95. Epilog

250 17 24
                                    

"Gue ga kepikiran kalo Jeffrey akan pergi dengan cara kaya gini."

Yuta and the geng duduk bersila, ngehela napas berat untuk yang kesekian kali. Mereka lagi ada di rumah duka, baru selesai ngedoain Jeffrey.

"Gue rasa ada yang ngga make sense sama kematian Jeffrey," kata Johnny pake nada tanpa emosi, datar.

Jihyo buru-buru ngegeleng, "Yang kita omongin harusnya kenangan indah kita sama Jeffrey, bukan yang sedih-sedih begini."

Mereka ber-13 ngobrolin banyak hal tentang kejadian lucu dan menyenangkan sama Jeffrey selama ini. Sesekali makan hidangan yang di sediain, mereka mulai terhanyut sama kenangan indah mereka sama Jeffrey Jung.

Jeffrey Jung, sosok yang baik dan spesial di mata mereka. Sosok yang kuat, setia kawan, pokoknya semua sifat baik itu ada di diri Jeffrey.

Mereka ngga akan cukup ngegambarin Jeffrey cuma jadi orang baik, itu kurang. Jeffrey yang baik, Jeffrey yang setia, Jeffrey yang asik, Jeffrey yang lucu, Jeffrey yang rapuh, Jeffrey yang jadi sahabat mereka udah pergi.

Semuanya terjadi cuma karena kesalahan target tembak, ya.

Mereka semua udah tau, dan pas tau kalo Jeffrey meninggal karena salah tembak—Yonghwa langsung nuntut si penembak a.k.a Myeongsoo yang akhirnya di tahan. Begitu pula Dahyun, Mark, Jungkook, dan Seolhwa. Tapi Dahyun, Mark, Jungkook ngga di tahan karena masih tergolong remaja.

Jam 9 malem, semuanya pulang ke rumah masing-masing. Dan sekarang, Doyoung lagi nyandar di bahu kokoh Johnny selagi nunggu sampe di apartemen.

"John, kenapa semua ini terjadi?"

Suara serak Doyoung ngeintrupsi Chihoon dan Johnny, mereka bisu dan gabisa ngeluarin sepatah katapun.

"Kenapa ini harus terjadi sama Jeffrey? Kenapa?" lirih Doyoung, diakhirin sama isakan kecil yang lolos gitu aja.

"Coba terima takdir ini, Doyoung. Semuanya berjalan sesuai kehendak Tuhan, dan kita ngga bisa ngubah apapun," kata Chihoon.

"Ternyata takdir memang selalu kejam, ya."

Johnny mejamin matanya dan nyandarin kepalanya ke kepala si manis, "Jangan bilang gitu, sayang."

Setetes air mata meluncur bebas dari sudut mata Johnny, disusul beribu rasa sakit yang menuhin hatinya.

Orang yang dia percaya, orang yang dia pilih untuk Doyoung, orang yang dia sayangin kaya sodara sendiri, pergi dengan takdir yang ngga adil.

"Jeffrey pasti bahagia disana, Doie. Jauh lebih bahagia di bandingkan sama kita."

Dan perjalanan pulang itu lagi-lagi di penuhin sama air mata dari 3 remaja itu.

"Halo? Ada apa Yut?"

Doyoung ngapit telfon diantara telinga dan bahunya, "Ya tunggu kenapa sih, gue lagi siap-siap ini."

"Buruan sayang, kamu lelet banget soalnya."

"Serah," jawab si manis singkat.

Sambungan telfon terputus gitu aja, Doyoung buru-buru ngancingin kemeja warna biru langit dan natap dirinya di cermin sekali lagi.

"Oke, udah siap."

Si manis keluar kamar dan ga sengaja nangkep foto berpigura yang di pajang di ruang tamu. Itu foto sama temen-temen yang di ambil pas makan malem setelah pulang dari mall.

"Sampai ketemu lagi, Jeffrey."

Doyoung senyum tipis dan meluk Johnny sebentar, lalu pergi dari apartemen bareng Chihoon. Mereka mau ngunjungin Yonghwa dan Shinhye di kediaman mereka.



"Sampai ketemu lagi, Jeffrey Jung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sampai ketemu lagi, Jeffrey Jung. Gue ngga akan pernah lupa punya sahabat hebat kaya lo, dan ya, semoga lo bahagia disana." —Johnny Seo.

[2] TrustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang