84. Eh? Untuk Tujuan Apa?

10 1 0
                                    

Acara MOS mulai lagi setelah istirahat makan siang selesai. Panitia masih sedang melakukan persiapan di depan situ dan kami diminta untuk tetap duduk di tempat, di barisan kami masing-masing, karena dari penjelasan yang kami dengar dari panitia tadi, kali ini acaranya tidak terlalu memerlukan banyak gerak. Alma terlihat sangat mensyukuri itu, sebab dia bilang ia merasa masih perlu waktu tambahan untuk mencerna makanan diperutnya.

Para peserta MOS lain kuperhatikan barangkali juga mensyukuri hal tersebut, polusi suara tidak terlalu tinggi di dalam tenda. Mereka begitu kekenyangan sampai-sampai tidak sanggup mengobrol lagi.

Ah ... bersantai dalam keadaan damai dan menentramkan seperti ini adalah yang terbaik.

Kakak genit yang mendatangiku tadi juga sudah hilang dari bentangan mataku. Ia sudah menyelesaikan obrolannya dengan rekannya sama panitia gendut tadi, dan barusan ia terakhir kulihat tengah menaiki sepeda motor beroda tiga yang ada bak di belakangnya, membawa pergi kantong-kantong besar, juga masih bersama rekan makan siangnya tadi, ke halaman depan sekolah, yang mungkin di kantong tersebut berisi kumpulan kotak katering makanan bekas makan siang barusan.

Fakta menarik kelompok distrik putih. Distrik putih adalah satu-satunya distrik yang memiliki kakak pembimbing yang semuanya itu adalah laki-laki. Aku tidak begitu mencari tahu alasannya lebih dalam. Tapi agaknya, panitia tengah kekurangan sumber daya manusia untuk melaksanakan MOS tahun ini ...

Baik. La-langsung ke intinya saja, ya, 'kan? Maaf tadi aku berputar-putar.

Jadi yang ingin aku bicarakan adalah, kakak dari distrik putih tadi merupakan orang yang sama dengan orang yang selalu Kak Aldi perhatikan sebelum-sebelumnya.

Ya. Kau membaca itu dengan benar, anak muda.

Dan informasi tersebut mungkin cukup untuk dapat menjawab pertanyaan kalian kenapa aku langsung menyebut itu adalah kakak dari distrik putih sebelumnya ketika aku makan siang.

Di sisi lain, kakak itu juga adalah orang yang sama dengan yang menggodai Alma, Lydia sama Arillia, yang mereka bicarakan secara tidak waras, sewaktu menunggu kedatangan orang-orang dari Dinas Pendidikan sama BNN itu.

Ya, mereka juga cerita tadi.

Dan hal tersebut masuk akal. Itu menjawab kegugupan yang mereka lakukan sebelumnya.

Tapi, eh ... jadi dia laki-laki yang seperti itu, ya? Tebal sekali mukanya menggodai perempuan lain di dekat perempuan-perempuan yang baru saja ia telah godai beberapa waktu yang lalu.

Barangkali cuma dari pandangan kita saja yang menganggap kalau kakak itu sedang menggodai perempuan. Dia mungkin merasa tidak begitu, ya, 'kan? Atau dia saja yang lupa akan itu? Tapi entahlah, aku juga tidak terlalu mengerti jalan pikir anak laki-laki.

Di lain hal, sebenarnya aku tadi ragu-ragu apakah aku akan melakukannya atau tidak.

Jujur saja aku turut berkeinginan untuk membuat keterkaitan dengan kakak itu.

Eh? Untuk tujuan apa?

Sebab kakak yang selalu diperhatikan Kak Aldi ini seringkali kudengar menanyakan "Bagaimana Elisha-bagaimana Elisha" pada rekan-rekannya yang juga bertugas menjadi kakak pembimbing sewaktu aku mengintai kakak itu pada beberapa kesempatan, bahkan sebelum ia mendekati pas makan siang tersebut.

Huh?

Ya, benar. Aku melakukannya. Aku melakukan ini dan itu dan aku tidak ingin menceritakannya pada kalian.

Aku tidak peduli keluhan kamu-kamu yang mengatakan kenapa aku tidak mengisahkan itu dengan lebih baik, tapi mohon terimalah kalau aku pernah melakukan hal tersebut.

Kedengarannya kami ketinggalan banyak di sini saat kau sedang bekerja di balik layar....

Sebenarnya aku melakukan hal seperti itu, niat awal karena aku ingin tahu apa hubungan Kak Aldi dengan kakak laki-laki tersebut sebelum di akhiran aku kemudian mengetahui kakak laki-laki tadi ternyata ada kaitannya dengan Elisha ketika aku sedang melakukan penyelidikan.

Namun aku tidak membutuhkan konfirmasi kalau kakak laki-laki tersebut adalah belahan hatinya Elisha atau kebalikannya, tapi aku menginginkan informasi Elisha melebihi kisah asmara yang ia miliki.

Aku tidak tahu apa yang Elisha lakukan dan apapun yang ia persiapkan di sekolah ini. Aku perlu membuat rencana pencegahan, banyak rencana pencegahan, salah satunya adalah dengan cara mengetahui siapa-siapa saja orang-orang yang memilki potensi agar tidak ada seorangpun yang menganggu rencanaku terhadap Erza.

Aku sudah membuat macam-macam strategi, menimbang-nimbang risikonya dan bersiap mempraktekkannya saat makan siang tadi padahal, namun aku tidak mengira kakak itu dengan sendirinya memberikan keterkaitan tersebut secara cuma-cuma.

HAH!?

Tunggu-tunggu.

Jadi perasaan terganggumu ketika kakak itu melirikmu lalu mendekatimu dan kelakuan dia lainnya yang membuatmu kesal, itu cuma akting belaka yang kau ada-adakan!?

Lebih ke separuh benar separuh tidak, sih.

Perasaan jengkelnya itu real. Oke? 

Dan aku sudah memperkirakan itu semua akan terjadi padaku dan aku siap mental akan hal tersebut, tapi ternyata itu melebih ekspektasiku.

Ah, Kak Aldi ....

Aku jadi khawatir dengan kakak perempuan tersebut.

Apa tipe laki-laki yang Kak Aldi sukai jenisnya memang apa seperti dia? Kakak itu tampak seperti laki-laki yang suka mempermainkan perempuan, loh, Kak. Cara dia berjalan, sikap, tingkah laku, gaya rambut, penampilan dan cara ia menyapa orang. Melihatnya saja aku sudah yakin kalau ia adalah laki-laki berkategori demikian.

Bahkan kemeja yang ia pakai, kancing bajunya ia buka lebih luas daripada rekan-rekannya. Tidak tanggung-tanggung 2 kancing! Baju kaos hitam di dalamnya sampai kelihatan sedikit meski sering tertutupi oleh dasi dia yang juga asal pasang, seragamnya juga kelihatan tipis. Kelihaan sekali siluet lekuk tubuhnya saat dia berdiri di daerah yang kena sinar matahari lebih.

"..."

***

Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang