Persembahan dari aku yg selalu gagal tiap ldr
Pertengahan Agustus, London.
"Kau percaya padaku?"
"Kau juga harus percaya padaku"
Lalu keduanya tersenyum sambil mengangguk. Percakapan itu diakhiri dengan sebuah pelukan hangat. Ralat, pelukan erat. Sangat erat. Yang lebih tinggi melepaskan pelukan, tangannya memegang sisi wajah seseorang di depannya. Dengan sedikit menunduk, bibirnya meraih bibir merah di depannya. Ciuman yang cukup singkat, mengingat mereka akan terpisah untuk waktu yang cukup lama.
Awal Desember, New York.
"Maaf"
Raut wajah pemuda berambut hitam itu terlihat bersalah.
"Jadi kau libur tanggal berapa?"
Tanya seseorang di seberang sana. Panggilan video itu sedikit goyang, mungkin si pirang sedang menyandarkan ponselnya pada sesuatu agar tidak perlu repot memegangnya.
"Sehari sebelum natal sampai sehari setelah natal. Lalu tepat akhir tahun dan awal tahun. Aku sangat sibuk"
Jawab Harry, si rambut hitam. Lalu dia bergegas menuju pintu flatnya dan melemparkan ponselnya ke kasurnya ketika makanan pesanannya telah datang. Tak lupa memberikan senyuman dan mengucapkan terimakasih, kemudian dia mengambil ponselnya lagi. Menghadapkan ponsel pintar itu ke wajahnya, dia tersenyum geli ketika melihat Draco --si pirang-- menatapnya dengan ekspresi sebal.
"Maaf maaf. Aku mengambil makanan pesananku"
Harry mengambil bantal untuk menopang ponselnya, lalu tangannya sibuk membuka bungkus makanan.
Draco mengerutkan keningnya ketika melihat kekasihnya sedang sibuk dengan makanannya.
"Kau makan di kasur?"
Saat menolehkan kepalanya, Harry hanya nyengir melihat raut wajah Draco yang terlihat tidak suka.
"Apa kau semakin berantakan di New York sana?"
"Aku biasanya makan di depan televisi" bela Harry.
"Meja makan, Love"
"Lebih nyaman di depan televisi, aku bisa nonton sesuatu agar tidak terasa sepi"
Setelahnya Harry mengambil sepotong pizza dan mengunyahnya sambil mendengarkan cerita Draco tentang kesibukannya beberapa hari terakhir. Penyandang marga Malfoy itu sedang sibuk dengan sesuatu seperti rapat saham dan sebagainya yang Harry tidak mengerti, dirinya hanya mahasiswa seni ngomong-ngomong. Yeah, wajar bukan? Itu bukan bidang yang digelutinya.
"Harry, kau tidak memakai celana?"
Pertanyaan Draco sukses membuat Harry tersedak soda yang sedang diminumnya. Damn! Perih.
Harry segera mengambil ponselnya dan mengarahkannya pada celana pendek yang dipakainya.
"Itu. Lihat! Aku memakai celana"
Jangan salahkan Draco, salahkan paha mulus Harry yang terekspos.
Lalu ponsel Harry mengarah ke wajahnya lagi.
"Aku merindukanmu"
Tidak menjawab Draco, Harry justru menaikkan sebelah alisnya.
Draco yang di seberang sana terlihat menghembuskan napasnya kasar, lalu bersandar pada singgasananya di kantor.
"Sekali saja" bujuk Draco, wajahnya terlihat memprihatinkan.
Harry terdiam sejenak.
"Aku malu, Dray"
"Kalau begitu cukup suaramu saja. Ku rasa phone sex tidak terlalu buruk"
Harry mengubah posisinya menjadi telungkup di atas kasur. Menyembunyikan separuh wajahnya pada bantal.
Sepertinya usaha Harry sia-sia, Draco masih bisa melihat pipi itu dihiasi dengan semburat merah.
"Tapi kau masih di kantor" kata Harry pelan, untungnya masih bisa didengar oleh telinga kekasihnya.
"Bahkan kita pernah melakukannya di ruanganku. Ku ingatkan jika kau lupa"
"Hanya suara?"
"Lebih bagus jika aku bisa melihatmu. Tapi aku tidak akan memaksa"
"Jika kau berjanji tidak merekam panggilan video ini" kata Harry dengan malu-malu.
"Janji" Draco mengangguk. "Apa disana kau membeli sex toy, Love?"
🐍🦁
25 Desember, New York.
Natal. Momen dimana seluruh anggota keluarga berkumpul, berbagi kehangatan dengan cerita-cerita tentang kejadian yang telah dilalui hampir satu tahun terakhir, saling bertukar kado, menghangatkan diri di depan perapian dengan secangkir coklat panas di tangan. Dan bagi Harry itu hanya angan-angan. Dirinya terjebak di negara orang karena kesibukannya mempersiapkan pamerannya pertengahan Januari mendatang.
Dengan malas-malasan dirinya melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya dia berjalan menuju dapur dengan kaki telanjangnya --terlalu malas menggunakan sandal rumah-- untuk membuat secangkir coklat panas. Kemudian memasuki kamarnya lagi untuk mengambil ponselnya dan berdiam diri di depan televisi, mencari-cari saluran televisi yang menayangkan film.
Menjelang sore sang pemuda pemilik iris emerald mendengar pintu flatnya diketuk. Siapa? Seingatnya dia tidak memesan makanan ataupun membeli barang. Tidak mungkin teman-temannya, mereka sudah pasti memiliki agenda bersama keluarga mereka masing-masing. Jadi agar tidak semakin penasaran, Harry beranjak untuk membuka pintu berwarna putih itu.
Yang pertama Harry lihat adalah dada seorang pria yang terbungkus kemeja berwarna biru tua, sweater hitam dan coat hitam sebagai lapisan paling luar. Lalu Harry sedikit mendongak dan matanya menemukan wajah tampan dengan surai pirang yang tertata rapi sedang tersenyum tipis padanya. Itu Draco. Draco Lucius Malfoy. Kekasihnya.
Harry menutup pintunya lagi. Tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Setelah menarik dan menghembuskan napasnya tiga kali, dia kembali membuka pintu. Dan masih mendapati pemandangan yang sama.
"Aku nyata. Jika kau masih ragu dengan penglihatanmu" kata sosok itu, lalu mendorong tubuh Harry agar dirinya bisa masuk ke dalam flat sederhana Harry.
Draco mendudukkan dirinya di sofa, pandangannya meneliti tempat yang baru Harry tinggali selama beberapa bulan. Di depannya ada televisi dan satu meja rendah, tempat yang biasa Harry gunakan untuk makan. Dindingnya berwarna putih polos, tidak ada pajangan apapun. Lalu mata abu-abu itu beralih ke pintu dimana dia masuk tadi, kekasihnya masih mematung disana.
"Mau sampai kapan kau berdiri di sana, Love?"
Berhasil. Kalimat Draco berhasil membuat Harry menutup pintunya dan berjalan mendekati Draco.
"Kenapa kau bisa ada di sini?"
"Menemuimu" jawab Draco singkat.
"Kau tidak mengatakan apapun padaku"
"Kejutan" Draco menarik tubuh Harry yang masih berdiri agar duduk di pangkuannya. Melingkarkan lengannya di pinggang Harry kemudian berbisik di dekat telinganya, "Aku merindukanmu. Aku sangat merindukanmu"
"Aku juga" balas Harry lalu mengalungkan lengannya di leher Draco.
Keduanya hanya terdiam dan berpelukan. Tidak berniat memecahkan keheningan dan juga melepaskan pelukan. Membiarkan kedua tubuh itu berbagi kehangatan, membiarkan rindu mereka terobati.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
DRARRY ONESHOOT
FanfictionDrarry Oneshoot Twoshoot Multi chapter Harry Potter © J.K. Rowling Picts isn't mine Jangan plagiat