31. Kamu Membuat Malu Kami Saja, Grisnald

21 9 0
                                    

Bibi kemudian mengembalikan ponselku tersebut sementara aku kemudian mengecek kembali gambar yang kuambil.

"Barangkali itu terpotong sewaktu aku mengambilnya." Terangku pada bibi.

Bibi geleng-geleng, tidak lama kemudian dia menyerahkan tangan si Grisnald dan menyuruhku untuk menjaganya, terus dia ikut berjejal, masuk ke gerombolan yang menggerumbungi papan pengumuman yang kutunjuk tadi.

Tidak sampai lima menit kira-kira, bibi kembali lagi ke sini.

"Bagaimana? Tidak ada yang salah, 'kan?" Tanyaku ke bibi. Entah kenapa aku sekarang jadi ikut-ikutan ragu.

Bibi mengangguk sedikit. "Ya. Itu memang kamu."

Ah, syukurlah.

"Ayo ke sana."

Bibi kemudian mengajakku sama Grisnald pergi ke salah satu bangungan, ke tempat ketika kami mengumpulkan berkas pendaftaraan saat mendaftar minggu lalu di kelas-kelas 10, yang sekarang kelas-kelas itu di sulap lagi jadi ruang administrasi untuk daftar ulang.

"Memangnya kenapa, bi tadi?"

"Kau tahu, Frida. Yang memberikanmu nama 'Frida Halisyah' itu adalah bibi,"

"Eh?"

"dan bibi mendapatkan itu dari koran acak yang kakek beli sewaktu menunggumu lahir, yang kebetulan di salah satu halaman koran tersebut ada kumpulan nama bayinya."

Uwah, jadi begitu ya.

Ugh ... jantungku hampir copot karena itu. Jadi itu yang dia khawatirkan? Bibi menakut-nakutiku saja.

Tapi ngeri juga sih membayangkan kalau aku mengira bahwa aku lulus karena namaku ada di sana. Senang riang gembira lalu dihadapkan ke kenyataan karena mendapati itu ternyata bukan aku tapi orang lain yang namanya sama.

Hiii ... seram.

Berlebihan sekali.

Bagaimana aku bisa menghindari reaksi itu, coba!?

Asal kau tahu, ketika bibi meragukanku saat itu, apakah itu benar namaku dan apakah benar aku diterima barusan, saat itu aku juga sedang di bawah tekanan karena aku baru menyadari situasi ku sesadar-sadarnya, bahwa aku tidak mendaftar di sekolah mana pun sebagai tindakan antisipasi kalau aku tidak diterima di sekolah sini.

Aku benar-benar tidak sempat memikirkan hal tersebut, bibi apalagi. Dia sepertinya juga sama-sama baru menyadarinya ketika mendapati para pendaftar, yang nasib mereka tidak sebaik aku, banyak yang kecewa, tertunduk hingga ada yang terduduk, terus orang-orang tua mereka mencoba menghibur untuk keluar dari rasa keputusasaan itu, kalau masih ada beberapa sekolah lagi yang belum mereka datangi untuk melihat hasil tes penerimaan.

Sungguh aku betul-betul tidak sempat memikirkannya ya ampun. Bahkan ketika menjawab pertanyaan petugas waktu tes wawancara tempo hari. Petugasnya juga menanyakan soal itu ke aku, apakah aku juga mendaftar di sekolah lain dan aku menjawab "Tidak" dengan tegas. Ingat, 'kan?

Ketika aku keluar dari ruangan tes wawancara pada waktu itu, entah kenapa tidak ada satupun yang terlewat dipikiran ini untuk bergegas mendaftar lagi di sekolah lain.

Aku tidak sedang bersandiwara, itu benar-benar tidak ada yang terjadi di dalam sini, di dalam kepalaku ini.

Masih belum sembuh dari kekhawatiran yang kujelaskan tadi kemudian itu ditambahi lagi dengan gelagat bibi yang memperparah was-wasnya. Bagaimana jantungku bisa aman dan tidak bereaksi berlebihan?

"..."

Kami lalu tiba di teras gedung kelas-kelas sepuluh. Grisnald minta izin pada ibunya, si bibi, untuk pergi ke tempat sampah terdekat sebentar untuk membuang bungkus permen terus aku menemaninya ke situ.

Sewaktu aku kembali bibi kulihat agak bimbang untuk masuk ke dalam, kutanya ada apa dan dia bilang di dalam ruangan belum ada staf yang menjaga.

Namun tidak lama kemudian, ada petugas laki-laki yang menegur dengan sopan lalu menyuruh kami untuk masuk ke dalam.

"Daftar ulang, 'kan, bu? Silakan masuk. Maaf yang lainnya sedang mengambil catu daya laptop."

Terus kami mengikuti petugas laki-laki itu masuk ke dalam.

Bibi, Grisnald dan aku lalu dipersilakan kembali oleh petugas laki-laki tadi untuk duduk terus kami duduk, karena kursinya cuma ada dua yang disediakan, Grisnald ku asuh duduknya sama aku.

Kemudian petugas laki-laki tadi lalu memberikan beberapa kertas dan formulir ke bibi. Kulihat petugas yang bekerja di dalam sini benar-benar baru satu orang, meja daftar ulang yang lain ada dan terlihat sudah siap dipakai tapi petugas-petugasnya di meja itu belum ada yang datang. Hanya yang sedang kami hadapi ini yang baru ada petugasnya.

Dalam mengisi formulir, bibi banyak bertanya pada staf tersebut dan itu membuat waktu daftar ulang kami sedikit memanjang. Petugas laki-laki itu berusaha tersenyum dengan ulah bibi, terus sesekali ia melirikku karena itu dan aku hanya bisa menyeringai membalasnya.

Grisnald menyadari ada keramaian di belakang. Waktu kutengok ke sana. Kulihat orang-orang sudah banyak yang masuk ke dalam ruangan ini dan membuat antrean di belakang kami.

"Berapa total yang untuk perempuan tadi?" Tanya Bibi.

Petugas menunjuk kolom jumlah yang harus dibayar, yang tertera pada kertas berwarna kuning lalu dia membaca itu. "Untuk Puteri. Satu juta tujuh ratus tiga puluh lima ribu rupiah, bu."

"Woah banyak sekali. Kalau ditukar dengan kouta internet dapat berapa GB itu?" Celetuk Grisnald.

Petugas laki-laki tersebut tersenyum mendengar komentar Grisnald, sementara aku sama bibi terpaksa menyeringai menanggapi.

Kamu membuat malu kami saja, Gris.

Kulihat bibi mengeluarkan uang warna merah campur warna biru dari tas selempang ia kemudian menghitungnya, secara hati-hati dan seksama.

Aku merasa gelisah dengan apa yang bibi lakukan saat ini karena para orang tua yang mengantre di belakang kami sekarang, menularkan kegelisahan mereka padaku.

"Astaga, lelet sekali."

"Bisa lebih cepat sedikit tidak?"

Seperti itu.

Dan tentu saja mereka tidak mengatakannya secara langsung, itu hanya kau tahu. Itu cuma imajinasiku saja yang membuat-buat, apa kira-kira yang dikatakan di dalam hati mereka saat ini.

"Bagaimana?" Tanya bibi menanyakan uang yang tadi ia hitung lalu dia berikan ke petugas dan saat ini tengah dihitung ulang lagi secara cepat memakai tangan oleh petugas tersebut.

Petugas itu selesai menghitung uang. "Pas, bu."

Lalu sekumpulan kertas warna putih dan kuning, yang selesai bibi tulis tadi kemudian disimpan petugas, namun kertas yang warna kuning diserahkan ke bibi, terus si petugas itu mengatakan sesuatu ke bibi kalau kertas tersebut nanti ditukarkan di tempat ... entahlah. Di sini ramai jadi aku kurang jelas mendengar apa yang petugas tersebut katakan.

Tidak lama kemudian bibi beranjak dari kursi lalu mengajakku sama Grisnald untuk keluar dari ruangan.

"Kemana, mah tadi?" Tanya Grisnald ke Bibi, sepertinya dia juga tidak mendengarnya.

"Ke koperasi."

Kami kemudian bertolak ke sana, waktu kami mau keluar dari ruangan. Aku melihat antrean mengular begitu panjang dan banyak orang-orang tua menatap ke meja petugas daftar ulang lalu ke arah kami.

"Bibi lama."

"Semua orang begitu." Bibi kemudian kulihat berpaling ke belakang "Wajar, 'kan mengantre. Yang bertugas cuma satu orang." Terus raut wajah bibi berubah, tampaknya ia mendapati sesuatu. "Oh, lihat. Sekarang yang menjaganya bertambah."

Aku ikut memalingkan pandangan ke ruangan itu "Ah, benar."

***

Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang