70. 7 minutes

104 12 21
                                    

Mature lagi, siap-siap.

Jan lupa lek, subkreb, en sher yo gaed.

Bisikan Jeffrey buat Doyoung bergidik ngeri sekaligus bingung, apaan katanya tadi? Welcome to new round?

Feeling Doyoung semakin buruk karena Jeffrey narik dia ke belakang bangunan yang dijadiin tempat semacam gudang gitu. Kehalang sama tembok tinggi dan space yang sempit bikin Doyoung was-was, mereka mau ngapain disini?

Doyoung ngeliat Jeffrey ngerogoh saku dalem blazernya dan narik sesuatu dari sana. Blindfold. Cowo manis itu terengah entah karena apa, padahal dia ngga habis lari-larian atau kaget—lebih tepatnya dia takut.

Sorot mata Jeffrey melemahkan Doyoung, cuma nurut dan diem pas matanya di tutup blindfold maroon itu. Dia ngga bisa ngeliat apa-apa selain gelap.

"Doyoung."

Doyoung gerakin kepalanya pelan, "I-iya?"

Kepalanya di tepuk-tepuk pelan sama Jeffrey, "Jadi anak yang baik, ya."

Cowo manis itu masih bingung, "Maksud kamu—AHH!"

Tangannya ke iket sesuatu, Doyoung gatau itu apa—tapi yang jelas tangannya sakit banget karena permukaan kasar benda itu.

"Jeffrey! Kamu ngapain?!" tanya Doyoung panik sambil gerak-gerakin tangannya gelisah.

Jeffrey ngga ngejawab. Dia nyisir rambutnya ke belakang sebelum senyum misterius, lalu ngambil kain lain untuk ngiket kaki Doyoung.

"Kamu percaya sama aku, kan?" tanya Jeffrey lembut.

Doyoung ngangguk tapi ragu setelah ngerasain kakinya gabisa gerak, "What the fuck are you doing?!"

Bahu Doyoung di dorong paksa ke bawah, yang artinya dia disuruh bersimpuh dan bertumpu pake lutut. "Jeff, apa-apaan ini?!" teriaknya marah sambil memberontak—tapi sia-sia.

"Tenang, sweetheart."

Seringaian di wajah Jeffrey terpampang jelas cuma sayang banget si manis gabisa liat, dia nepuk-nepuk kepala si manis yang udah berlutut beberapa kali.

"Please be a good baby boy for daddy, Kim Doyoung."

Dan saat itu juga, Doyoung tau itu mimpi buruk baru.

Jeffrey ngelepas blazernya dan ngejilat bibir bawahnya sebentar, "Ready for the new round?"

Doyoung ngegeleng kuat, "NGGAK! LEPASIN GUE BAJINGAN SIALAN!"

PLAK!

"DIEM LO, DASAR PELACUR!"

Gak, gak mungkin Jeffrey ngomong gitu ke dia. Demi Tuhan, Doyoung takut banget sekarang.

Pipi merah Doyoung bikin Jeffrey agak berjengit kaget, sekeras itu ya tamparannya. "Sorry, sweetheart."

Pipi Doyoung diteken Jeffrey, maksa supaya mulutnya kebuka. Sambil di arahin ke atas, Jeffrey senyum kasian tapi dia ngga peduli.

Lagi-lagi, mulut Doyoung harus disetubuhin sama benda panjang yang nusuk sampe ke tenggorokan. Blindfold yang nutupin matanya, basah.

"Damn, you're so fucking beautiful, Doie."

Jeffrey bergerak kesetanan, nahan desahannya dengan ngegigit bibir bawah dan mejamin matanya. Tangannya nahan rambut Doyoung dan gerakin pinggulnya maju-mundur tanpa tempo pasti.

Doyoung pengen ngebenturin kepalanya atau terjun dari rooftop sekarang juga. Tangannya ngepal kuat serta hatinya makin sesek dan sesek setiap Jeffrey ngehujam mulutnya sampe tenggorokan.

"Lo ngga akan bisa lari dari gue."

Jeffrey mendesah tertahan waktu pelepasannya dateng, "Oh—Doyoung..." lenguhnya pelan.

Hangat, kental, lengket, aneh. Cairan itu ngalir gitu aja ke kerongkongan Doyoung tanpa permisi, tanpa tanda-tanda pasti, dan gabisa ditolak. Doyoung mual, perutnya keaduk-aduk.

"Swallow it sweetheart, swallow your pride with that."

Ini adalah 7 minutes in heaven untuk ‘Jeffrey’ dan 7 minutes in hell untuk Doyoung.



[2] TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang