65. Musim Kemarau

8 3 0
                                    

Kelompok perempuan kulihat banyak yang sudah menggeser pandangan ke Kak Aldi, berharap mendapat dukungan dari dia.

Mengetahui banyak orang yang melihat ke dirinya. Kak Aldi lalu ..."P-Pede aja." malah mengatakan itu sambil membuat senyum terpaksa dan memberikan dua jempol ke kami secara malu-malu.

Mendapati hal itu, kelompok perempuan mendesah frustasi, dan yang paling dapat terdengar melakukan hal tersebut adalah Alma.

"Beritahu pada kami lagu yang kakak pilih itu apa?" Tanya Alma setelah ia mendesah frustasi paling nyaring di antara kelompok perempuan.

Mendengar hal tersebut, Kak Fauzio kemudian nampak bersemangat, terus mengambil kertas-kertas dari kumpulan kertas yang Kak Aldi barusan pegang lalu memberikannya selembar ke Alma.

Saat kertas tersebut baru diserahkan ke Alma, Alma tampak ingin merobek kertas itu, namun sempat dihentikan kau Fauzio dengan mengambil kertas itu lagi dari tangan dia dengan cepat.

"Jangan dirobek." Tegur Kak Fauzio.

Alma tampak membuang muka setelah itu.

Kak Fauzio terlihat tersenyum lalu kemudian ia berikan kertas yang ia ambil tadi dari Alma ke aku, terus dia menyebarkan lagi kertas-kertas tersebut ke anggota-anggota distrik oranye yang lain.

Kertas yang berikan tidak terlalu banyak, jadi anggota yang tidak kebagian, mereka menumpang pada anggota yang mendapatkannya.

Lirik, judul lagu, nama musisi dan deskripsi lain, semuanya sudah tercetak di kertas tersebut.

Semua anggota bergumam dan bertanya pada rekan-rekan yang lain apakah mereka ada yang mengenal musisi ini.

Aku, Alma dan Arillia segera menumpang melihat kertas yang baru diterima oleh Lydia. Lydia kemudian melihat apa yang ada di kertas tersebut. Dan ekspresi Lydia yang semula kami lihat begitu penasaran bercampur was-was sebelumnya, sekarang berubah jadi riang dan bersemangat seusai ia mengetahui apa yang ada di kertas itu.

"Oh, beneran lagu ini yang akan kita bawakan, kak? Ayo nyanyikan! Aku ikut konsernya waktu festival musim kemarau kemarin."

"Kemarau, pfftt." Alma terlihat menutupi mulutnya yang tertawa dengan tangan.

"Negara ini cuma punya dua musim dan kalian tahu itu. Rasa tidak pantas kalau kita menyebutnya festival musim panas meskipun kondisinya sama-sama membakar." Jelas Lydia, polos.

"Pfftt!" Alma tertawa kembali dengan masih menutupi mulutnya.

"Kenapa kau begitu bahagia sekali, Alma?" Tanya Arillia keheranan.

"Tidak ... tidak ada apa-apa." Jawab Alma, mereda. Terus dia menghela napas. "Hadeh ..."

"Itu ... itu musisi favoritmu?" Tanya Alma ke Lydia dengan masih ada nada-nada tertawa yang tersisa waktu dia bicara. Lydia lalu cepat menjawab dengan anggukkan. Ia menganggukkan kepala sampai badannya turut ikut-ikutan. Lydia juga tidak lupa bilang ke Alma dan semua orang yang ada di sekitar dia, kalau ia hafal di luar kepala semua lirik lagu yang orang itu buat.

Ketika Lydia heboh sendiri di awal-awal tadi, dia sudah menarik perhatian semua anggota distrik oranye dan mereka terlihat sudah siap menanyakan sesuatu pada Lydia sekarang.

"Dari mana asalnya?", "Apa dia tampan?", "Apa musiknya enak-enak?"

Melihat banyak yang merecoki Lydia. Kak Fauzio lalu mengeluarkan ponsel miliknya, sentuh-sentuh sesuatu di layar ponsel tersebut, terus tidak lama setelah itu terdengar suara ketukan pada loudspeaker ponsel dia.

Ia lalu sodorkan benda itu ke Alma lalu Alma menerima itu, terus ia mulai mendengarkan musik tersebut.

Arillia, aku dan perempuan lain yang berada di jangkauan pun mendekati Alma.

"Nah, 'kan. Lagu luar." Keluh Alma mendadak menghentikan musik tersebut terus memberikan muka cemberut ke Kak Fauzio ketika awalan musik tersebut mulai terdengar.

"Ganti, kak. Lagunya ..." Lanjut Alma lagi, dengan nada mulai merajuk.

"Coba dengarkan saja dulu." Pinta Kak Fauzio.

"Iya, Alma ini. Enak kok musiknya." Ucap Lydia.

"Ulangi-ulangi, Al." Suruh, Arillia bersemangat.

Dengan muka yang masih sebal, Alma menekan tombol ulang dengan malasnya, kemudian kami mulai mendengarkan musik itu lagi.

Pada awalan musik tersebut, suara musik yang kami dengar dapat sedikit membuat kami mengangguk-anggukan kepala. Ketika masuk bagian vokal, kami berusaha menyamakan nyanyian yang kami dengar dengan lirik yang ada di kertas. Memeriksa kalau ada apa-apanya. Kemudian kami menghayati itu sampai musik tersebut dimatikan secara sepihak oleh Kak Fauzio ketika musik tersebut kira-kira baru sampai lima baris lirik yang selesai.

Kak Fauzio sama Lydia kemudian menunjukkan ekspresi "gimana-gimana?" sambil senyum-senyum ke kami yang sedikit agak kesal. Dan Kak Fauzio nampak berharap sekali ada yang memberikan komentar pada musik yang ia pilih.

Sementara Alma kulihat menatapku, lalu ke Lydia kemudian ke Arillia. Raut wajahnya kulihat kembali berubah ke masa-masa ketika ia waktu awal-awal memprotes Kak Fauzio barusan dan kelihatannya Alma masih ingin menentang ide dari Kak Fauzio.

"Apa?" Kata Lydia. "Kau tentukan sendiri, kau yang komplain, 'kan tadi?" Lanjut Lydia dengan nada menantang campur mengejek. Alma terlihat langsung mengepalkan tangan dan mau mengarahkan itu ke Lydia.

"Dasar, kamu ini ..."

Tapi dia urungkan. Alma menurunkan tangannya kemudian memindahkan pandangannya ke aku "Kau, Frida?"

Tiba-tiba Lydia sudah menggandeng tanganku dengan cerianya. "Frida ikut aku~~♥️♥️"

"Aku-"

Aku kemudian diam dan tidak jadi memberikan jawaban, sebab Alma kudapati keburu melempar pandangannya ke arah sekitarnya yang lain, mencari anggota perempuan yang mau sepihak sama dia, dengan turut melakukan apa yang ia lakukan tadi ke aku dan Lydia, pada Arillia dan anggota perempuan yang lain.

Namun ujung-ujungnya, rekan-rekan perempuan lain, yang barusan mendukung Alma sebelum diperdengarkan musik oleh Kak Fauzio, jadi banyak yang merubah haluan dan satu arah dengan Kak Fauzio. Meski beberapa di antara mereka ada yang ragu dan ada yang mengajukan suatu kondisi dulu.

"Kami setuju-setuju saja, asal posisi baris kami waktu nyanyi di belakang kalian."

"..." Alma saat ini terlihat masih gelisah lalu dia kembali melihat ke arahku. Barangkali ia ingat aku belum memberikan dia jawaban

"Bagaimana denganmu, Frida?"

"Aku ikut Lydia." Kataku ke Alma.

"..."

Sebenarnya ada rasa tidak enak dan ragu ke Alma sih, aku tadi, sebab aku seolah-olah seperti berpindah keberpihakan ke Kak Fauzio semata-mata cuma karena lebih banyak yang mendukung Kak Fauzio daripada Alma, tapi aku tadi tidak bersikap begitu dan menurutku Alma bukan tipe orang yang dengan mudah menjadikan masalah ini jadi dendam dia, dan terlebih lagi akupun sebenarnya dari awal juga sudah setuju dengan Kak Fauzio. Jadi tak apalah.

Alma kulihat sekarang nampak mau kembali merengek ke Kak Fauzio.

"Arghh!! Lagu Indonesia saja kumohon Kak. Dangdut atau yang lain, yang masih familiar, jangan lagu luar supaya kami cepat hafal." Alma melanjutkan usahanya kembali untuk membuat bimbang Kak Fauzio ....

Eh?

Oh, jadi itu masalah Alma.

"Yang kau khawatirkan ternyata itu." Seru Kak Fauzio. Nampaknya Kak Fauzio juga menangkap akan hal tersebut. 

***

Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang