58. Dia Terlihat Menggertakkan Giginya

16 4 0
                                    

Kak Kamal berusaha menengahi konflik dadakan tersebut dengan di-backup oleh beberapa pengajar, yang sama-sama menegur dan mengingatkan mereka dengan mengatakan "Sudah-sudah ..." berulang-ulang, lengkap dengan gesture tangan, yang tidak terlalu digubris oleh kedua perempuan itu, sementara kakak-kakak panitia dan kakak-kakak pembimbing lain juga banyak yang mendekat ke sana. Melakukan hal yang sama dan mendapat balasan yang sama pula.

"Tapi, kak?" Perempuan pengguna ponsel masih tidak terima.

Salah satu rekan perempuanku tiba-tiba maju sedikit dan keluar dari barisan kami, terus tidak lama kemudian ia balik lagi ke sini.

Kutanyai dia kenapa ia melakukan itu ketika ia lewat di sebelahku dan ia ternyata melakukan hal tersebut untuk mengetahui plang nama distrik mereka yang sedang bertikai sekarang.

Lalu ia memberitahuku dan rekan lain yang duduk disebelah ku kalau perempuan yang berteriak Avicenna tadi, berasal dari distrik putih sementara perempuan yang komplain, yang diduga menggunakan ponsel itu, berasal dari distrik merah.

Aku tidak tahu apakah perempuan dari kelompok distrik putih ini, penasaran ingin melihat perempuan dari distrik merah tersebut bagaimana saat ia marah atau memang sengaja atau hal lain. Karena di waktu yang masih sama. Ketika Kak Kamal kulihat menyodorkan amplop tadi ke perempuan yang menjawab dengan benar itu, agar mengambilnya, perempuan dari distrik putih tersebut tanpa disangka menyiram minyak ke dalam api lagi, dengan mengatakan begini.

"Tidak usah, kak. Terima kasih. Kalau perlu berikan saja pada kelompok itu. Jangan berikan mereka dalam bentuk uang, berikan mereka buku-buku untuk lebih mengedukasi mereka. Terutama yang mengatakan kalau "Itu bukan namanya" tadi, sepertinya dia melakukan sesuatu di internet."

"OUHHHHH!!!"

Kelompok laki-laki distrik putih berseru dan bertepuk tangan. Mereka terlihat puas sekali dengan ejekan yang dilancarkan oleh anggota perempuan mereka itu.

"Kau!" Teriak gadis dari distrik merah dengan nada kesal dan terlihat menggertakkan giginya.

Kulihat Kak Kamal langsung memberikan amplop tadi ke telapak tangan perempuan dari distrik putih sambil geleng-geleng menyeringai lalu melihat ke arah tenda, tampak di situ, orang-orang dewasa di sana, termasuk Ibu Kepala Sekolah, menunjukkan muka prihatin.

Sosialisasi pada hari pertama masa orientasi siswa terpaksa diakhiri lebih awal karena situasi di tenda makin memanas. Segera setelah Kak Kamal memberikan sedikit komentarnya akan kejadian mendadak barusan sambil membuat muka tersenyum kering kemudian memberikan salam penutup. Panitia penyelenggara langsung mempersilakan para peserta MOS untuk kembali ke rumah.

Ketegangan mereda dengan sendirinya ketika kedua belah pihak yang terlibat cekcok tadi, menyadari peserta-peserta MOS lain pada beres-beres, bersiap untuk pulang.

"Tolong jangan sampai terlibat kejadian yang aneh-aneh setelah ini. Langsung saja pulang dan jangan ada acara transit-transit selain pergi ke rumah kalian masing-masing."

Pinta kakak panitia yang tadi membawa amplop dengan mik pengeras suara sambil memandang ke arah anggota-anggota distrik putih lalu ke anggota-anggota distrik merah ketika dia mengucapkannya.

Pengeras suara kemudian kembali grasak-grusuk. Kami semua yang baru beranjak keluar tenda, menghentikan langkah untuk mendengarkan sesuatu yang mungkin akan diumumkan oleh sistem PA tersebut.

"Perhatian untuk peserta MOS laki-laki, maaf jangan bubar dulu. Buat barisan kembali. Kita akan melakukan pengukuran badan untuk membuat baju jurusan."

***

Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang