40. Diteriaki

22 9 0
                                    

Saat ini aku sudah memasuki area terdalam sekolah. Ada sebuah tenda kecil mirip stan pameran di dekat lapangan basket. Di samping tenda kecil tersebut ada tenda yang secara ukuran lebih besar dan tenda itu hampir menutupi seluruh lapangan bola basket yang ada di sana

Di dalam tenda itu juga kulihat ada sebuah panggung kecil. Di dekat panggung tersebut, aku mendapati sekumpulan kakak-kakak kelas yang barangkali adalah panitia MOS, perempuan dan laki-laki, yang semuanya mengenakan kemeja putih berlengan panjang dan bawahan warna hitam, sedang berdirian mengobrol di dekat sana. Entah tentang apa yang mereka tengah perbincangkan.

Kakak-kakak panitia selain mereka juga ada di tempat lain. Mereka tersebar dan beberapa dari kakak-kakak itu, yang kebanyakan laki-laki, kulihat dari kejauhan mulai meneriaki para peserta MOS yang ada di dalam kelas serta peserta MOS yang baru datang, termasuk aku, untuk segera memenuhi lapangan upacara. Mereka juga meneriaki kami melalui pengeras suara yang dipasang di sudut-sudut bangunan sekolah untuk pergi ke sana.

"BERKUMPUL SEMUA DI LAPANGAN UPACARA! BERKUMPUL! BARIS SESUAI KELOMPOK!"

Peserta MOS banyak yang berhamburan keluar dari ruang kelas setelah itu. Peserta-peserta MOS lain yang jalan bersamaku sejak dari gerbang sekolah tadi, juga turut bereaksi, dari yang mempercepat langkah hingga berlari menuju ke kelas mereka masing-masing lalu menurunkan tas karung mereka di sana dan ada juga yang melemparnya saja begitu, langsung ke dalam kelas, kemudian cepat-cepat bergabung dengan peserta lain yang dalam perjalanan pergi ke lapangan upacara.

Banyak kulihat peserta MOS yang baru keluar dari kelas, semuanya memasang sepatu secara tergesa-gesa.

Mmm ... aku masih belum mengetahui kelas distrik Erza ada di mana. Kelas distrik Erza mungkin ada di salah satu kelas di gedung kelas-kelas sepuluh ini. Barangkali aku bisa mengetahuinya ketika aku mendapati dia keluar dari salah satu kelas-kelas tersebut dengan berhenti sebentar kalau-kalau dia ada di situ dan aku bisa melihatnya-

"JALAAAN!!"

"I-iya. Kak!"

Aku lanjut jalan.

Uwah! Aku diteriaki kakak panitia keras sekali dari belakang. Masih tidak mau hilang dengungannya ini, dasar.

Aku mencoba memberanikan diri untuk menoleh ke belakang saat sudah merasa kalau aku sudah cukup jauh dari tempat waktu aku diteriaki tadi, untuk mengetahui siapa orang yang meneriakiku.

"..."

Seorang kakak perempuan yang tak dikenal itu barangkali. Sekarang ia sedang menuju ke teras kelas di deretan kelas-kelas 10 dan tengah bersiap meneriaki orang-orang yang ada di dalam.

Sekumpulan siswi perempuan keluar dari pintu kelas dan mendapati kakak perempuan tersebut.

"AYO! CEPAT-CEPAT!!"

Mereka diteriaki oleh kakak itu.

Aku kembali melihat ke depan.

Beberapa puluh meter lagi aku akan sampai ke ruang kelas distrikku dan saat ini aku sudah memasuki area lapangan upacara. Di kejauhan, aku mendapati anggota-angggota kelompok distrikku keluar dari ruang kelas terus memasuki barisan di lapangan upacara tersebut. Oh, kakak pembimbing laki-laki dan kakak pembimbing perempuan distrikku juga ada di sana dan sedang mengikuti mereka di belakang.

Mengetahui hal tersebut, langkah kaki kupercepat ke kelas, untuk menaruh tas karung ini dan barang yang menimbulkan pertanyaan tadi dan tidak berapa lama kemudian, aku sampai di kelas dan sudah berada di dalam ruangannya sekarang.

Barang yang menimbulkan pertanyaan ini mau ditaruh di mana, ya? Tidak bisa sembarangan menaruh ini. Apa di kursi saja? Baiklah di kursi saja. Yang lain juga meletakkannya di sana.

Benda apa itu sih memangnya?

Apa yang kubawa itu adalah parang. Aku membawa senjata tajam ke sekolah.

Hari ini sepertinya akan diadakan kerja bakti jadi peserta perempuan disuruh untuk membawa parang dan yang laki-lakinya harus membawa cangkul. Dalam perjalanan ke sini tadi, banyak kudapati sudut-sudut sekolah, yang permukaan tanahnya tidak disemen, ditumbuhi rumput-rumput dan rumput-rumput tersebut sudah banyak yang tinggi-tinggi.

Tapi lucu loh, menurutku. Sampai kaget bibiku waktu aku masuk ke dalam mobilnya sambil membawa benda ini.

Namun barangkali bibi jadi terkejut seperti itu karena aku memasukkan ujung parangnya terlebih dahulu ketika hendak masuk ke dalam mobil, baru akunya. Parang tersebut juga masih tidak berpelindung dan barangkali karena aksiku itu, bibi mengira kalau aku bermaksud mau melakukan tindak kriminal padanya. Sampai cepat-cepat dia turun dari mobil waktu aku mau masuk.

"Aduh! Bungkus itu dulu, Frida!"

"Aku tadi sudah menanyaimu apa ada koran."

"Grisnald. Ambilkan koran lama milik papamu di bagasi belakang sana."

Ok-ok, itu candaan yang buruk. Maaf.

Selesai menaruh barang-barang. Aku memasang topiku kemudian bergegas keluar dari kelas lalu berjalan ke lapangan upacara. Aku berhenti sebentar di depan teras kelas untuk mencari barisan kelompokku sekalian melihat keadaan di lapangan.

Wow, masih banyak sekali kulihat peserta MOS yang baru datang, berlarian ke kelas-kelas menaruh barang-barang mereka sambil diteriaki oleh kakak-kakak panitia yang menyuruh para peserta MOS itu untuk segera berbaris.

Uwah ....

***

Halo Readers! Gimana sejauh ini ceritanya? Komen dong. Kalo bisa vote juga, ya. Nggak kasian apa sama penulisnya tiap hari update, balesannya cuma di-read doang? Nggak dikasih feedback apa-apa? Bayangin seberapa kejamnya perlakuan yang kalian berikan padaku, huehue. Oh ya, bagiin juga ya cerita ini ke temen-temen, kenalan dan apalahnya kamu. Biar rame, biar bisa diskusi, nebak-nebak jalan ceritanya, dll. Ok?

Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang