21. Pinggulmu sebesar apa, Bibi!

41 15 0
                                    

"Mah, kenapa kita tidak naik mobil?" Tanya Grisnald ke ibunya dengan nada menyeret-nyeret.

"Untuk bisa menghindarimu menyuruh mama membeli kouta data." Sahut dia.

Bibi ada-ada saja. Kenapa tidak bilang kita jalan kaki ke sini karena calon sekolahku itu dekat.

Terlalu dekat.

Sesampainya kami di depan gerbang sekolah. Banyak para orang tua beserta anak-anak berpakaian seragam SMP, kulihat berdiri berderet mengambil nomor antrean pada beberapa petugas di halaman depan.

Aktivitas yang mereka lakukan terlihat sedikit cerewet. Sesudah mereka mengambil nomor antrean di halaman depan tadi. Mereka kemudian pergi lagi ke petugas yang ada di teras gedung utama untuk mengambil sesuatu lagi.

Dilihat dari papan keterangan yang di taruh pada meja petugas sekolah di teras tersebut. Mereka sepertinya sedang mengambil formulir pendaftaran berdasarkan nomor antrian tadi. Setelah mereka selesai mengambil formulir pendaftaran, mereka pergi lagi ke petugas di sebelah, masih di tempat yang sama, di depan teras gedung, untuk mengambil nomor pendaftaran.

Namun aku, bibi dan Grisnald, ketika kami berjalan di halaman depan tersebut. Kami melewati petugas yang memberikan nomor antrean dan juga melewati petugas-petugas yang ada di teras gedung utama.

Aku menengok ke belakang untuk lanjut melihat aktivitas mereka di halaman depan tersebut. Kulihat meja-meja dan petugas yang menjaga bertambah, demikian juga deretan orang yang mengantre.

"Mah, kenapa kita tidak ikut mengantre seperti mereka? Kata mama nyerobot tidak baik, 'kan?" Seru Grisnald, penasaran mendapati kami berjalan lancar, terus langsung masuk ke dalam, tidak mengantre-ngantre.

Tidak lama kemudian di tengah perjalanan, kami dihampiri oleh satu laki-laki berkemeja lengan panjang warna putih dengan celana panjang warna hitam.

"Ibu daftar online?" Tanya laki-laki tersebut.

Kudapati ada tag nama yang ia kenakan di leher, dia salah satu petugas di sekolah ini barangkali.

"Ah, iya. Kemana lagi ya setelah ini?" Tanya bibi.

"Lurus saja, bu. Setelah itu belok kiri lalu ke loket sesuai jurusan yang dipilih."

"Begitu, ya. Terima kasih, ya."

"Ya bu, sama-sama. Saya permisi." Kemudian laki-laki tersebut berlalu, membantu orang-orang lain.

Bibiku senyum-senyum menanggapi laki-laki tersebut setelah dia meninggalkan kami. Karena aku memandangi bibi, bibi lalu melihatku "Kuat kemungkinan dia berpikir kalau aku ini adalah ibumu, Frida."

Serius sedikit, bi.

"Dia juga pasti berpikir kalau aku ini mama muda."

Astaga.

"Kalau sudah daftar online jadi tidak perlu yah, ma?"

"Iya. Kak Frida sudah daftar online. Jadi tidak perlu."

"Terus kenapa kita masih ke sekolah?"

"Mengumpulkan berkas-berkas pendaftaran Kak Frida yang lain."

"Ohh ..." Lalu Grisnald terlihat memandangi sekitarnya. "Nanti kalo pas Grisnald daftar sekolah baru, daftarin online juga yah, Mah. Biar tidak ribet."

Bibi dan aku berpandangan tersenyum.

"Pasti itu." Jawab Bibi.

"Kalau sudah pas zamannya Grisnald nanti, sekolah juga ikutan online barangkali." Sahutku.

Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang