I'm here

9.4K 742 164
                                    

Yg hurupnya miring plesbek






Iris mata kelabu miliknya menatap butiran-butiran salju yang turun dari langit. Dia mengulurkan tangannya yang dibalut dengan sarung tangan rajut berwarna hitam pemberian ibunya, hadiah natal tahun lalu. Sosok itu menghembuskan napasnya sedikit kasar, kemudian melangkah kakinya lagi. Melanjutkan perjalanannya yang sedikit tertunda akibat mengagumi butiran salju yang turun.

Jalanan yang sepi membuat pikirannya berkelana. Rasa menyesal dengan perlahan muncul kembali. Ingatan itu kembali menguasai pikirannya. Potongan-potongan memori yang muncul di otaknya membuat dirinya semakin merasa bersalah. Dia masih ingat ketika darah itu mengotori tangannya, membasahi kemeja yang dipakainya, dan menggenang di lantai. Dia menangis sejadi-jadinya saat melihat sosok yang sangat dicintainya tergeletak tak bernyawa di dalam kamarnya sendiri.

Dia sempat menghentikan langkahnya ketika melihat bukit kecil di depannya dihiasi dengan tumpukan salju. Dan mengepalkan erat tangannya ketika merasakan kesedihan menghampirinya lagi. Mata kelabu itu berkaca-kaca saat melihat pohon kokoh yang kini kehilangan daunnya. Di sanalah mereka sering menghabiskan waktu bersama. Dulu..

"I'm here," Senyum getir hinggap di wajah rupawan miliknya, "without you, Love." kemudian dia melanjutkan langkahnya.

Tak memakan waktu terlalu lama untuk mencapai puncak bukit kecil itu, kini sang pemuda jangkung berambut pirang itu telah mendudukkan dirinya dan menyandarkan punggungnya pada batang pohon. Dia membuka tas yang sedari tadi menempel pada punggungnya, lalu mengeluarkan gitarnya. Matanya terpejam ketika jemarinya memetik senar gitar akustik miliknya. Tidak ada lantunan lagu, yang terdengar hanya suara yang dihasilkan oleh gitar itu.

Beberapa saat kemudian dia -Draco- menghentikan gerakan jarinya dan menghembuskan napasnya, "Saat itu.. seharusnya aku mengerti maksud ucapan terimakasih mu," kemudian Draco menarik ujung bibirnya hingga membentuk senyuman tipis. "seharusnya kau mengatakan bahwa kau mencintaiku sebagai salam perpisahan, Love. Bukan mengatakan terimakasih."


🐍🦁

Draco berkali-kali menghubungi ponsel kekasihnya. Akhir-akhir ini dia sedang sibuk berlatih dengan anggota bandnya, mereka diundang untuk mengisi acara tahunan Universitas. Oleh karena itu dia jarang bertemu dengan Harry. Dia sangat terkejut ketika beberapa hari yang lalu bertemu dengan Harry dan melihat luka baru di tangannya. Hatinya berdenyut sakit ketika melihat sosok yang dicintainya tersenyum padanya.

Karena panggilan teleponnya tak kunjung diangkat, Draco memutuskan untuk pergi ke apartemen kekasihnya. Dan setibanya di sana, apartemen itu hening seolah tidak ada siapapun di dalamnya. Dia melangkahkan kakinya menuju kamar sang kekasih, dan ketika membuka pintu kamar itu dia melihat Harry disana.

Harry menggenggam cutter di tangannya dengan posisi duduk dan memeluk dirinya sendiri dengan erat.

"Hey, I'm here." Draco memegang pundak Harry yang masih terdiam sambil memeluk dirinya sendiri.

Kekasihnya itu hanya terdiam. Sementara Draco sangat panik ketika melihat kondisinya, tetapi pemuda jangkung itu sebisa mungkin tidak memperlihatkannya. Draco tahu bahwa kekasihnya itu tidak suka ketika orang lain mengkhawatirkannya. Bagi Harry, dikhawatirkan sama dengan dikasihani. Dia tidak suka hal itu. Namun faktanya dia selalu berhasil membuat Draco khawatir.

"Bisakah kau berikan benda itu padaku?"  Pertanyaan Draco sukses membuat Harry membuka mulutnya.

"What?" Tanya Harry dengan suaranya yang sangat pelan, terdengar seperti bisikan.

"Benda itu. Yang ada di tanganmu." Mata abu-abu Draco menatap mata hijau cantik didepannya. Tangannya perlahan meraih benda yang berada di tangan Harry dan meletakkannya jauh dari jangkauannya.

"Look at me." Perintah Draco membuat Harry menolehkan kepalanya untuk menghadap pemuda bersurai pirang platinum.

"I'm here. Kau tidak sendirian. You can hear me. You can touch me." Kalimat yang diucapkan oleh Draco membuat Harry memejamkan matanya, membuat kelereng hijau itu tak terlihat.

"You do not deserve to be sad. Okay?" Kini Draco memegang jemari Harry dan menggenggamnya.

Kemudian Harry membuka matanya lagi dan mengangguk. Tanpa bisa dicegah Draco segera membawa tubuh kekasihnya dalam pelukannya. Keduanya terdiam, tak ada yang ingin memecah keheningan dan terlalu larut dalam pikiran masing-masing.

Draco tidak tahu apa lagi yang harus dia katakan. Hatinya terasa sakit ketika melihat bekas sayatan pada tangan itu. Darah yang telah mengering disana membuatnya menyalahkan dirinya sendiri. Seharusnya dia datang lebih cepat. Jika dia datang lebih cepat, hal ini tidak akan terjadi. Harry tidak akan sempat menyayat lengan bawahnya. Harry tidak akan melukai dirinya sendiri. Tetapi dia bersyukur, setidaknya sosok yang berada di pelukannya belum menyayat pergelangan tangannya. Belum memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Harry mendongak menatap tepat pada mata abu-abu Draco, "Haruskah aku berterimakasih padamu?" tanyanya.

Draco tersenyum lemah, tangannya mengelus kepala Harry dengan pelan. Kemudian mengecupnya sekilas.

"Jika kau ingin berterimakasih, cukup dengan tidak mengotori tanganmu dengan darah lagi, Love."

"Thank you, Dray." Kata Harry dengan suara pelan, lalu kembali menenggelamkan kepalanya pada dada kekasihnya.







END

DRARRY ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang