"Draco? Aunty baru saja akan meneleponmu" Draco yang baru dibukakan pintu oleh Mrs. Potter hanya bisa terdiam, dia tidak mengerti apa maksudnya.
"Memangnya kenapa, Aunt?"
Lily menggiring Draco agar mengikutinya menuju lantai dua rumah bergaya modern dengan sedikit sentuhan klasik itu. "Dari semalam Harry tidak keluar dari kamarnya. Dan sepertinya aku mendengarnya menangis"
Penjelasan dari Aunt Lily membuat Draco heran. Memangnya kenapa kekasihnya itu? Seingatnya mereka tidak sedang bertengkar. Dia juga tidak merasa Harry sedang marah atau apapun. Kemarin sore Harry juga masih baik-baik saja ketika mereka pulang dari kencan yang disebut Harry agenda rutinan. Lalu kenapa sore ini dia berubah aneh?
"Coba kau lihat dia di dalam" Aunt Lily menyadarkan Draco dari lamunannya. "Jangan lupa bujuk dia makan. Dia belum memakan apapun dari pagi" Ibu dari kekasihnya itu menepuk pundaknya dan berlalu meninggalkannya di depan pintu kamar bercat putih dengan tulisan sebutkan sandinya jika ingin masuk atau panggil namaku tiga kali, kamar Harry.
Draco menghembuskan nafasnya lalu mengetuk pintu di depannya. "Rry? Ini aku, bolehkah aku masuk?"
Tidak ada jawaban.
Draco mengetuk pintunya lagi.
Sama seperti sebelumnya, tidak ada jawaban.
Lalu Draco meraih gagang pintu, "Eh? Tidak dikunci" dan memasuki kamar Harry. Tidak lupa menutup pintunya lagi.
Draco mendekati kekasihnya yang sedang memejamkan mata. "Tidur?" Ucapnya pelan.
Ternyata Harry tertidur pulas dengan posisi tengkurap dan memeluk bantal yang ada di kepalanya. Dengan kepalanya menghadap ke kiri. Oh lihatlah pipinya.. pipi bulat yang sering menjadi sasaran gigitan Draco itu sedikit tergencet dan membuatnya terlihat lucu. Draco menusuk-nusuknya pelan sambil sedikit terkekeh.
Kemudian dia mendapatkan ide bagaimana cara membangunkan Harry yang tertidur seperti orang mati.
PLAKK
"AWW" Teriak Harry yang langsung membuka matanya dan mengelus pantatnya.
Ya, Draco menampar pantat bulat Harry. Hei, mengapa semua yang ada pada Harry itu bulat? Mulai dari matanya, kacamatanya, pipinya, bahkan hingga pantatnya. Oke lupakan. Tidak penting.
"TIDAK BISAKAH KAU BERHENTI MENGANIAYA BOKONGKU?!" Teriakan Harry tidak main-main, sampai Draco harus menutup telinganya agar tidak berdengung mendengar teriakan dahsyat Harry.
Jangan lupakan matanya yang memelototi Draco. Mungkin jika tatapan mata dapat membunuh, saat ini Draco sudah tercabik-cabik dengan darah yang keluar dari tubuhnya dan terlihat mengenaskan.
"Maaf.. maaf" Draco mengusap-usap pantat kekasihnya. Tidak ada nada menyesal sama sekali yang keluar dari bibirnya.
Harry menyingkirkan tangan Draco, "Jangan pegang. Dasar mencari kesempatan dalam kesempitan" Cibir Harry.
Draco lalu tertawa mendengar kekasihnya mengomel.
"Jangan tertawa"
Draco berusaha meredakan tawanya dan ikut berbaring di samping Harry. Menarik pinggang Harry agar tubuh Harry mendekat.
"Kenapa kau menangis?" Draco mengusap mata Harry, mata dengan iris sewarna emerald itu sedikit membengkak.
"Aku tidak apa-apa"
"Jangan seperti gadis perawan jika ditanya kenapa jawabannya selalu tidak apa-apa. Jadi kau kenapa?" Draco mengecup kedua mata di depannya.
Harry semakin mendekatkan tubuhnya pada tubuh hangat Draco. "Tidak apa-apa, sungguh. Aku hanya terbawa suasana"
Draco menatapnya dengan curiga, "Suasana?"
Harry menganggukkan kepalanya pelan lalu tersenyum. Sangat manis. "Aku menulis cerita baru. Dengan kau sebagai karakternya. Kau pergi meninggalkan si pemeran utama dengan kejam selama bertahun-tahun dan si pemeran utama terpuruk karena ulahmu"
"Kenapa aku jahat sekali?" Protes Draco yang membuat Harry tertawa.
"Tidak tau. Hanya itu alur yang ku pikirkan"
"Jadi kau menangis karena membaca ceritamu sendiri?"
Harry menganggukkan kepalanya lalu menggelengkannya dengan cepat, membuat Draco bingung. "Aku ingat seseorang pernah bercerita padaku tentang itu. Tetapi percintaannya tidak happy ending seperti yang aku tulis. Bahkan sampai sekarang dia masih dalam masa terpuruknya meskipun sudah ada seseorang yang berusaha membawanya pergi dari keterpurukannya" Jelas Harry dengan wajah yang terlihat sedih.
Draco mengusap pipinya, "Aku yakin dia akan bahagia" Draco berusaha meyakinkan Harry. "Mungkin bukan sekarang, tapi suatu saat nanti" Dan Harry tersenyum ketika mendengar Draco mengeluarkan kalimat seperti itu, tidak seperti Draco yang biasanya hanya mengeluarkan kalimat yang berbau sarkas.
"Ya.. suatu saat nanti. Semoga"
"Ayo turun. Ibumu khawatir karena mendengarmu menangis dan kau juga belum makan dari pagi"
"Jadi Mom menyuruhmu kemari?" Harry bangun dan duduk di kasurnya, diikuti oleh Draco.
"Tidak. Tapi katanya Aunt Lily akan meneleponku untuk membujukmu keluar kamar dan makan"
END
Maap kalo aneh. Ngebut ngetiknya, terus langsung upload
KAMU SEDANG MEMBACA
DRARRY ONESHOOT
FanfictionDrarry Oneshoot Twoshoot Multi chapter Harry Potter © J.K. Rowling Picts isn't mine Jangan plagiat