81. Aku Hanya Malas Bergerak

24 2 0
                                    

Sebelum makan siang di tenda utama di lapangan basket seperti yang di suruh pak guru megaphone tadi, kami semua pergi terlebih dahulu ke kelas untuk mengambil kotak bekal, baru pergi ke tenda utama di lapangan basket.

Namun kami balik lagi ke kelas karena panitia tiba-tiba menyuruh kami untuk sekalian membawa tas karung kami masing-masing sambil tak lupa melarang kami makan di kelas, sebab acara selanjutnya akan dilaksanakan langsung di tenda utama sesudah jam istirahat selesai ...

... dan barangkali langsung pulang setelah itu?

Sesampainya di tenda utama lapangan basket untuk kali kedua, kudapati sudah banyak sekali peserta MOS yang berkumpul di sana untuk makan siang daripadi kedatangan kami yang pertama tadi. Kakak-kakak pembimbing serta kakak-kakak panitia MOS kujumpai juga banyak yang memilih turut makan siang di sini dengan katering nasi kotak mereka.

Kakak-kakak tersebut makan ada yang di dekat distrik bimbingan mereka baris, ada juga yang duduk di sudut-sudut tenda atau duduk-duduk di tempat duduk meja pohon, menikmati angin yang kadang ada dan yang kadang tidak.

Beberapa peserta MOS kulihat ada yang bangkit berdiri lalu kembali lagi ke kelas, mungkin mereka merasa lebih nyaman di sana walaupun itu dilarang. Sebagian anggota kelompok distrikku juga tidak semuanya berkumpul untuk makan siang di tenda utama ini, namun aku, Arillia, Alma dan Lydia lebih memilih untuk makan siang di sini saja, di tenda utama lapangan basket, sesuai arahan Pak megapho- maksudku arahan panitia, sebab acara selanjutnya panitia bilang akan langsung dimulai di sini, jadi tidak perlu repot-repot lagi kedepannya untuk berpindah-pindah atau khawatir kena risiko dihukum.

Namun aku sekarang merasa ide makan di kelas menurutku adalah gagasan yang bagus walaupun ada risiko dihukumnya atau itu juga adalah ide yang buruk?

Arghh, dasar!

Kenapa Frida? Tiba-tiba marah begitu?

Ya ....

Ehmm ....

Masalahnya di tenda ini aku merasa terganggu sekali dengan keberadaan salah satu kakak pembimbing dari kelompok distrik putih yang duduk makan bersama teman-temannya di dekat panggung itu.

Sejak aku mulai duduk di sini kemudian menikmati bekal, salah satu dari mereka acapkali kudapati melirikku terus dari sana.

Mungkin itu cuma perasaanmu saja, Frida.

Ya, pas pertama kali dia mulai melirik aku juga merasa seperti itu. 

Tapi lama-kelamaan aku merasa risih juga! 

Aku yakin sekali dia punya kepentingan karena sudah melakukan hal itu kepadaku. Dia sudah melewati batas toleransiku terhadap masalah "lirikan acak" untuk orang asing.

Lihat. Dia terus melirik ke sini lalu berhenti melihatku dan berlagak polos, seakan-akan dia tidak melihatku tadi dengan cara mengobrol sama teman makan siangnya yang ada di dekat dia ketika aku memergokinya memandang kemari.

Kak Aldi ataupun Kak Fauzio tidak bisa kumintai pertolongan sekarang berhubung mereka berdua tengah izin sebentar untuk mengurus suatu hal, dan tentunya aku tidak bisa melenggang begitu saja dari barisan distrik, sebab ada banyak alasan kenapa aku yang merasa terganggu ini makan siangnya karena lirikan seseorang, tidak pergi menjauh.

Itu karena masih ada kemungkinan yang terbayangkan dan tidak terbayangkan, yang barangkali akan aku temui kalau aku benar-benar menjauh dari lirikan tersebut.

Misalnya saja aku jadi pindah tempat ke suatu sudut sekolah manalah begitu, yang jauh dari kakak tersebut, seperti kembali ke kelas. Apa ada yang bisa menjamin aku tidak didatangi dia di sana? Lebih baik tetap di sini, ya 'kan? Gangguan seperti itu juga nanti akan hilang dengan sendirinya, terlebih lagi di sini juga orangnya lebih banyak, kakak laki-laki itu tidak akan berani melakukan apa-apa dengan orang sebanyak ini.

Terasa tidak ada ketegasan pada perkataanku, ya?

Yah ... itu hanyalah akal-akalanku. Aku hanya malas bergerak.

Dan aku juga tidak mau memberi rasa kesenangan sedikitpun padanya.

Maksudku dia .... dia tujuannya menggodaku, 'kan itu? Dengan melirik-lirik tersebut? Kalau aku angkat kaki dari sini karena terganggu dengan lirikan matanya, apa yang ada di dalam pikiran laki-laki berjenis seperti itu kira-kira ketika suatu usahanya menghasilkan sesuatu: Seperti aku merasa terganggu karena lirikannya lalu aku menjauh tadi? Dia pasti merasa senang dan merasa kegirangan.

Kakak itu kudapati lagi, kembali melihat ke arahku terus dengan santai, pura-pura berbicara dengan temannya lagi waktu aku kembali memergokinya.

"..."

Ya ampun, dasar. Dia kembali melirik ke sini.

***

Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang