumayan, ngirit sanguku." Membuka tutup botol teh dingin, ia berjalan meninggalkan masjid seraya bersenandung kecil.
Makasih, Nas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Them - A Short Stories
Fanfic[Tamat] Ini adalah kumpulan kisah tentang mereka yang mencinta. - Them | Mereka -