109. Rika Sachnata

11 2 1
                                    

Gadis dari distrik abu-abu ini namanya Rika Sachnata. Ingat pake "C" di antara huruf "a" dan "h" kata dia. Setelah kami mengobrol mengenai tanda tangan kakak kelas tadi, kemudian soal aku lalu soal gadis ini. Kami juga membahas kakak genit kemudian membicarakan kejelekan-kejelekan yang kuketahui dan gadis ini ketahui mengenai dia selama MOS 2 hari ke belakang lalu menjelek-jelekkannya lagi buat jadi bahan tertawaan.

Dari membahas kakak genit tersebut, aku tak sengaja mendapatkan nama panggilan baru untuk dia, yaitu Kak Rude, yang artinya tidak sopan atau kasar. Itu nama panggilan yang cocok karena kelakuan dia yang semena-mena, salah satunya yang melempar-jatuhkan kertas tanda tangan tersebut. Itu sudah selevel dengan Elisha Vania, bahkan bukan tidak mungkin kalau kakak genit tersebut bisa melampaui perempuan itu.

Tunggu-tunggu, ada yang aneh di sini.

Sebelumnya kakak genit ini tampil dan muncul beberapa kali dan mengganggu kehidupanmu pas MOS hari kedua, pas makan itu, dan lain-lain. Kenapa kau baru memberitahu namanya? Apa kau tidak mencari tahu nama dia kemarin-kemarin waktu dia mulai? Bahkan ia sempat memimpin acara saat itu, apa dia di situ tidak memperkenalkan nama satu kali pun?

Iya.

Luar biasa!

Eh, masa sih? Itu memang seperti itu atau kau memang berniat menyembunyikan ini?

Sudah? Bisa kita ganti topik dan lanjut?

"..."

"Orang tuamu ada di luar daerah. Jadi kau tinggal dengan siapa di sini, Frida?" Tanya Rika.

"Bibiku."

Dari raut wajahnya, Rika tampak menahan sesuatu dan dia sesekali melirik ke arahku.

"Kenapa?" Tegurku.

"Jadi itu bibimu, yang menemanimu daftar ulang kemarin?"

"Iya."

Eh? Kejadian apa yang ingin Rika hubungkan?

Tunggu apa soal itu?

Argh! Kenapa dia bisa ingat itu, sih? Duh, aku akan malu setelah ini.

"Papa-"

Nah, dia keceplosan dan mau mengatakan "Papa" lagi.

"Ayahku waktu itu sedang menyempatkan jam kerjanya ketika menemaniku daftar ulang."

Ini dia.

"Mood Ayah sudah berbeda sejak mulai berangkat dari rumah dan saat kami mengantre. Ayahku seperti sedang naik darah gitu dan perasaan dongkol Ayah bertambah buruk pada saat menunggu tempo hari tersebut." Jelas Rika.

"..." Aku hanya dapat mendengarkan dalam diam dan tidak bisa berkata-kata lagi.

"Waktu beliau mau komplain ke depan. Kebetulan kalian sudah menyelesaikan itu dan petugasnya juga sudah bertambah." Sambung Rika, tersenyum.

Aku merasa geli. "Kuharap ayahmu tidak menyimpan dendam."

Rika tertawa kecil.

"Benar, serius ini. Aku benar-benar merasa tidak nyaman sekarang." Jelasku pada Rika.

"Tidak apa-apa. Jangan terlalu dipikirkan."

"Terus ayahmu telat?"

"Aku tidak menanyakannya."

"Jangan ditanyakan, Rika."

"Baiklah." Jawab Rika, sambil tertawa kecil.

Karena Rika menjawab sambil terkekeh-kekeh terus. Aku coba memastikan lagi kalau perkataannya itu bisa dipegang. "Kumohon jangan ditanyakan."

"Iya-iya. Aku mengerti." Dia masih tertawa.

"Maaf, ya. Atas ketidakpekaan bibiku. Sampaikan juga permintaan maafku pada ayahmu."

"Eh? Jadi ini ceritanya mau diberitahu atau tidak, nih?"

"Ah, kamu ...."

Bisa saja dia menggodaku. Semoga saja dia tidak separah Arillia. Aku tidak mau punya teman dengan fitur seperti itu lebih dari satu orang.

"Sudah-sudah, kubilang jangan terlalu dipikirkan." Jawab Rika, mencoba menghilangkan kekhawatiranku.

***

Author Note:

Ok ... kalian sudah mengenal Rika Sachnata (permukaannya saja tentunya). Karakter yang paling susah kubuat selain Lydia, Alma sama Arillia. 

Well, aku tidak berencana ngasih kalian spoiler dengan memberi ringkasan mengenai dia atau sifat dia secara tidak sadar di author note (Yaiyalah! harus itu!) jadi tunggu aja bagaimana nanti perempuan ini menggerakkan ceritanya.

Dan maaf aku baru bisa update-nya sekarang. Sampai jumpa di chapter selanjutnya.

Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang