67. Daritadi Kami Juga Sudah Diam

14 2 0
                                    

"Ok. Waktu habis."

Ingat panita gendut pakai mik, memberitahu, dan itu artinya waktu untuk mempersiapkan pertunjukkan pun telah usai.

Dari sana, di meja dan tempat duduk yang baru saja dibuat berbanjar di belakang barisan kami itu, ketua panitia MOS alias Kak Ihsan alias panita gendut, lanjut memakai pelantang bertali itu, menyuruh para peserta MOS untuk membuat barisan seperti semula, baris lurus dan tidak melingkar lagi.

Setelah semua peserta MOS selesai melakukan apa yang diperintahkan, ketua panitia tadi kemudian bertanya pada semua peserta, distrik mana yang mau tampil lebih dulu.

Seketika itu juga, suasana di lapangan upacara yang tadinya ramai, dengan sendirinya langsung berubah jadi lembah kematian.

"Bagaimana ini, Kak?" Bisik Arillia, gugup ke Kak Aldi. Kudapati rekan-rekan kami dari kelompok perempuan dan laki-laki lainnya juga mulai mengarahkan pandangan semua pada Kak Aldi, menanyakan hal yang sama dan menunggu jawaban dari dia dengan perasaan cemas.

Kak Aldi kemudian mulai bersuara dengan keadaan gelisah juga seperti mereka dan meminta kami untuk berusaha untuk tetap tenang dulu. Tampaknya dia tidak bisa memutuskan secara sepihak sebelum Kak Fauzio balik, yang beberapa waktu yang lalu mendadak pergi dari barisan setelah mengambil kertas lirikku itu.

Kak Fauzio sebenarnya dari tadi sudah ada di jangkauan penglihatan kami. Dia ada di dekat panggung sana, mengobrol dengan kakak-kakak panitia lain yang sepertinya bertugas mengurus sistem suara dan musik. Kami tidak tahu apa yang membuat dia tidak kunjung pergi dari situ.

Kujumpai Kak Aldi terus bolak-balik matanya melihat ke arah Kak Fauzio yang ada di panggung tersebut lalu kembali memperhatikan keadaan barisan dengan gelisah kemudian balik lagi melihat ke Kaka Fauzio, dia juga berusaha menenangkan semampu dia, anggota-anggota distrik oranye yang dari tadi disuruh tenang tapi tidak tenang-tenang.

Keadaan di distrik-distrik lain, kakak-kakak pembimbing mereka kulihat turut cenderung meminta anggotanya untuk tidak bersuara. Ada yang dengan mengedip-ngedipkan mata dan ada juga dengan menutupi mulut memakai jari telunjuk.

Kendati usaha itu dilakukan, suara-suara rendah peserta MOS masih dapat terdenga-

"Ini!"

"..!?"

Kak Fauzio, ya ampun.

Kak Fauzio membuatku tersentak untuk kedua kalinya. Ia mengejutkanku dengan memberikan kertas pada saat aku memusatkan semua perhatian mengamati keadaan.

Kak Fauzio membagikan salinan berupa kertas HVS yang sudah tercetak lirik lagu pilihannya tadi ke seluruh anggota distrik oranye dan sekarang masing-masing anggota distrik oranye sudah memegang itu semua.

Kak Fauzio lalu kulihat menghampiri Kak Aldi.

Kak Aldi: "Lama. Mengurus apa kamu tadi di sana?"

Kak Fauzio: "Aku mencari Iwan. Dia ternyata pulang ke rumah, mengambil laptop."

Kak Aldi: "Terus pertunjukkan kita?"

Kak Fauzio: "Sudah beres tenang saja. Aku titip semuanya pada Adibaj."

Kak Aldi: "Dia yang menggantikan?"

Kak Fauzio: "Bukan, yang mengurus alat tetap si Iwan. Aku tidak bisa menunggu dia di sana selamanya. Tapi Adibaj bisa jadi aku langsung nitip ke dia saja. "

Kak Aldi: "Oh ..."

Kak Fauzio: "Bagaimana perkembangannya sekarang?"

Kak Aldi: "Kau tidak mendengarnya tadi? Ketua sedang melakukan pemanasan."

Kak Fauzio: "Oh ya benar." Kak Fauzio mendadak berpaling ke kelompok perempuan. "Kalian diam saja."

Alma: "Daritadi kami juga sudah diam."

Di tempat para panitia duduk. Panitia gendut kulihat tengah berdiskusi dengan beberapa kakak panitia lain di sebelah kanan-kiri dia, terus matanya kembali melihat ke barisan para peserta MOS.

Terus ia kemudian membenarkan posisi dia duduk lalu mengangkat mik sejajar dengan mulut.

"Kalau tidak ada yang mau maju duluan, saya akan panggil saja langsung."

Mendengar hal tersebut, perlahan-lahan situasi di lapangan upacara mulai berubah menjadi bising. Hampir semua anggota distrikku menampakkan tanda-tanda ketidaknyamanan mereka demikian juga dengan peserta-peserta MOS lain.

Panitia gendut kulihat menunjuk-nunjuk sesuatu di atas meja di depan salah satu kakak panitia di sebelahnya lalu kakak yang berada di sebelah panitia gendut tersebut mengambil sesuatu di depan dia yang ditunjuk panitia gendut tadi. Terlihat kakak itu memberikan selembar kertas ke panitia gendut.

Kertas itu menutupi wajahnya dari sini ketika beliau melihat isinya. Tidak lama setelah itu, kertas tersebut sekarang ia turunkan.

"Ehem. Jadi ... distrik yang beruntung hari ini adalah distrik ungu. Untuk distrik ungu dipersilakan."

Apa namanya ketika seseorang tidak mengira kalau dia adalah pemenang? Mungkin kondisi seperti itu yang saat ini dialami oleh distrik ungu. Kulihat banyak dari mereka yang saling berpandangan satu sama lain ketika bangkit berdiri-

Tunggu. Sungguh!? Distrik Ungu? Distrik Erza! Aku segera mematikan pemutar musik ponsel Kak Aldi lalu mencari keberadaan laki-laki tersebut. 

***

Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang