HYT. 44

534 25 0
                                    

Marah? Sedih? Kecewa? Semuanya menjadi satu. Itulah yang dirasakan Nata saat ini. Ketika ibunya sendiri tidak percaya padanya. Padahal Nata adalah anak kandungnya sendiri.

Nata berlari tidak tentu arah. Menabrak orang-orang yang berjalan. Wajahnya tertunduk ke bawah. Kalau saja Nata memberi tau ibunya terlebih dahulu pasti tidak akan begini. Nata tidak mau egois. Apabila Nata memberitahu dina terlebih dahulu. Apakah dina akan baik sekarang.

Kenapa roy harus datang lagi? Apakah belum cukup semuanya. Entah apa yang di rasakan Roy saat tau kebenarannya. Percuma saja jika Nata bilang kebenarannya, Roy tidak akan percaya.

Nata tidak sengaja menabrak seorang wanita paruh baya. Dia membawa belanjaan di kedua tangannya. Sepertinya itu pakaian.

Wanita itu terjatuh dan belanjaannya berserakan. Nata mengelap matanya kasar. Kemudian ia membantu wanita tadi yang Nata tabrak.

"Maaf tante" Nata membantu wanita itu berdiri. Nata juga memberikan belanjaan yang terjatuh.

"Kamu kenapa nak?" tanyanya melihat mata sembab Nata.

"Saya gak papa tante!" Nata segera melangkah pergi. Namun sebuah tangan menghentikannya.

"Kenapa tante?" tanya Nata saat wanita itu menarik tangannya.

"Kamu lagi sedih? Mau mampir ke rumah tante? Gak jauh ko dari sini" wanita tadi merasa kasian dengan Nata. Ia bisa melihat matanya yang sayu dan penuh permasalahan.

Nata tampak berfikir. Apa Nata akan menerima ajakan wanita asing ini.

"Terima kasih tante. Mungkin lain kali" ucap Nata dengan sopan menolak ajakan wanita itu.

~~~~~

Roy berlutut di makam Raman. Dina menangis melihat suaminya telah pergi. Roy telah menceritakan kenapa Raman bisa pergi.

Dina sangat sedih mendengar bahwa Nata menuduh Raman meninggal akibat Roy. Padahal Roy bilang Raman akan jatuh dari balkon. Roy berusaha menyelamatkannya. Namun, Roy terlambat.

Cerita Roy mengingatkan akan kejadian dimana sahabat raman meninggal di tempat yang sama. Dina yakin apa yang dikatakan Roy benar.

Karena Raman pernah berada di posisi Roy. Bedanya, istri sahabat roy telah salah paham dan pergi meninggalkan roy sendiri.

Perasaan bersalah menghampirinya. Kalau saja dina tidak masuk ke kehidupan Raman. Mungkin Roy dapat bersama kedua orang tua kandungnya.

"Pa, maafin Roy. Roy salah pa,  maafin roy. Kalau saja waktu it---" Roy tidak mampu menjelaskan kelanjutannya.

Dina menepuk pundak Roy. Membuat Roy melihat ke arah Dina.

"Jangan salahin diri kamu Roy. Bukan salah kamu! Mama percaya sama kamu!" Dina berkata tulus kepada roy.

Membuat perasan bersalah semakin besar. Roy menangis. Menangis ingat kejadian dimana Raman pergi.

Roy telah diliputi dendam sampai lupa siapa Raman. Sosok seorang ayah yang mengajarinya dari kecil. Kebaikan Raman seakan hilang karena sebuah dendam. Bahkan Roy tidak bisa menanggapinya dengan dewasa.

Kalau Dika mungkin karena usianya masih muda. Tidak dengan Roy yang sudah tau apa yang benar dan salah.

"Ma, maafin Roy. Roy salah. Roy yang udah buat papa kaya gini. Roy bodoh..." Roy memeluk dina yang duduk di kursi roda.

Hati Yang TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang