Peterpan

7.3K 736 228
                                    




Deburan ombak yang menabrak karang seolah menjadi pemandangan yang sangat menarik bagi pemilik sepasang kelereng keabuan yang tengah menginjakkan kakinya di tepian tebing. Cantiknya langit senja tak membuatnya berpaling dari kegiatannya mengamati pergerakan air dengan kandungan garam itu. Pun dinginnya udara penghujung musim gugur tak membuatnya beranjak dari tempat yang memiliki banyak kenangan baginya. Sosok itu terlihat menggerakkan bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman tipis, mengingat hal bodoh yang pernah dilakukannya di tempat ini.

Lautan adalah tempat yang mengerikan. Dan lautan sempat membuatnya tenggelam dan hampir membunuhnya. Namun kini pemilik surai pirang yang berantakan akibat diterpa angin itu tidak akan membiarkan lautan menenggelamkannya lagi. Bahkan dalam hatin kecilnya yang tak mempercayai bahwa Tuhan itu ada, ia berharap agar Tuhan menyelamatkannya seandainya jika ia tenggelam.

Sosok itu menoleh ketika pemilik iris hijau emerald bergabung bersamanya. Keduanya saling melempar senyum ketika iris mata berbeda warna itu bertemu. Kemudian mereka sama-sama terdiam dengan mata yang tertuju pada ombak besar yang menghantam karang kokoh dan tinggi di bawah sana.

"Apa kau pernah mendengar kisah Peterpan?"

Sosok berambut pirang itu mengerutkan keningnya, "Bukankah dia anak kecil yang tidak dapat menua?" Pemilik iris hijau pun mengangguk, "Ku kira kau akan membahas sesuatu tentang lautan."

"Aku sedang memikirkan bagaimana bahagianya menjadi dirinya," Harry, pemilik iris mata berwarna hijau itu menghela napasnya, "betapa bahagianya tinggal di Neverland. Tidak menua, dan yang dilakukannya hanya bermain."

"Kau melupakan bagian akhir cerita."

"Ya, aku tidak suka bagian terakhir dari setiap cerita yang tidak sesuai dengan keinginan ku." Harry menoleh untuk melihat ekspresi wajah kekasihnya. Dan yang dia dapatkan adalah senyuman hangat dari Draco.

"Aku tidak ingin seperti Peterpan," Draco memegang kedua bahu Harry lalu membawa tubuh kekasihnya untuk menghadapnya. "Aku ingin menua bersamamu. Dan kau tidak perlu mencari Neverland, aku akan membuat Neverland untukmu."

Harry tersenyum kecil, lalu senyum itu semakin melebar ketika otaknya berhasil mencerna kalimat yang diucapkan oleh kekasihnya. "Apakah kau sedang melamar ku? Mengajakku menikah tepat di tempat kau hampir bunuh diri beberapa tahun yang lalu?"

"Tidak. Ku pikir kesaksian Tuhan tidak dapat mempengaruhiku untuk membahagiakanmu. Tapi jika itu yang kau inginkan, aku tidak masalah."

"Aku tahu kau tidak percaya Tuhan itu ada," Harry melangkahkan kakinya mendekati mobil Draco yang terparkir beberapa meter darinya, Draco pun mengikutinya dari belakang. "Ngomong-ngomong, aku tidak sepenuhnya suka Peterpan. Dia egois. Meskipun dia tidak menyadarinya."

Harry membuka pintu penumpang dan duduk di sana. "Dan aku tidak ingin egois seperti Peterpan,"

Draco menatap kekasihnya dengan tangan yang sibuk memasang sabuk pengaman. Harry pun melakukan hal yang sama, menatap lekat mata abu-abu milik kekasihnya.

"Kita tidak perlu ke gereja. Hanya mendaftarkannya saja sudah cukup." Lanjut Harry.

Draco meraih tengkuk Harry dan membawanya mendekat, namun dirinya terhalang oleh sabuk pengaman sebelum bisa meraih bibir kemerahan itu untuk diciumnya. Keduanya tertawa geli ketika menyadari kebodohan satu sama lain.

"Ku tagih ciumannya setelah sampai di rumah."

"Hanya ciuman?" Tanya Harry dengan nada bercanda.

Draco melirik sebentar sosok yang sedang mengalihkan pandangannya untuk melihat pemandangan di sisi jalan itu. "Aku pria yang menepati kalimatku, Love." Lalu meraih tangan Harry untuk digenggamnya.

Harry menoleh. "Aku tahu."


END

Hehehehe 😃 aku blm kepikiran alur buat leave

DRARRY ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang