Bintang Kejora [6]

1K 219 77
                                    

Sebenarnya Lintang sedang tidak berharap Omar menepati janjinya senja tadi. Tapi setelah mendengar suara orang mengaji yang menggema dari masjid yang berjarak empat gang dari tempatnya berada saat ini, Lintang mulai was-was. Pasti akan terlihat aneh kalau Omar datang mengajak ke masjid. Kalau Dhamar sih paling cuma komentar bagus, tapi beda dengan Airin. Kakak ipar Lintang itu suka kepedean nebak perasaan orang. Pasti deh bakal heboh kalau tahu Omar ngajak shalat ke masjid.

Ini baru ngajak shalat loh, gimana kalau ngajak nikah? We la dalah! Bisa pingsan gadis itu.

Mulai mengatur strategi, Lintang langsung ambil air wudhu, sembari menunggu bedug dipukul, dia lalu memakai atasan mukena berpadu celana panjang dan kaos lengan tiga per empat. Sajadah dan bawahan mukena dilipat untuk dibawa nanti.

Allahu Akbar, Allahu Akbar!

Adzan!

Lintang bergegas untuk mencari dua kakak, pamit mau ke masjid sebelum Omar menghampiri. "Mas, aku ke masjid."

Dhamar keluar dari kamar mandi, alisnya berkerut saat melihat si adik bungsu terlihat berbeda. "Tumben ke masjid?"

Lintang memberengutkan bibir. "Orang mau shalat di masjid kok ditumben-tumbenin. Gak boleh tauk." Lintang mengulurkan tangan, "salim."

"Eh?" Dhamar semakin bingung saat sang adik segera berlalu dari hadapannya. Kalau dilihat dari penampilannya sih sepertinya tidak lagi bohong, pakai mukena gitu. "Nda!"

"Iya?"

"Lintang kenapa?"

"Ha?" Airin sedang membangunkan Sa Biru saat sang suami memanggilnya. "Gimana, Yah?"

"Itu.., Lintang kenapa ke masjid?"

"Mau shalat jamaah."

"Lha iya aku tau, tumben. Dulu kayaknya susah disuruh ke masjid."

Airin berdecak, "jangan dibilang tumben, ntar anaknya gak mau ke masjid."

Dhamar mengambil kaos dari dalam almari. "Kamu tau sesuatu?"

Airin mendongak, ditatapnya wajah penasaran Dhamar. "Sesuatu apaan?"

"Ya apa gitu."

"Assalamu'alaikum."

Belum sempat Airin membuka suara, ada salam terdengar dari luar. "Wa'alaikumsalam." Sepasang suami istri itu menjawab bersamaan.

"Siapa?" Dhamar berjalan ke arah jendela kamar. Ada asisten rumah tangga yang keluar menuju pintu pagar.

"Siapa, Mas?"

"Cowok, gak jelas aku." Dhamar yang minus tiga di kedua matanya jelas kesulitan mengenali si tamu.

"Sini aku liat." Airin menggendong Sa Biru, disibaknya tirai putih jendela kamar. Seraya menyipit, akhirnya ia bisa melihat jelas siapa yang diajak bicara Si Bibik. "Oh, Omar."

"Omar? Siapa?"

"Adek iparnya Mas Adi."

"Ngapain ke sini?"

Airin menutup kembali tirai, lalu berjalan ke luar kamar hendak bertanya pada Mbak Ijah –yang harusnya lebih pantas dipanggil Buk Ijah. "Om Omar nyari siapa?"

"Nyari Mbak Lintang."

"Ha?" Mata Airin membulat. "Terus tadi Om Omar mau ke masjid juga?"

"Kayaknya iya, Bu. Pakai sarung sama baju rapi. Wangi lagi." Mbak Ijah tersenyum lebar.

"Kenapa, naksir?"

"Halah Ibu ada aja, saya sudah tua gini kok naksir anak muda kayak Om Omar."

Airin tersenyum geli, "ya kali."

Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang