50. Du-du-duh! Frida, badanmu!?

26 4 0
                                    

Lewat pengeras suara, entah ini adalah bagian dari kegiatan MOS atau kegiatan yang lain. Kakak-kakak panitia memberitahu semua anggota distrik untuk duduk berbaris dengan rapi dulu serta disuruh untuk menunggu dulu sampai pemberitahuan selanjutnya diumumkan.

Dan, ya. Kami terus menunggu sampai pemberitahuan itu muncul, akan tetapi, sudah setengah jam lebih waktu berjalan, namun pengumuman yang dimaksud belum juga disampaikan.

Barisan yang rapi tadi juga mulai berevolusi sendiri sekarang menjadi ke sana-ke mari hadapnya, sebab para peserta MOS, ada yang menghadap ke belakang dan ada yang ke samping untuk memudahkan mereka mengobrol dengan rekan sedistrik mereka.

Dan saat ini aku juga melakukan hal yang serupa dengan peserta-peserta MOS itu. Lebih tepatnya, aku sedang duduk memeluk lutut, menguap sementara saling menyediakan punggung masing-masing dengan sesama rekan perempuan sedistrik untuk membuat sandaran tubuh, dengan pengecualian aku tidak ikut-ikutan berbicara seperti yang mereka laksanakan saat ini.

Entahlah, aku sedang tidak bersemangat untuk ikut-ikutan melakukan hal tersebut, namun di belakangku, dialog sengit tengah berlangsung, terus perempuan yang menyanggaku adalah termasuk bagian kelompok bicara yang paling dekat dengan posisiku.

Sejak mereka memulainya setengah jam yang lalu, aku sebenarnya berusaha untuk terlelap. Kerasnya suara yang mereka hasilkan mempersulitku untuk menggapai cita-cita kecil tersebut.

"Masa, sih?"

"Kamu meladeni dia, serius. Kelihatan sekal-"

Mereka begitu parah saat sudah giliran membahas soal laki-laki.

"du-du-duh! Frida, badanmu!?"

Kalau tiga perempuan ini berteman dekat denganku nanti. Aku berkomitmen untuk tidak akan pernah membicarakan apapun yang berkaitan dengan lawan jenis saat sedang bersama mereka.

"..."

Tiap satu kelompok bicara, rata-rata diisi oleh empat orang. Dalam satu distrik, masing-masing ada empat sampai lima kelompok bicara. Jumlah distrik yang mengikuti MOS di tenda, semuanya ada tiga belas. Bisa dibayangkan polusi suara tinggi sekali di dalam sini.

Hitungan-hitungan di atas tersebut, jika dibandingkan dengan kelompok bicara yang ada di belakang badanku sekarang ini, mereka bisa dikatakan adalah kaum minoritas, sebab kelompok mereka cuma berpenumpang tiga orang.

Satu diantaranya adalah perempuan yang digodai, satunya lagi teman dari perempuan yang digodai dan yang bersandaran denganku adalah perempuan berisi yang entah kenapa bisa akrab dengan dua perempuan tersebut.

Asal kalian tahu saja, mereka ini bukan gadis-gadis yang sebelumnya kutolong. Kisah mereka ini lain lagi. Dari yang kudengar lewat pembicaraan mereka barusan, bisa dibilang mereka ini memiliki versi cerita dengan akhir yang manis. Kakak-kakak genit yang menggodai mereka adalah kakak pembimbing dari distrik lain yang juga bersih-bersih di halaman depan sekolah. Namun bukan kakak pembimbing distrik Erza loh, ya. Terus terang aku juga tidak tahu secara pasti siapa kakak pembimbing yang mereka maksud, dan aku tidak mau mencari tahunya sekarang.

Karena aku terlihat tidak melakukan apa-apa sedari awal mereka memulai. Aku jadi incaran tiga orang ini untuk bergabung ke dalam pembicaraan mereka yang kelihatan tidak bisa diprediksi kapan berakhirnya tersebut. Mereka berkali-kali memberikanku umpan dan aku juga berulang-ulang menolak ajakan mereka.

Misalkan tadi, si perempuan berisi mencoba menyeretku (bukan secara fisik) masuk ke dalam sana, dengan motif meminta kesaksian padaku untuk menguatkan pendapatnya.

"Kamu juga lihatkan tadi itu, Frida? Lydia tadi digodain terus?"

Tiap kali mereka mengulangi pekerjaan semacam itu aku hanya menganggukkan kepala. Terkadang aku juga memberikan variasi, seperti berdehem atau menggelengkan kepala agar aku tidak terlalu dianggap dingin oleh mereka. Kesan yang ditimbulkan mungkin kurang baik, hanya saja aku ini sedang kehabisan tenaga, badanku lemas karena efek begadang membuat tas karung tadi malam ditambah kerja bakti tadi pagi, dan yang lebih penting, tenagaku tidak sebanyak mereka-mereka yang masih dapat berbunyi itu.

Aku tidak ingin terlalu banyak berbicara untuk saat ini. Aku hanya ingin bobo.

"Namun kakak yang semena-mena tadi dari distrik mana, sih?"

"Tidak tahu."

"Itu orang, anggota distrik kita juga kena perintah oleh dia. Semuanya ia atur-atur!"

"Tapi aku mencari laki-laki seperti dia."

"Yang tipe seperti bos?"

"Dengan tanpa itu."

Kualitas pembicaraan mereka terus menurun.

Entah apa sebabnya aku jadi mengurusi omongan tiga perempuan ini. Semakin aku berusaha untuk tidak memperdulikan pembicaraan mereka rasa itu semakin berbalik melawanku.

Hal tersebut kian diperparah saat kelompok perempuan dari distrik tetangga kebetulan mempunyai kesamaan topik dengan kelompok ini bahas. Mereka yang mendengarnya langsung menimpali kelompok dari distrik tetangga tersebut dan kelompok dari distrik tetangga itu secara ajaib juga turut ikut melebur ke dalam diskusi terbuka tiga perempuan ini.

Coba mari kita alihkan ke lain dulu.

Susunan kegiatan MOS pada hari pertama, yang tertulis di jadwal adalah apel pagi, acara pembukaan, tur sekolah, istirahat dan terakhir, Game 1.

Namun kami melakukan acara tambahan saja sedari tadi.

Kalau berkaca dengan susunan acara, ada dua kegiatan yang sejauh ini kami ketahui itu adalah kegiatan tambahan, yakni kegiatan bersih-bersih yang dilaksanakan tadi pagi lalu acara berikutnya ...

"Ahahaha!!"

"..."

Maaf, aku teruskan. Acara berikutnya berupa sosialisasi dari dua instansi pemerintah, dua kegiatan tersebut adalah kegiatan yang tidak tertulis pada susunan acara untuk hari ini, tapi itu dikerjakan, oleh kami. Padahal aku menantikan sekali acara tur sekolahnya. Aku harus sesegera mungkin mengetahui seluk-beluk sekolah ini demi memantapkan operasiku melawan Elisha.

Kenapa tidak coba berkeliling saja sendiri?

Memang, ide tersebut sempat terlintas dipikiranku. Akan tetapi, jujur aku tidak terlalu menyukai gagasan tersebut. Karena, ya ... kau mengerti, 'kan kenapa? Ada yang paham maksudku? Kalau tidak ada, ya aku diam saja. Namun kalau kau menemukan sesuatu di kepalamu, barangkali alasanku adalah itu.

"Ya ampun, mereka lama sekali. Kapan datangnya?"

Keluh salah seorang perempuan di belakangku. Barangkali itu adalah si perempuan digodai.

Lalu kami sedang menantikan apa? Kami tengah menunggu tibanya orang-orang dari Dinas Pendidikan dan BNN! Mereka melonggar dari jadwal.

Banyak yang menyalahkan acara sosialiasi ini yang memulai ketidakteraturan karena kegiatan itu dilaksanakan saat jadwal semula berangsur-angsur normal.

Sebelumnya, kami disuruh berbaris rapi, bersiap untuk tur sekolah setelah jam istirahat usai dan setelah barisan yang di atur-atur itu. Terus saat baru beberapa gedung-gedung sekolah yang dikenalkan pada kami, panitia malah mendadak mengumumkan perubahan jadwal lewat Sistem PA sekolah dan kami diminta untuk kembali ke lapangan basket, alhasil kami pun terpaksa balik lagi ke sana.

Saat kami kembali, pada waktu yang bersamaan. Panitia memberitahu alasan kenapa mengembalikan kami ke posisi awal, yakni memberitahu acara penyuluhan atau sosialisasi itu tadi. Mereka juga menambahkan beberapa pemberitahuan. Untuk jadwal kegiatan MOS yang terbaru, statusnya akan diumumkan kemudian.

Seandainya panitia kukuh pada jadwal yang sudah dibuat, keadaan berantakan seperti ini mungkin bisa dihindari. Namun dilihat dari keadaan yang sudah terjadi sekarang, sepertinya mereka tidak punya kontrol atas itu semua.

***

Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang