Mungkin angst? Yg jelas ga bikin senyum-senyum. Maaf
Malam itu Harry yakin seyakin-yakinnya jika dirinya tidak mabuk dan tidak menyentuh alkohol sedikitpun. Entah setan dari mana yang telah mempengaruhinya untuk mengetikkan beberapa kalimat di ponselnya dan kemudian mengirim pesan singkat itu ke nomor yang sudah lama berada di ponselnya tetapi tidak pernah ada pesan singkat ataupun panggilan yang berasal dari nomor tersebut.
"Hai. Ini nomorku. Harry Potter. Aku dengar sekarang kau berada di London, jika tidak keberatan maukah kau bertemu denganku sebentar? Ada yang ingin aku bicarakan. Jika kau bersedia, besok jam empat sore aku akan menunggumu di cafe yang dulu sering kita datangi"
Kini Harry duduk sendirian di salah satu meja yang berada di dekat jendela, sedang menyesali kebodohannya. Sudah setengah jam menunggu. Tidak mungkin orang itu mau menemuinya. Bahkan jika diingat-ingat lagi, kalimat terkahir yang orang itu katakan pada Harry lima tahun yang lalu terdengar sangat dingin dan menyakitkan.
"Siapa yang kau panggil Dray? Dray sudah mati. Aku Draco. Dray sudah tiada. Kau harus menerima kenyataan itu"
Yeah.. itu adalah kalimat terakhir yang Draco katakan pada Harry sebelum dirinya pergi ke Italia lima tahun yang lalu. Kalimat yang mengakhiri hubungan yang mereka jalin selama satu tahun lebih itu.
Jadi apa yang kalian pikirkan jika seseorang mengatakan kalimat seperti itu kepada kalian?
Jika kalian menebak Draco tidak ingin dipanggil 'Dray' lagi oleh Harry itu salah besar. Tepatnya Draco tidak ingin Harry menganggap Draco ada. Atau pernah ada dalam hidupnya. Draco menyuruh Harry menghapus dirinya, apapun tentangnya. Dari hidup Harry. Draco tidak pernah ada. Dan Harry harus menerima kenyataan itu.
Lalu apakah Harry selama ini diam dalam keterpurukan? Tidak. Tidak terlalu. Harry beberapa kali berkencan. Mungkin empat kali. Dan yang terakhir adalah beberapa bulan yang lalu. Pemuda tinggi yang memiliki senyum menawan, Cedric Diggory. Pemuda yang baik, sangat baik sampai Harry harus mengakhiri hubungan mereka karena takut melukai hati pemuda itu. Karena Harry tau pada akhirnya Cedric hanya menjadi pelampiasan, seperti mantan kekasihnya yang lain. Tidak ada rasa sedih sama sekali setelah Harry memutuskan hubungan mereka. Justru dia kembali meratapi hubungannya dengan Draco yang telah berakhir beberapa tahun yang lalu. Aneh? Mungkin. Tapi itulah kenyataannya.
Harry meneguk latte nya dan memutuskan untuk beranjak dari tempat duduknya. "Draco tak akan datang" begitu pikirnya. Dan ternyata pikirannya salah ketika dia melihat pemuda jangkung bermantel biru gelap memasuki cafe dan mengedarkan pandangannya.
Pemuda itu melangkah mendekat ketika netranya menangkap sosok Harry. Membuat Harry kembali duduk di kursi yang tadinya akan ditinggalkannya.
"Americano?" Harry bertanya ketika Draco sedang sibuk melepas mantelnya.
"Thank you"
Lalu Harry memesan secangkir americano dan latte untuknya.
"Er... Bagiamana kabarmu?" Harry membuka percakapan dengan sedikit canggung.
"Seperti yang kau lihat. Bagaimana denganmu?"
"Tidak seperti yang kau lihat" Jawaban dari Harry membuat Draco sedikit mengerutkan keningnya.
Tak lama minuman pesanan keduanya datang. Harry mengucapkan terimakasih kemudian meminum latte nya sedikit. Mencoba menenangkan dirinya sendiri.
Draco pun melakukan hal yang sama, lalu tanpa basa basi menanyakan tujuan Harry mengajaknya bertemu. "Jadi apa yang ingin kau bicarakan?"
Harry memandang iris berwarna keabu-abuan bercampur silver di depannya. Memperhatikan wajah dengan rahang tegas itu. Masih sama seperti terakhir kali, hanya saja terlihat sedikit lebih dewasa.
"Tentang yang kau ucapkan terkahir kali. Kau bahkan tidak memberikanku kesempatan bertanya. Apa maksudmu? Apa alasanmu?"
Draco terdiam. Sibuk melihat dengan sorot penuh kerinduan sosok yang kini duduk di hadapannya yang sedang menunduk fokus memandangi cangkirnya. Dia sangat ingin merengkuhnya ketika pertama kali melihatnya. Mendekapnya erat dan tidak membiarkannya hilang dari jangkauan matanya. Tapi dia terlalu pengecut untuk melakukannya.
"Apa selama ini kau bahagia?"
Draco sudah mendapatkan jawaban atas pertanyaannya ketika Harry menatapnya sendu. Harry memilih bungkam, membiarkan Draco berbicara.
"Dulu aku berfikir hubungan kita tidak akan berhasil. Aku akan pergi jauh dan lama kelamaan kita akan saling melupakan karena sibuk dengan urusan masing-masing" Draco masih memandang mata hijau Harry. Hijau, warna kesukaannya.
"Dan kau akan menemukan sosok yang kau inginkan. Bukan seorang pecundang egois sepertiku"
Harry tetap diam dan menunggu Draco melanjutkan kalimatnya.
"Aku tau ini terlambat, aku minta maaf untuk apa yang telah ku ucapkan terkahir kali. Tapi aku tidak akan meminta maaf karena telah pergi"
Keduanya terdiam.
Sibuk dengan pikiran masing-masing.
Tepat pada menit kelima, Harry memecah keheningan. "Apakah bisa diperbaiki? Apakah aku masih bisa berharap?"
Draco tersenyum tipis. Sangat tipis dan hampir tidak terlihat. "Apa yang kau harapkan dari orang brengsek sepertiku?"
Harry ingin membuka mulutnya dan seketika mengurungkannya ketika mendengar Draco melanjutkan kalimatnya.
"Aku egois. Pengecut. Angkuh. Dan telah meninggalkanmu. Apa yang kau cari dariku?"
Harry memegang erat cangkir di depannya dengan kedua tangannya. Merasakan hangat yang menjalar di telapak tangannya.
"Bukankah aku telah menghancurkan hidupmu? Untuk apa kau mengharapkanku?" lanjut Draco.
"Aku membutuhkanmu" Jawaban singkat Harry membuat tubuh Draco terasa membeku.
"Katakanlah aku bodoh. Aku masih menginginkanmu bahkan setelah kau menyakitiku. Aku membutuhkanmu agar hidupku tak lagi hancur. Maafkan aku. Aku masih mencintaimu" Setetes air mata keluar dari mata emerald yang indah itu. Dan secepat air mata itu jatuh, secepat itu pula Harry mengusapnya dengan punggung tangannya.
Draco ingin mendekapnya.
Saat ini juga.
Dia tidak ingin melihat mata indah itu mengeluarkan liquidnya. Dan yang paling menyakitkan adalah dia penyebabnya.
"Aku tidak ingin melihatmu menangis. Tidak ingin aku yang menjadi penyebab dirimu bersedih. Disini sangat sakit" Draco memegang dadanya, sedikit meremas sweater hitam yang dia kenakan.
"Maafkan aku untuk semua tangismu dengan aku sebagai penyebabnya. Seharusnya kau membenciku. Aku tidak pantas kau cintai"
Harry memegang lembut tangan kanan Draco yang dia letakkan di atas meja dan menggenggamnya. Menatap mata Draco, berusaha meyakinkannya. "Kita bisa memulainya dari awal" Lalu tersenyum.
Draco melepaskan genggaman tangan Harry lalu berdiri dan berjalan mendekat. Berdiri di samping tempat duduk Harry kemudian memeluknya, lebih tepatnya membenamkan wajah Harry di perutnya. Membiarkan Harry membalas pelukannya dan mengelus kepala Harry sambil beberapa kali mengatakan "Maafkan aku" ketika mendengar tangis Harry pecah.
END
KAMU SEDANG MEMBACA
DRARRY ONESHOOT
FanfictionDrarry Oneshoot Twoshoot Multi chapter Harry Potter © J.K. Rowling Picts isn't mine Jangan plagiat