44. Mau Kakak Bantu Menebangi Rumput?

27 4 0
                                    

"S-sudah dibawa semua?" Kakak pembimbing perempuan distrik kami, Kak Aldi mengecek peralatan bersih-bersih yang kami, para kelompok perempuan bawa. Setelah memastikan kami semua memegang alat-alat kebersihan di kedua tangan-tangan kami. Kakak itu terlihat mengangguk pelan.

"Distrik kita dapat bagian di halaman depan. M-mari ikuti Kakak." ajak dia sedikit gemetar di ucapannya, sementara kakak pembimbing laki-laki kami, Kak Fauzio beserta kelompok laki-laki sudah jalan duluan ke tempat yang kakak perempuan tadi bilang.

Sesampainya kami di depan halaman sekolah. Distrik kami dipecah menjadi tiga sampai empat kelompok yang masing-masing memiliki anggota tiga orang di dalamnya. Tiga orang tersebut memiliki kewajiban mereka masing-masing. Ada yang tugasnya memotong rumput yang meninggi, ada yang bertugas menyapu dan mengumpulkan rumput yang ditebasi tadi ke pengki dan satu lagi bertugas memilah dan memasukkan sampah dan rumput tersebut ke dalam karung yang berbeda, organik sama non-organik, dan aku kebagian tugas yang terakhir disebutkan.

Kulihat kelompok perempuan tidak banyak menggunakan parang yang mereka bawa untuk menebasi rumput. Mereka hanya memegangi parang-parang tersebut dan pemandangannya itu kelihatan menakutkan sekali. Sebab para gadis-gadis itu kebanyakan cuma berdirian, mengelilingi rekan-rekan mereka, terus memegang parang di tangan mereka. Itu seperti, seperti apa ya ... entahlah. Kalau kalian mengambil gambar dari apa yang kulihat sekarang ini, terus kau unggah foto tersebut ke internet, itu langsung viral kujamin, tak peduli entah caption apa yang kau tulis di sana, tapi kusarankan tetap ada tagar "#badgirl" di postingannya atau ... apalah, terserah kamu.

Mana pelindungnya sudah dilepas semua lagi.

Aku sudah mengira kalau parang yang kubawa ini tidak akan terpakai, sebab dari semua parang yang kelompok perempuan distrikku bawa, hanya sekitar 10% yang digunakan oleh distrikku. Tidak tahu dengan distrik lain apakah lebih tinggi dari itu atau tidak, namun yang pasti di distrikku, parang yang kami bawa banyak yang tidak dipakai karena sudah ada anggota perempuan distrikku yang lain dan anggota laki-laki kami, yang bertugas memotong rumput dengan benda itu dan cangkul di area yang distrik kami kerjakan.

"..."

Kulihat rekanku yang bertugas mengumpulkan rumput terlalu cerewet dan lambat dalam mengumpulkan rumput.

Ia membungkus tangannya pakai kantung plastik ketika mengangkat dan mengumpulkan rumput-rumput tersebut, ia tidak mau mengotori tangannya.

Sesekali kantung plastik yang ia pakai tadi terlepas ketika menurunkan rumput-rumput yang ia angkat, terus ia pasang lagi lalu itu terulang lagi dan lagi.

Ugh ... geregetan aku melihatnya.

Dan dia mengulangi itu lagi.

Arrgh! Ini tidak akan cepat selesai kalau aku hanya mengandalkan mereka.

Akupun membungkuk lalu memungut satu-persatu daun kering serta sampah plastik terus memasukkannya ke dalam kantung sampah berbeda yang kami bawa sambil menunggu rumput yang ditebasi rekanku serta sampah yang dikumpulkan rekanku yang satunya menjadi banyak.

"Nah, mantap. Peka sekali kamu." Puji rekan distrikku yang sibuk menebasi rumput, mengetahui apa yang kulakukan, terus ia kemudian memberikanku segenggam rumput yang ia baru potong sebagai penghargaannya.

"Ini, terima lah."

"Bisa kau serius sedikit?" Tegurku.

Dia menyeringai. "Ok-ok."

"..."

Waktu aku memasukkan rumput-rumput yang sudah terkumpul ke karung organik. Aku mendapati Erza berada di luar pagar sekolah sambil membawa cangkul. Walaupun ia sedang mengenaan masker sekarang aku dapat dengan mudah mengenalinya.

Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang