Eve For Adam [ 4 ]

1.3K 303 10
                                    

((Flashback))

Begitu pintu terbuka dan membunyikan lonceng yang cukup nyaring, Janice segera mengangkat pandangan. Dari arah pintu telah berdiri seorang lelaki berumur tidak jauh dari dirinya berjalan menuju salah satu meja. Ia tampak mengedarkan pandangan ke sekeliling, lalu melepas coat yang melindunginya dari hawa dingin musim gugur.

"Welcome. Annyeonghasimika. Ada yang bisa kami bantu?"

Janice tersenyum kecil tatkala salah satu pegawainya yang masih bertahan di siang hari ini menghampiri lelaki berumur tadi. Lelaki dengan wajah yang tidak sepenuhnya Korea. Janice menebak jika tamu barunya tersebut mungkin warga baru di sekitar tempat tinggalnya. Itaewon merupakan salah satu wilayah Korea yang cukup dipenuhi warga asing. Sama dengan dirinya yang bertahan mengadu nasib di sini selama hampir dua puluh lima tahun lamanya.

Janice masih memperhatikan dari kejauhan tatkala lelaki itu berusaha menanyakan banyak hal pada pegawainya. Tampak tamunya tersenyum kecil lalu mengangguk.

"Kau selalu pintar menarik para tamu," Bisiknya tatkala Yerim telah kembali ke konter berdiri di sampingnya. Kesekian kalinya ia melihat Yerim berhasil membuat tersenyum tamu barunya.

"Bukankah harus begitu? Anda yang mengajarkan pada saya, Miss." Yerim mengambil tempat piring, lalu mengamati jajaran donut di etalase cantik yang tadi pagi ditatanya.

"Aku tidak salah mempekerjakanmu, dear." Seloroh Janice.

"Heol!" Bibir Yerim membulat, kemudian tersenyum kecil.

Janice masih mengaduk-aduk darjeling tea pesanan salah satu pelanggan dalam cangkir bercorak floral di atas meja konternya. Kadang jika ia tidak memiliki kesibukan yang berarti, Janice lebih memilih untuk duduk di salah satu tempat duduk di balik meja konter atau mengambil alih pekerjaan pegawainya untuk meracik sendiri teh atau kopi bagi pelanggannya.

"Jangan berdiri terlalu lama, Miss." Yerim menarik tempat duduk, memaksa Janice mendudukinya.

Janice melirik sekilas gadis bersurai hitam di sebelahnya. "Kakiku masih cukup kuat," jawabnya.

Tidak heran jika kesekian kalinya ia diperingatkan para pegawainya, terutama Yerim yang tahu betul derita Janice akibat low back pain yang dideritanya selama bertahun-tahun. Sakit punggung Janice kambuh dua minggu yang lalu. Menyebabkan ia harus bed rest selama lima hari di rumah sakit, dilanda kebosanan tiada tara.

Janice Jacobson, wanita berusia mendekati kepala lima. Merupakan warga Amerika yang telah lama menempati rumah almarhum suaminya di Itaewon. Menjalankan kedai Daisy Classy hampir sepuluh tahun terakhir seorang diri tanpa suaminya mendampingi seperti dahulu.

"Terkadang Tuan Jung Il Woo masih mendambakan milk tea buatanku." Sebuah alasan bagus kembali ia lontarkan. Meskipun terkadang ia mengalami nyeri kambuhan di punggungnya, ia selalu punya alasan kembali menyibukkan diri di konter kesayangannya. Efek sudah tua masih bekerja tidak ia rasakan karena ia merasa dirinya baik-baik saja.

"Okay, saya tidak akan melarang kali ini karena sepertinya darjeling tea ini pesanan khusus Nyonya Shimran."

"Nah itu kau tahu!" Janice tersenyum kecil, lalu meletakkan cangkir teh pada nampan. Kemudian dengan cepat sang cangkir telah berpindah tempat menuju salah satu meja dimana Nyonya Shimran Khan, teman Janice menunggu dengan wajah sumringah.

"Ghamsahamnida, Yerim-ssi." Nyonya Shimran menyapa ramah, berusaha menampakkan kemajuannya belajar bahasa Korea selama setengah tahun menempati flat di seberang kedai milik Janice.

Them - A Short StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang