"Aku menyukai Malfoy."
Tiga kata yang diucapkan oleh gadis cantik berambut kecoklatan itu membuat Harry terdiam. Tangannya yang semula sibuk menorehkan pensil warna di buku bergambar pengisi waktu luangnya kini menggenggam pewarna itu dengan erat. Kepalanya menunduk menatap gambar seekor ular dengan taring tajam yang baru setengah jalan dia warnai.
Jika boleh jujur, hatinya terasa sakit. Namun dia tidak mungkin mengatakannya. Hermione adalah sahabatnya. Sahabat terbaiknya. Jadi Harry mencoba memasang kembali topeng yang telah lama dia lepaskan. Dia menatap Hermione dan tersenyum padanya, berbanding terbalik dengan keadaan hatinya.
"Itu urusanmu, 'Mione, aku tak berhak ikut campur." Harry mencoba melanjutkan kegiatannya, namun tangannya gemetar. Kemudian dia melepaskan pensil warna di tangannya dan menggenggam tangannya sendiri, berusaha menyembunyikannya.
"Aku merasa bersalah."
"Kenapa?" Tanya Harry dengan suara yang terdengar tenang. Tolong puji kemampuan Harry yang satu ini.
"Karena dia mantan kekasihmu."
"Aku dan dia sudah berakhir. Aku tidak ada urusan apapun dengannya. Kejarlah jika kau menyukainya. Jangan pedulikan aku, aku bukan siapa-siapa." Harry mencoba tersenyum lagi, namun dirinya tidak sanggup dan memutuskan untuk diam menatap gambar ular di buku yang masih terbuka lebar di depannya. Buku yang dibelikan oleh Draco, yang dia terima beberapa minggu sebelum hubungan mereka berakhir.
🐍🦁
Harry memandang ponsel pintarnya, satu jarinya berada di depan kata Delete. Dia menggigit bibir bawahnya, raut wajahnya terlihat ragu. Namun di detik selanjutnya dia menghela napasnya dan menghapus nomor yang beberapa bulan terakhir tidak pernah berinteraksi dengannya. Nomor Draco, mantan kekasihnya.
Pemuda berkacamata bulat itu berbaring di atas tempat tidur lalu memejamkan matanya setelah memutar lagu dengan volume maksimal di ponselnya. Pikirannya berkelana mencari kepingan memori yang mungkin bisa menjadi petunjuk atas pertanyaan yang sedang mengisi otaknya. Kapan.. kapan Hermione menyukai Draco? Dan pertanyaan selanjutnya mulai bermunculan. Kenapa.. kenapa dia tidak menyadarinya?
Dia melepaskan kacamatanya lalu tertawa terbahak-bahak. Beberapa saat kemudian dia berteriak dan menarik rambutnya. Setelahnya dia mulai menangis dengan posisi duduk dan memeluk erat kakinya yang dia tekuk.
"Kenapa harus dirimu, 'Mione?" Batinnya. "Kenapa harus dirimu dari sekian banyak orang? Kenapa? Kenapa aku masih mencintainya?"
Hampir setengah jam Harry berada di posisi itu. Air matanya tak lagi mengalir, tetapi napasnya masih tersengal-sengal. Netranya menatap tembok kamarnya, lagi-lagi pikirannya berkelana. Kali ini pikirannya membawa dirinya pada kejadian yang membuatnya mengakhiri hubungan mereka.
Ya, Harry lah yang memutuskan hubungannya dengan Draco. Silahkan caci-maki dia, tak apa. Mungkin jika kita semua berada dalam posisi Harry akan melakukan hal yang sama jika kekasih yang telah menjalin hubungan dengan kita seperti Draco.
Pemuda pirang itu memang sosok yang baik. Sangat baik pada semua orang hingga Harry merasa diperlakukan sama seperti orang lain, tak ada bedanya, dan tidak spesial. Salahkah jika Harry menginginkan perlakuan yang sedikit berbeda? Dia kekasih Draco, wajar saja jika sang pemilik netra sewarna emerald menginginkan hal tersebut.
Harry akui Draco adalah satu-satunya orang yang paling mengerti dirinya. Pemuda penyandang marga Malfoy itu kerap menanyakan apa yang terjadi padanya disaat semua orang tidak menyadari perubahan pada raut wajahnya ataupun ketika dirinya tiba-tiba terdiam. Lucu jika diingat-ingat. Seolah-olah Draco dapat membaca isi kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DRARRY ONESHOOT
FanfictionDrarry Oneshoot Twoshoot Multi chapter Harry Potter © J.K. Rowling Picts isn't mine Jangan plagiat