105. Sudah Bosan Sama Dia

15 1 0
                                    

Gadis ini kemudian menuntunku ke beberapa gendung dan berbagai macam ruangan yang ada di sekolah. Laboratorium Multimedia, perpustakaan, ruang koperasi sekolah, ruang OSIS, kelas-kelas XII, kantin, dan lain-lain, yang masing-masing aku mendapatkan 1-2 tanda tangan di tempat tersebut.

Kami kemudian balik lagi ke lapangan basket.

"Aku mau menemui kakak-kakak pembimbingku dulu."

Dia bilang padaku kalau dia belum meminta tanda tangan kedua kakak distriknya, itu sebabnya dia ke sana. Ia juga menyuruhku untuk melakukan hal yang sama, untuk meminta tanda tangan pada kakak-kakak pembimbingku.

Tapi aku sudah lebih dahulu melakukan itu.

"Kamu sudah dapat tanda tangan mereka, ya. Kalau kakak-kakak pembimbingku? Namanya ..."

Gadis ini lalu menyebutkan kedua nama kakak pembimbing dia dan aku kemudian melihat ke papan penjepit kertas, mencocokan nama-nama yang baru ia sebutkan ke kertas tanda tanganku dan aku menemui kalau tanda tangan mereka belum kudapatkan.

Yaiyalah!

Aku lalu menjawab itu dengan anggukan kepala.

"..."

Mendapatkan tanda tangan kedua kakak pembimbing gadis dari distrik abu-abu tersebut lancar tanpa hambatan. Setelah aku dan dia selesai meminta tanda tangan kepada mereka, aku mencoba mengajak gadis ini mengobrol dengan menanyakannya, apa ada kakak kelas yang sulit untuk dimintai tanda tangan, sebab ketika aku mengikuti dia tadi, kudapati ia sengaja melewatkan beberapa kakak kelas yang memiliki tanda pengenal di perjalanan.

"Lihat itu!"

Tapi dia memberikanku jawaban lain.

Gadis ini tiba-tiba berseru dan menunjuk ke suatu arah, ke sebuah kelas, lebih tepatnya ke sebuah pintu masuk kelas.

Kujumpai di sana banyak sekali peserta MOS berjejalan di pintu kelas yang barusan ia tunjuk, yang dekat dengan gedung koperasi sekolah tersebut. Padahal waktu aku lewat saat aku mulai membuntuti gadis ini, perasaan kelas itu tadi tidak membludak seperti sekarang.

Kulihat gadis dari distrik abu-abu segera berlari menuju kelas tersebut dan aku pun lantas mengikutinya, dengan jalan seperti kecepatan jalan manusia normal, tidak seperti dia yang berpindah-pindah ke suatu tempat dengan tergesa-gesa terus.

Sesampainya aku di kelas tersebut, gadis distrik abu-abu kulihat mendekati beberapa jendela kelas lalu berjinjit-jinjit kemudian melompat-lompat di dekat jendela kelas yang cukup tinggi, berusaha ikut melihat keadaan di dalam bersama para peserta MOS lain yang ada di situ.

Sementara aku, aku berdiri di halaman tanah depan teras kelas saja, sebab para para peserta MOS yang berjejalan di pintu kelas banyak sekali, ya ampun.

Mereka benar-benar sabar menunggu untuk bisa masuk ke dalam. Sepertinya yang sedang ada di dalam itu adalah ketua OSIS atau semacamnya.

Elisha, ya .... Baiklah, aku tidak akan lari lagi. Aku akan menghadapimu, Elisha!

Kulihat gadis distrik abu-abu itu berhenti loncat-loncat di dekat jendela, terus dia merapat ke sini. Apa ia menemukan sesuatu? Sambil harap-harap cemas aku lalu memberanikan diri untuk menanyai dia, siapa yang ada di dalam, terus gadis ini cepat menjawab dengan mengggelengkan kepala.

Aku menghela napas.

Sepertinya dia tidak mendapat apa-apa, namun kulihat gadis itu masih tidak menyerah. Ia berjalan ke pintu kelas, terus ia ikut berjejalan di sana, mencari celah untuk masuk ke dalam, tak lama kemudian ia berhasil masuk dan tak lama kemudian lagi ia tertolak keluar dan terjatuh seperti pada adegan laki-laki bad boy yang sengaja mendorong dia untuk menjauhinya karena laki-laki itu sudah bosan sama dia.

Setelah itu perempuan itu bangkit, membersihkan dan menepuk-nepuk celananya yang kotor karena habis terjatuh tadi lalu dia kembali berjejalan di pintu itu, masih berusaha untuk masuk.

Tidak lama setelah itu, ia mendapati ada salah satu peserta MOS yang kakinya keluar dari pintu kelas yang berjejalan tersebut, terus tangannya muncul, terus diikuti kepalanya setelah itu, ia terlihat mau keluar lalu kami berdua mencoba membantu dia keluar dengan menariknya, kemudian kami berhasil. Tapi kami sangat terkejut sekali, ternyata sekali keluar, ada tiga perempuan yang muncul.

Mereka berterima kasih pada kami karena membantu mereka keluar dari sana lalu gadis distrik abu-abu kemudian kulihat mendekati mereka, terus bertanya pada mereka yang saat ini sedang merapikan kembali baju mereka yang berantakan seperti habis diperkosa bad boy, sehabis berjuang keluar dari sana tadi, mengenai siapa nama kakak yang ada di dalam.

.... Dan salah satu perempuan dari sekelompok perempuan tadi kulihat mengatakan sesuatu pada gadis distrik abu-abu dan tak lama kemudian gadis dari distrik abu-abu tersebut berbalik badan lalu melihat ke arahku.

"Kak Rudy." Seru dia, sambil nunjuk-nunjuk ke dalam kelas.

"Eh? Bukan Elisha, ya? Berarti ini siapa? Wakil ketua OSIS?"

"Kita belum mendapatkan tanda tangannya, ya, 'kan?" Tanya gadis itu lagi, menyadarkanku yang sempat melamun.

Lantas aku segera melihat ke papan tanda tanganku yang berisi daftar nama-nama kakak kelas.

Rudy ... Rudy? Ah, Ini dia. Nomor delapan. Masih kosong. Eh? Papan bawah? Sepertinya bukan Wakil Ketua OSIS. Namun hebat sekali orang ini. Ia bisa mengumpulkan dan membuat para peserta MOS jadi membludak seperti sekarang hanya untuk meminta tanda tangannya, siapa lagi mahluk ini?

"Hei?" Seru gadis itu menegurku, membuatku tersadar lagi dari lamunan.

"Apa kau sudah mendapatkan tanda tangannya?" Tanya dia.

Ah, dia menanyakan itu. Segera aku memberikan jawaban ke gadis tersebut berupa gelengan kepala beberapa kali. Memberitahu kalau aku belum mendapatkan tanda tangan dia.

Dan sebelum dia berpaling ke arah pintu kelas tersebut lagi, ia sempat memberitahuku sesuatu, namun aku tidak bisa mendengar dia dengan jelas, sebab keadaannya di depan kelas ini begitu ramai dan berisik.

Suaranya tertumpuk dengan suara keributan di sini.

Namun apapun yang ia katakan tadi, aku yakin dia mengajakku untuk menerobos masuk ke dalam sana.

Tapi bagaimana caranya?

***

Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang