48. Ugh! Sedekat ini ....

25 5 0
                                    

Selesai cuci tangan, aku langsung berlabuh ke terduga kelas Erza sesuai perkataanku sebelum-sebelumnya, terus tak lama setelah itu aku kembali bergabung dengan rekan-rekan perempuan sedistrik ku yang mau bertolak ke koperasi sekolah.

Lalu pas selesai di koperasi, kami kemudian kembali ke tenda lapangan basket sejalan dengan perintah panitia sebelumnya, dengan membawa beberapa makanan ringan dan minuman yang kami beli dari koperasi untuk memakannya di situ sambil menikmati jam istirahat.

Tenda kuperhatikan baru diisi beberapa peserta MOS yang duduk di sudut-sudut tenda dan di tengah tenda. Waktu istirahat kulihat masih cukup lama. Perangkat pengatur waktu yang ditaruh di meja panitia, menunjukkan waktu masih tersisa 12 menit lagi sampai jam istirahat berakhir.

"..."

Rekan-rekanku duduk di tempat yang sama ketika distrik kami baris barusan. Itu lo yang duduk di tengah lapangan, di depan pengeras suara. Kuharap kalian tidak melupakan hal tersebut.

Saat aku ingin duduk di dekat mereka, aku merasa posisi duduk kami cenderung lebih ke belakang daripada yang dahulu-dahulu.

"Kenapa jadi duduk di sini?" Tanya rekan perempuan sedistrik lainnya yang baru datang dan turut menyadari posisi duduk distrik ini agak berubah. Salah satu anggota perempuan distrikku yang sudah duduk, menarik-narik ke bawah sedikit lengan kaos perempuan yang bertanya tadi. "Sudah-sudah, duduk saja. Di depan pusing aku. Pengeras suaranya kencang sekali." Jelas dia.

Mendengar hal tersebut, kami yang ragu tadi kemudian berkata dalam hati 'iya juga ya' dan kami pun duduk di situ terus mulai menikmati makanan yang kami beli.

"..."

Aku membeli teh melati kotak dan makanan yang sangat tipis, ringan, renyah dan manis yang tak lain adalah wafer, wafer cokelat. Aku menikmatinya sambil meminum teh yang didinginkan dengan kulkas ini sekaligus mengipasi badan dengan topiku seraya melihat peserta MOS lain berlalu-lalang menuju koperasi serta yang mengunjungi tempat-tempat lain.

Oh ya tentang kelas distrik Erza.

Kenapa kau sedikit sekali mengisahkan itu tadi, terus tiba-tiba langsung loncat ke koperasi? Itu bagaimana ceritanya?

Baik. Jadi, waktu aku berkunjung ke terduga kelas Erza tersebut, Erzanya kutemui tidak ada di dalam situ dan ketika aku mau bertanya pada orang-orang yang ada di dalam kelas apakah ada nama Erza di kelas ini, di kelas itu juga sedang tidak ada orang.

Oleh sebab itu aku cepat-cepat kembali bergabung dengan rekanku, kalau-kalau Erza sedang ada di koperasi. Namun setelah aku ke sana, di koperasi juga tidak ada tanda-tanda kalau Erza pernah ke koperasi.

Bagaimana caranya aku tahu Erza tidak ke koperasi?

Karena aku memastikan itu sendiri dengan bertanya pada penjaga kasir di sana, dengan memberikan ciri-ciri Erza dan jawaban penjaga itu adalah geleng-geleng.

Entahlah Erza menghilang ke mana. Dan aku sekarang tengah mengawasi tempat-tempat yang tingkat kepastiannya tinggi akan ia singgah seperti toilet-toilet mungkin? Semoga saja aku bisa menjumpai dia di tempat tersebut.

Aku lanjut menikmati waferku.

"..."

Makanan rasa cokelat kurasa sudah terlalu banya-

"Ah, Akhirnya duduk lagi."

"Erza, kau sebelah sini."

"Nah, sip."

Kebaikanku menolong tiga perempuan tadi sepertinya dibalas begitu cepat. Aku mengenali beberapa orang dari distrik Erza saat mereka dan Erza bersih-bersih di luar pagar. Dan kelompok mereka duduk di samping distrikku duduk sekarang. Hebatnya, yang duduk di sebelahku saat ini adalah Erza. Barisan distrik ungu Erza ada di sebelah distrikku selama ini. Kenapa aku bisa tidak mendapati dia sedari tadi.

"..."

Ugh! Sedekat ini ...

Sebetulnya jarakku dengan dia masih agak jauh sih. Tidak bisa dibilang dekat sesuai definisi yang kalian masing-masing artikan sendiri sekarang. Jarak yang memisahkan kami kira-kira sepanjang lengan yang kau rentangkan ke samping. Tapi sudah lumayan lo ini, jangan coba-coba meremehkannya. Kalau kamu jadi aku. Aku yakin ini sudah bisa membuatmu salah tingkah.

Namun jarak ini ideal menurutku. Tidak terlalu hambar dan juga tidak terlalu kemanisan kalau bisa dibilang.

Menurutku jarak seperti ini juga yang paling disukai oleh perempuan yang cari aman-nya saja. Ada rasa mau untuk mendekati tapi tidak mau mendekati karena takut gagal, lalu inilah yang jadi jalan tengahnya sebagai pelampiasan.

Aduh! Menengok ke kiri, tidak? Menengok ke kiri, tidak? Erza ada di sebelahku sekarang. Aku ingin sekali melihatnya!

"Perasaan tadi kelompok perempuan distrik ini baris di depan semua."

"Kau benar."

Oh ... rekan-rekan Erza menyadari apa yang kelompok perempuan distrikku lakukan.

"Erza. Lihat, ada cewek di sampingmu. Godain dia sana."

Uwah, teman-teman Erza ternyata adalah laki-laki seperti itu. Tapi kita tunggu saja sejauh apa usaha mereka memicu Erza untuk dapat melakukan hal tersebut.

Terus aku juga mesti bersiap-siap. (aku membenarkan poniku sedikit).

"Kenapa kamu menggeleng?

"..."

"Tenang saja, tidak ada kakakmu di sini."

Apa? Bagaimana mereka tahu? Apa Erza cerita soal Elisha? Tapi kesampingkan itu dulu.

"Lihatlah. Dia lumayan manis, kok."

Sembarangan. Lumayan manis katanya. Kalau Erza tidak sedang di dekat sini, sudah kutarik lidahmu, dasar kau karakter pendukung!

"Sudah-sudah. Kita jadi makan atau tidak?"

Seru salah satu rekan Erza yang lain.

"Jadilah!"

Ah, sayang sekali. Sepertinya mereka akan mengakhiri ini.

"Kalau begitu cepat makan. Keburu habis waktunya nanti."

"..." Bunyi grasak-grusuk bungkus plastik sedang dibuka lalu terdengar.

Kemudian setelah itu, sejumlah peserta distrik-distrik lain mulai berdatangan, lalu mengisi barisan mereka masing-masing di sudut-sudut kosong di dalam tenda.

Anggota-anggota distrik Erza yang lain juga sudah ada di tenda semua sekarang. Saat mereka mau duduk, anggota kelompok Erza yang perempuan maupun yang laki-laki, dari gelagat mereka kudapati mereka menyadari ada yang berubah dengan letak barisan perempuan distrikku yang banyak duduk bersebelahan dengan kelompok laki-laki distriknya si Erza, ungu.

Di sisi lain aku merasa posisi dudukku di samping Erza saat ini mulai sedang terancam sekarang dan tidak lama lagi akan bertahan aku bisa duduk di sebelahnya.

Namun kamu tidak boleh menyerah, Frida. Tetap santai. Kumpulkan semua rambutmu dan tutupi itu dengan topi dan menyamarlah menjadi laki-laki.

Tenang. Rambutku, potongannya agak pendek dan pakaian olahraga sekolah ini itu lumayan sulit untuk bisa dibedakan yang mana laki-laki dan yang mana perempuan yang jadi pemakainya. Dengan demikian, ya ... berharap saja itu bekerja dan aku tidak tertangkap basah.

***

Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang