95. Berapa, Bang?

14 1 0
                                    

Aduh, apa tidak ada pasar lain selain di sini.

Arghh ... dia kelihatannya mau pergi menuju lapak pedagang buah-buahan lokal yang ada di pinggir jalan di depanku ini dan ia semakin mendekat saja ke posisiku sekarang. Kalau Erza terus berjalan, dia akan bertemu dengan wajah kusamku karena asap knalpot kendaraan bermotor ini.

Bagaimana ini Frida? Bagaimana ini!? Berpikirlah!! Aku tidak ingin dia melihatku berpenampilan seperti sekarang!!!

Aku plangak-plongok mencari cara untuk kabur dari Erza sekaligus keluar dari kemacetan. Kemudian aku mendapati gerbang komplek lain di sebelah kananku. Cepat-cepat aku menanyai Grisnald, sambil menunjuk ke gerbang itu, aku bertanya pada dia apakah ia mengenal dengan baik jalan-jalan komplek di sana, terus beruntung sekali anak ini mengiyakan.

Aku menunggu celah pada himpitan atau sela-sela sepeda motor dan becak dari orang-orang yang juga terjebak macet. Celah itu kutemui sebelumnya sempat terbuka kemudian tertutup dan seterusnya karena ada ibu-ibu yang mau nyeberang dan ada pergerakan kendaraan-kendaraan lain di depan, dan aku sekarang menunggu momentum terbukanya celah tersebut lagi agar aku bisa masuk ke gerbang komplek itu.

Kemudian kudapati celah tersebut lalu terbuka. Lantas aku segera mengambil kesempatan tersebut dengan langsung menggowes pedal sepeda yang kunaiki ini, terus masuk ke gerbang itu, tanpa memperdulikan klakson dan teriakan orang-orang yang mereka alamatkan atas kearoganan yang tiba-tiba kulakukan.

Aku mengayuh sepedaku pelan di jalanan komplek asing ini sesuai arahan Grisnald untuk bisa keluar ke gerbang komplek satunya sambil sesekali memikirkan peristiwa yang menyebabkanku rela melakukan ini.

Erza ....

Aku kemudian bertanya pada Grisnald apakah ada pasar terdekat selain pasar depan komplek tersebut, terus dia jawab, ada banyak, tapi harga-harga di pasar depan komplek tadi kata ibunya (bibiku) jauh lebih murah. Barangkali karena para pedagangnya tidak perlu bayar biaya tempat, dan lain-lain?

"..."

Tidak lama kemudian, sepeda yang kukayuh lalu keluar dari gerbang komplek yang lain dan kembali ke jalan utama. Dan sebuah minimarket sudah bisa dilihat oleh mataku. Kuberitahu Grisnald apakah itu minimarketnya dan Grisnald menjawab iya.

Tapi tidak lama setelah itu dia mendadak menyuruhku menghentikan laju sepeda ini.

"Stop, kak. Stop!!"

"Eh!?"

Refleks, aku langsung menarik handle rem sepeda ini kemudian sepeda ini lalu berhenti, dengan catatan kami nyaris nge-drift karena kebetulan keadaan bahu jalan sedang lumayan berpasir. Beruntung aku meremas handle rem bagian belakang daripada rem depan tadi. Kalau aku mengerem dengan tuas rem depan, bisa meluncur aku dan Grisnald di aspal dan dapat grand prize luka-luka.

Grisnald lalu turun dari sepeda kemudian dia berjalan dengan santainya, seakan-akan kejadian hampir celaka barusan tidak terjadi, mendekati sebuah tempat jualan di pinggir jalan yang dijaga mbak-mbak yang sedang main smartphone, yang kulihat di dinding tempat usaha dan meja jualannya itu banyak ditempeli kertas bertuliskan: 1 GB Full 24 jam = 10 ribu 2 GB Full + 1 GB 06.00 – 12.00 = 25 ribu, dan lain-lain.

"..."

Arghh, lagi-lagi aku masih menyesal soal ini. Kejadian tadi masih terpikirkan olehku. Itu tidak mau hilang. Entahlah, aku begitu menyayangkan kenapa waktu aku melihat Erza ada di pasar itu dan dia kemungkinan akan berjalan ke arahku, aku jadi lari.

Ahh, kenapa ....

Aku mendongak ke atas, memandangi langit sore.

"..."

Grisnald tiba-tiba menyadarkan aku yang sedang melamun, terus memberitahuku kalau ia sudah selesai membeli paket internetnya.

Dia kemudian naik ke tempat duduk belakang, terus menyuruhku untuk kembali ke rumah.

Aku lalu memadangi Grisnald dan memperhatikan pipinya.

Terus aku langsung cuubiiiiiiiiit pipinya itu sebagai bentuk pelampiasan kenapa aku membuang-buang kesempatanku di pasar tadi. 

Ughhh! Itu benar-benar sangat disayangkan!

Grisnald segera menjauhkan tanganku dari wajahnya dan dia kemudian memberikanku uang warna hijau miliknya selembar. "Nih. Kakak mau beli apa?"

Mmm ... apa ya?

Lalu aku mencium bau makanan yang dibakar. "Kamu suka ayam, Grisnald?" Tanyaku.

Grisnald menggangguk. "Lumayan."

Kami kemudian meninggalkan minimarket dan berhenti di depan dagangan orang jual sate yang pakai gerobak dorong di dekat pasar depan komplek. Aku lalu memesan dan menunggu makanan itu disiapkan oleh abang-abang yang menjual sambil melihat kembali jalanan tempat Erza berjalan tadi dan gerbang tempat aku kabur menghindari dia.

"..."

Laki-laki tersebut sudah tidak ada. Erza sudah tidak ada lagi di situ.

Arghh, bisa kejadian tadi diulang? Waktu itu aku benar-benar belum siap sama sekali.

"Kak? Itu." Grisnald menegurku sambil menunjuk ke suatu arah dan aku baru sadar abang yang menjual satenya sudah menggangkat bungkusan satenya padaku.

"Ah. Iya." Aku segera mengeluarkan uang yang tadi diberikan Grisnald dari saku celana "Berapa, Bang?"

"15 ribu."

Aku memberikan uang pada abang sate tadi, menerima sate dan kembaliannya kemudian aku gantung bungkusan berisi sate tadi ke stang sepeda yang dekat handle-nya itu lalu aku membawa Grisnald balik pulang ke rumah.

"..."

Apa Elisha bersama Erza tadi?

***

Author Note:

Sepeda nge-drift ....

Sepeda nge-drift

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Adiknja (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang